22
baik yang menyangkut aspek kognitif, afektif dan psikomotor sebagai hasil dari kegiatan belajar.
2.1.5 Aktivitas Belajar
Slameto, 2010: 36 dalam proses pembelajaran, guru perlu menimbulkan aktivitas siswa dalam berpikir maupun berbuat. Penerimaan pelajaran jika dengan
aktivitas siswa sendiri, kesan itu tidak akan berlalu begitu saja, tetapi dipikirkan, diolah kemudian dikeluarkan lagi dalam bentuk yang berbeda. Siswa akan
bertanya, mengajukan pendapat, berdiskusi dengan guru. Dalam berbuat siswa dapat menjalankan perintah, melaksanakan tugas, membuat grafik, diagram, inti
sari dari pelajaran yang disajikan. Bila siswa menjadi partisipasi yang aktif, maka ia memiliki ilmu atau pengetahuan itu dengan baik.
Suhana 2014: 21 proses aktivitas pembelajaran harus melibatkan seluruh aspek psikofisis siswa baik jasmani maupun rohani, sehingga akselerasi
perubahan perilakunya dapat terjadi secara cepat, tepat, mudah, dan benar, baik berkaitan dengan aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik.
Aktivitas dalam belajar dapat memberikan nilai tambah bagi siswa, terlebih dalam pembelajaran matematika, yakni :
Ada banyak jenis aktivitas yang dapat dilakukan siswa di sekolah, tidak cukup hanya mendengarkan dan mencatat saja. Paul B. Diedrich dalam Sardiman
2014: 101 membagi aktivitas belajar ke dalam 8 kelompok, sebagai berikut: 1 Kegiatan-kegiatan visual, misalnya membaca, memperhatikan gambar
demonstrasi, mengamati orang lain bekerja, percobaan;
23
2 Kegiatan-kegiatan lisan, misalnya mengemukakan suatu fakta atau prinsip, menghubungkan suatu kejadian, mengajukan pertanyaan, memberi saran,
mengemukakan pendapat, wawancara, diskusi, dan interupsi;
3 Kegiatan-kegiatan mendengarkan, misalnya mendengarkan penyajian bahan, mendengarkan percakapan atau diskusi kelompok, mendengarkan
musik;
4 Kegiatan-kegiatan menulis, misalnya menulis cerita, laporan, karangan,
rangkuman;
5 Kegiatan-kegiatan menggambar, misalnya menggambar, membuat grafik,
peta, diagram;
6 Kegiatan-kegiatan metrik, misalnya melakukan percobaan, memilih alat- alat, melaksanakan pameran, membuat model, menyelenggarakan
permainan, menari, dan berkebun;
7 Kegiatan-kegiatan mental, misalnya merenung, mengingat, memecahkan masalah, menganalisis faktor-faktor, melihat hubungan, mengambil
keputusan;
8 Kegiatan-kegiatan emosional, misalnya minat, merasa bosan, gembira,
bersemangat, bergairah, berani, tenang, gugup.
Berdasarkan pemaparan tentang aktivitas di atas, maka dapat diambil kesimpulan aktivitas belajar siswa merupakan faktor yang sangat penting dalam
menunjang tercapainya keefektifan proses belajar mengajar, yang pada akhirnya akan berpengaruh terhadap hasil belajar siswa yang bersangkutan. Aktivitas harus
selalu ada dalam kegiatan pembelajaran, sehingga guru harus merancang
24
pembelajaran yang dapat membuat siswa untuk aktif. Pembelajaran Berbasis Teori Belajar Dienes dapat mengefektifkan aktivitas belajar siswa.
2.1.6 Karakteristik Siswa Sekolah Dasar
Setiap manusia secara psikologis mengalami tahap pertumbuhan dan perkembangan, begitu pula anak seusia sekolah dasar. Satu hal yang tidak boleh
dilupakan oleh guru SD yakni guru hendaknya memahami karakteristik siswa yang akan diajarnya. Rifa‟i 2012: 3 mengatakan bahwa “Karakteristik dan
perilaku yang diperoleh siswa sebelum mengikuti pembelajaran baru umumnya akan mempengaruhi kesiapan belajar dan cara-
cara mereka belajar.” Masa usia dini merupakan masa yang pendek namun merupakan masa terpenting bagi
kehidupan seseorang. Pada masa ini, seluruh potensi yang dimiliki anak perlu dikembangkan secara optimal. Hal tersebut bisa tercapai apabila guru mampu
memahami karakteristik siswa SD dengan baik. Siswa sekolah dasar mengalami masa transisi dari sekolah taman kanak-
kanak TK ke sekolah dasar. Jelas karakter siswa kelas rendah 1-3 berbeda dengan siswa kelas tinggi 4-6. Tahap periode perkembangan ini berkaitan
dengan tahapan perkembangan kognitif siswa pada setiap kelompok umurnya. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Piaget 1950 yang menyatakan bahwa
setiap tahapan perkembangan kognitif tersebut mempunyai karakteristik yang berbeda secara garis besarnya dikelompokkan menjadi empat tahap Susanto
2013: 77, yaitu : 1 Tahap sensori motor usia 0-2 tahun, pada tahap ini anak belum
memasuki usia sekolah.