Wacana Melepas Jilbab SEJARAH WACANA JILBAB DI INDONESIA

166

6. Wacana Melepas Jilbab

Wacana melepas jilbab tentu saja tidak dapat dilepaskan dari formasi wacana jilbab. Posisi perempuan yang tidak atau belum mengenakan jilbab tidak sama dengan yang melepas jilbab. Perempuan yang melepas jilbab didefinisikan sebagi orang yang tidak lagi memegang aturan Islam secara khusus, yaitu dalam cara berpakaian. Definisi tersebut hadir sebagai konsekuensi hadirnya wacana jilbab dominan, yang menyatakan bahwa jilbab adalah lambang kesadaran spiritual, atau lambang akan hadirnya ‘hidayah’ dari Tuhan. Sehingga ketika dilepaskan, situasinya menjadi berkebalikan, seakan-akan mereka juga ikut melepaskan nilai-nilai yang ada di seputar jilbab. Sehingga, meskipun di negeri ini masih banyak perempuan Muslim yang tidak berjilbab, perempuan yang sempat berjilbab lalu melepaskannya akan disorot oleh lingkungan. Bahkan fenomenanya pun telah menjadi kajian tersendiri di kalangan peneliti. Melepas dan memaki penutup kepala yang sebelum adanya formasi wacana jilbab adalah sesuatu yang wajar saja, kini tidak lagi demikian. Wacana melepas jilbab bergulir, biasanya melalui pemberitaan di berbagai media yang disiarkan pada masyarakat luas. Biasanya yang disorot adalah perempuan yang mempunyai posisi pusat perhatian publik. Media seakan menjadi sarana untuk mengungkap ‘kebenaran’ apa yang dimiliki oleh para perempuan yang melepas jilbab. Keputusan mereka dianalisa, dikemukakan, lalu dimasukkan kedalam kategori-kategori tertentu yang berkaitan dengan psikis. Selain dihubungkan dengan situasi psikis. Terkait dengan fenomena tersebut, saya menemukan sebuah penelitian psikologi untuk menggali fenomena melepas jilbab 167 ini. Penelitian tersebut sudah diterbitkan menjadi buku yang berjudul, Psychology of Fashion; Fenomena Perempuan [Melepas Jilbab] 80 yang dikerjakan oleh Juneman. Penelitian yang menggunakan perspektif psikologi ini berusaha untuk menggali alasan dan latar belakang perempuan melepas jilbab. Buku ini hadir seakan untuk merespons wacana bahwa melepas jilbab seringkali berhubungan dengan masalah psikis. Setelah menelusuri wacana-wacana yang berkembang biak tanpa bisa dibendung tersebut, wacana jilbab di Indonesia secara umum sesuai dengan kecenderungan besar yang disebut di atas, yaitu, pertama, jilbab sebagai representasi kesalehan, kesopanan dan sebagainya. Sedangkan yang kedua jilbab sebagai represi. Dengan adanya wacana tersebut, persepsi tentang publik diarahkan untuk cenderung memaknai tindakan-tindakan manusia terkait jilbab seperti mulai mengenakannya atau melepasnya, sesuai dengan wacana tersebut. Pengalaman dan pemaknaan yang lebih personal jarang mendapat tempat. Wacana-wacana besar yang dibuat oleh media, organisasi, dan sebagainya cenderung dominan. Lalu dimanakah suara pengguna jilbab? Bisakah mereka bersuara dan didengarkan?

B. ANALISA JILBAB SEBAGAI LOKUS PENGELOLAAN DIRI