Wacana Jilbab Syariat Wacana Jilbab Modis Tapi Syari

160

1. Wacana Jilbab Syariat

Wacana jilbab syariat, bisa dikategorikan sebagai wacana awal yang terbentuk, yaitu wacana yang terus menerus memberi batasan jilbab yang sah atau tidak menurut sumber Al-Qur’an dan Hadis. Wacana ini masih berhubungan dengan wacana awal yang bergulir di kalangan aktivis gerakan Islam, yang beredar di kampus-kampus. Cara berjilbab secara langsung ‘masih’ terus menerus disesuaikan dengan ideologi yang ada dalam aliran gerakan Islam tersebut. Faktor bentuk komunitas, atau keorganisasian, batasan jilbab masih dapat ‘mungkin’ untuk terus menerus diperhatikan oleh sesama anggota. Dalam hal ini, kelompok seperti Ikhwanul Muslimin, Tarbiyah, Salafi Wahabi, lalu juga dapat disebut kelompok Hizbut Tahrir HT biasanya mempunyai gaya berjilbab yang khas, yaitu ukuran jilbab serba panjang yang seluruhnya menutup dada. Sebagian ada yang mengenakan khusus kain berwarna hitam, sebagian lain cukup berwarna tapi tidak mencolok dan tetap berukuran panjang. Kalangan dari kelompok-kelompok seperti Ikhwanul Muslimin atau Salafi Wahabi, maupun HT ini yang terlihat berusaha untuk menjaga tata cara berjilbab. Misalnya dapat ditemukan di situs HT yang memuat tata cara berjilbab yang sesuai syariat. 161

2. Wacana Jilbab Modis Tapi Syari

Pada masa 90-an, ketika jilbab masih memuat wajah yang berseberangan dengan masyarakat secara umum, ada citra khusus yang melekat di dalamnya, yaitu citra kuno, terbelakang, dan kumal. 78 Pada masa itu, pilihan cara untuk berpakaian maupun berjilbab memang masih sangat minim. Jilbab biasanya hanya dapat dibeli di toko-toko kecil yang tersembunyi, bukan di pusat perbelanjaan yang ramai pengunjung. Paling tidak, toko yang menjual secara terbuka dan mudah diakses misalnya toko di lingkungan masjid. Para pengguna jilbab juga terbiasa membuat jilbab sendiri dengan membeli kain sendiri di pertokoan untuk dijadikan sebagai jilbab sehari-hari. Model yang tidak tren secara luas, padahal dikenakan 78 Pada masa itu, citra jilbab tidak sebaik pada hari ini. Jilbab atau busana muslimah pada tahun 1970- an dan 1980-an “identik dengan tradisional, kampungan , ndeso, pesantren,...” dalam “Kurrotu Aini: Aktivis Pejuang Jilbab” dalam Kesaksian Para Pengabdi: Kajian tentang Perempuan dan Fundamentalisme di Indonesia, 2014, Jakarta: Rumah Kitab, hal. 51 162 oleh para perempuan muda ini, menjadi salah satu faktor jilbab masih terkesan sebagai cara berpakaian yang kurang pantas untuk dipakai di banyak tempat seperti lingkungan kerja seperti kantor-kantor besar, atau bahkan pusat keramaian seperti pertokoan. Tetapi keadaan mulai berubah secara perlahan ketika pengguna jilbab semakin banyak. Mulai bermunculan model-model pakaian atau jilbab yang lebih bergaya dan cantik. Bahkan kemudian muncul juga kalangan perempuan yang membuat semacam gerakan berjilbab lebih cantik dan modis. Perubahan tersebut secara spesifik ditandai oleh sebuah gejala baru, yaitu saat para perempuan muda berusaha untuk “memperbaharui” citra jilbab yang dinilainya sudah usang. Jilbab dinilai mempunyai citra “kurang modern, tua, dan membosankan”. Dengan alasan agar tampilan perempuan yang menutup aurat masih dapat bergaya secara estestis, istilah hijab diambil untuk menandai gerakan baru mereka. Lantas diciptakanlah sebuah komunitas yang bernama hijabers Community pada tahun 2013 yang semula hanya terdiri dari sejumlah desainer muda. Mereka merancang secara kreatif gaya berpakaian dan berjilbab yang sama sekali baru. Dengan alasan untuk melakukan dakwah melalui hijab mereka terus menerus menciptakan kreativitas barunya. Wacana jilbab modis juga berkembang dengan sangat pesat. Dengan topangan faktor ekonomi dan bisnis, jilbab menjadi sebuah wacana gaya hidup modern yang menggiurkan. Kebaruan bentuk-bentuk model jilbab semakin beragam, mulai dari yang sederhana dengan harga murah hingga dengan model rumit dengan harga yang sangat tinggi. Akibat persaingan bisnis yang terjadi 163 dalam dunia bisnis jilbab ini, juga semakin memperteguh wacana jilbab di berbagai kalangan, termasuk di kalangan para publik figur.

3. Wacana Jilbab Perda Syari’ah