Imaji JilbabHijab sebagai Kewajaran konsensus

75

2. Imaji JilbabHijab sebagai Kewajaran konsensus

Popularitas jilbab dan hijab di masyarakat bukan hanya diperlihatkan oleh banyaknya pengguna. Tetapi ditandai juga apa yang disebut wajar atau tidaknya penampilan santun seorang perempuan muslim, baik secara formal maupun kultural. Jilbab dan hijab sudah dijadikan sebagai salah satu faktor penting konsensus ciri perempuan ‘baik-baik’. Jilbab dan hijab yang tarafnya masih sebagai ‘kulit’ penampilan ini menjadi tak terhindarkan menjadi sedemikian penting. Persoalannya kini bukan hanya perempuan yang memilih dengan sukarela atas jilbab sebagai bagian dari penampilan santunnya. Tetapi juga terdapat imaji bahwa sosok perempuan yang dianggap baik adalah yang mengenakan jilbab atau hijab. Pada era pascareformasi, kita tidak akan kesulitan mendapatkan pengguna jilbab, dimanapun. Di sekolah, kampus, pusat bisnis, pabrik, kantor pemerintahan, hotel, mal, pusat hiburan, panggung hiburan, catwalk, dan lain sebagainya. Kita juga tidak hanya akan menemukan para perempuan muda saja yang mengenakan jilbab atau hijab, melainkan juga para ibu yang sudah manula, demikian juga batita atau balita di taman-taman bermain. Jilbab telah sedemikian populer dan diterima di masyarakat, sampai-sampai menandai identitas sebagai perempuan muslim yang baik. Akan berbeda halnya jika ‘bukan perempuan baik-baik’ yang mengenakannya. Jilbab bukan sebatas cara berpakaian yang mengekspresikan nilai estetik tertentu tetapi dianggap sebagai ekspresi kesalehan seseorang. Citra kesalehan yang termuat di dalamnya, dapat juga dipakai oleh kalangan tertentu 76 untuk menciptakan citra khusus. Misalnya ketika seorang perempuan yang menjadi pesakitan atau terdakwa karena kasus korupsi yang tiba-tiba mengenakan jilbab di ruang sidang akan menuai kecaman. Mereka misalnya adalah Malinda Dee, Neneng Sri Wahyuni, dan Nunun Nurbaeti. 61 Terbukanya kasus korupsi saja sudah membuat orang tercengang dan gemas. Tentu saja pelakunya menjadi sorotan berbagai media. Wajahnya akan muncul di berbagai media dengan cara yang ganjil. Dalam hal ini, sebuah majalah berita, Forum, mengangkat profil mereka dengan berfokus pada perubahan penampilan bukan pada kasus korupsi yang dilakukannya saja. Di dalam majalah Forum dipajang foto-foto ketiga perempuan tersebut sebelum menjadi terdakwa koruptor. Sebelum tersangkut kasus korupsi, para perempuan ini tidak mengenakan jilbab apalagi cadar. Foto mereka antara penampilan tak berjilbab dan berjilbab bahkan ada yang menutup sebagian wajah bak cadar 34 kemudian ditampilkan dengan cara yang menekan. Mereka dianggap telah mencuri citra kesalehan dalam jilbab dan cadar untuk memanipulasi penampilan mereka di hadapan publik. Judul besar yang diangkat oleh majalah tersebut tajam dengan bunyi “Cadar dan Kerudung Munafik Perempuan-Perempuan Korup”. Sejak saat itu, jilbab tiba-tiba hadir di ruang-ruang pengadilan sebagai cara berpakaian baru para perempuan yang terjerat hukum. 3 Melalui kasus-kasus di atas, menjadi sedemikian penting bagaimana jilbab dan hijab ini dilekatkan dengan imaji kewajaran, termasuk siapa saja yang terkesan ‘tidak layak’ untuk mengenakannya. 61 Dalam Majalah Forum Keadilan, No. 10, 01 Juli 2012, hal. 11-15. 77

3. Yang Berbeda Tafsir, Yang Tersisih