57 banyak adaptasi yang dilakukan oleh para penggunanya. El Guindi, seorang
antropolog yang menelusuri jilbab sedikit menyinggung bahwa makna jilbab di Indonesia tidak cukup konsisten—ada yang menggunakannya untuk merujuk
pada penutup kepala itu sendiri. Sedangkan yang lain menggunakannya untuk merujuk pada pakaian komplit.
51
6. Penyebaran Wacana Jilbab
Meskipun batasan tubuh perempuan Muslim yang pantas diperlihatkan di muka umum bukanlah hal yang baru, misalnya seperti yang dianjurkan oleh KH.
Ahmad Dahlan kepada para santrinya, tetapi sejak tahun 80-an terdapat penekanan yang berbeda. Aturan dalam berpakaian semakin ditekankan
berdasarkan tafsir atas kode moral yang diambil dari ayat Al-Qur’an QS. An Nur dan QS. Al Ahzab yang ditafsirkan secara literal. Penyebaran tafsir literal tersebut
tidak bisa dilepaskan dari gerakan Islamisme seperti Ikhwanul Muslimin, Negara Islam Indonesia, Imron, dan sebagainya. Visi politis gerakan Islamisme mereka
adalah gerakan pemurnian Islam secara harfiyah dan pembentukan negara Islam. Istilah menjadi seorang muslim yang kaffah sempurna, misalnya, sering menjadi
status bagi orang-orang yang mengikutinya. Demikian pula dalam hal berpakaian, jilbab adalah cara berpakaian untuk menjadi seorang muslimah yang kaffah.
Dengan adanya faktor gerakan Islamisme yang kental, jilbab pada awalnya seringkali dilekatkan dengan status aktivis. Wacana mengenai jilbab seringkali
dibahas dalam ruang-ruang perkumpulan seperti ta’lim atau mentoring yang secara umum mengkaji mengenai ajaran Islam. Ta’lim atau mentoring ini
51
El Guindi, hal. 225.
58 biasanya dilakukan oleh kalangan mahasiswa di kampus, lalu menyebar ke
sekolah-sekolah. Di dalam perkumpulan-perkumpulan tersebut, batasan mengenai cara berpakaian yang benar menurut Al-Qur’an terus menerus
ditekankan dan dibahas. Karena jilbab adalah cara berpakaian yang benar maka di luar itu terdapat cara berpakaian yang bertentangan atau disebut sekuler. Dalam
pengalaman saya saat bersinggungan dengan perkumpulan-perkumpulan masjid di kampus, cara berpakaian yang benar ini selalu menjadi sorotan khusus.
Berjilbab tidak sekadar berjilbab, tetapi harus sesuai dengan batasan berdasarkan Al-Qur’an tetapi menurut interpretasi mereka. Jilbab yang dianggap paling benar,
misalnya, adalah pakaian longgar panjang dengan tambahan kain yang menjulur ke dada secara rapi. Secara halus, bentuk-bentuk pakaian dan jilbab yang
dikenakan menciptakan kelas, yaitu jilbab yang benar dan jilbab yang masih sekuler. Tetapi walaupun cara berjilbab rapat dengan batasan-batasan yang
berbeda semacam itu hadir, makin banyak perempuan muda yang mengenakannya.
B. GEGER BUDAYA JILBAB PELARANGAN JILBAB DI SEKOLAH, PEMINGGIRAN KESEMPATAN KERJA