22 a. Kekuasaan bukan sesuatu yang dapat dimiliki, diperoleh atau diberikan.
Kekuasaan tidak berpusat pada manusiainstitusi, tetapi MENYEBAR. b. Kekuasaan bukan sebuah kekuatan yang hadir secara terpisah dari
persoalanrelasi lain misalnya ekonomi atau pengetahuan, lalu mempengaruhinya dari luar. Sebaliknya, kekuasaan hadir di dalam relasi
tersebut. Maka kekuasaan bukan sekadar membatasi atau melarang, tapi bersifat PRODUKTIF.
c. Tidak ada hubungan yang sederhana dan top-down antara kekuasaan di level makro masyarakat luas dan di level mikro misalnya keluarga.
Tidak ada semacam matriks kekuasaan yang kemudian direproduksi di semua level masyarakat. Kekuasaan selalu bersifat kontekstual dan
berubah-ubah. kekuasaaan di level lokal dan di level yang lebih luas saling mempengaruhi artinya, pengaruh itu tidak bersifat satu arah.
d. Kekuasaan beroperasi dengan strategi dan tujuan yang jelas, tapi bukan berarti bahwa ada orangkelompok tertentu yang merancangnya dan
menjalankannya. e. Bahwa di manapun ada kekuasaan, ada perlawanan dan walaupun
demikian, atau lebih tepat karena itulah, perlawanan tidak pernah berada pada posisi di luar kekuasaan.
3. Problematisasi
Foucault menjelaskan lahirnya wacana seksualitas di Barat sebagai sebuah situasi perubahan perilaku. Katanya, pada awal abad ke 17 masih berlaku
keterbukaan tertentu. Saat kegiatan seksual tidak ditutup-tutupi. Misalnya, kata-
23 kata bernada seks dilontarkan tanpa keraguan, dan berbagai hal yang menyangkut
seks tidak disamarkan. Ketika itu yang haram dianggap halal. Namun, lanjut Foucault, keterbukaan yang bak siang hari itu segera disusul oleh senja, sampai
tiba malam-malam monoton kaum borjuasi Victorian. Sejak saat itulah seksualitas dipingit rapi.
14
Ilustrasi tersebut kiranya menjadi contoh yang tepat untuk menjelaskan sebuah konsep dari Foucault sendiri, yaitu ‘problematisasi’.
Problematisasi adalah istilah yang digunakan Foucault untuk mendefinisikan sejarah pemikiran dalam buku kumpulan kuliahnya, Fearless Speech. Foucault
membedakan antara sejarah sebuah gagasan dengan sejarah sosial. Dia menyatakan tidak berupaya untuk mengidentifikasi kapan kiranya sebuah konsep
khusus lahir, atau menulis sejarah sebuah periode atau institusi. Dia menjelaskan bahwa sejarah pemikiran sebagai “sebuah analisa cara sebuah wilayah
pengalaman yang semula tidak dipermasalahkan atau seperangkat praktik yang diterima tanpa pertanyaan...menjadi sebuah masalah—problem—yang melahirkan
perdebatan dan diskusi, mendorong reaksi-reaksi baru, serta menginduksi sebuah krisis di dalam tingkah laku, kebiasaan, praktik, institusi yang sebelumnya sunyi.
15
4. Teknologi Diri
Menurut Foucault, orang memungkinkan untuk melakukan ‘ontologi kritis terhadap diri’, yaitu berusaha untuk menyadari wacana-wacana yang telah
membentuk subjektivitasnya. Hal tersebut bertujuan untuk mengimajinasikan ulang diri secara berbeda. Praktik ini disebut juga sebagai ‘teknologi diri’
16
yang
14
Ibid, hal. 3-4.
15
Clare O’Farrel, Michel Foucault, London: Sage Publications, hal. 70
16
Paula Saukko, ha. 77.
24 bukan berarti dapat terbebasnya subjek dari wacana tetapi merujuk pada praktik
yang di dalamnya orang-orang dapat lebih kritis terhadap wacana yang telah membentuk dirinya melalui teknik yang hati-hati.
5. Negosiasi dan Chandra Talpade Mohanty