Definisi Otoetnografi METODE PENELITIAN

31 1997 menerbitkan esai-esai tentang pentingnya kisah pribadi dan relasinya terhadap teori, lalu bersama-sama Ellis mereka mulai menyunting serial buku Ethnographic Alternatives yang kesemuanya menggambarkan cara dan alasan pengalaman pribadi harus digunakan dalam penelitian. Buku penting lainnya adalah karya dari Reed-Danahay yaitu AutoEthnography 1997 dan buku Handbook of Qualitative Research Denzin Lincoln, 1994 yang memasukkan bab tentang pengalaman pribadi dan penelitian Clandinin Connely, 1994 dan menulis sebuah metode penelitian Richardson, 1994. 23

2. Definisi Otoetnografi

Otoetnografi merujuk pada sebuah pendekatan dan penulisan yang mencoba untuk menjelaskan dan menganalisa secara sistematik pengalaman pribadi auto lihat misalnya Ellis, 2009a; Ellis, Adams, Bochner, 2011. 24 Penelitian ini menentang cara kanonistik dalam melakukan penelitian, yaitu merepresentasi orang lain, dan memperlakukan penelitian sebagai sesuatu yang politis, hanya untuk kepentingan keadilan sosial dan tindakan kesadaran-secara sosial. Seorang peneliti menggunakan prinsip-prinsip otobiografi dan etnografi untuk ‘melakukan’ dan ‘menulis’ otoetnografi. Oleh karena itu, sebagai sebuah metode, otoetnografi merupakan sebuah proses sekaligus hasil Ellis, Adams, and Bochner 2011. 25 Lebih jelasnya lagi otoetnografi adalah kajian relasi antara diri dan orang lain dengan seluruh dimensi di dalamnya. Pertama, kita melihat melalui lensa 23 Ibid., hal. 255-256. 24 Ibid., hal. 253. 25 Carolyn Ellis dan Tony E. Adams, 255. 32 besar seorang etnografer, memfokuskan diri pada lapisan luar sosial dan aspek budaya pengalaman personal kita; kemudian kita lihat dari lapisan dalam, menyingkap diri yang rapuh yang digerakkan oleh atau bergerak melalui, membiaskan, dan melawan interpretasi budaya. Ketika kita memperbesar lapisan luar dan dalam, depan dan belakang, perbedaan antara pribadi dan budaya menjadi kabur, kadang-kadang melampaui perbedaan yang dengan jelas dikenali. Otoetnografi merujuk pada menulis tentang pribadi dan relasinya dengan budaya. Ini adalah genre penulisan dan penelitian otobiografis yang menunjukkan banyak lapisan kesadaran. 26 Otoetnografi menggunakan refleksivitas untuk menggambarkan pertemuan intersection antara diri dan masyarakat, yang khusus dan umum, yang personal dan yang politis Berry Clair, 2011 dalam Ellis dan Adams: The Oxford Handbook of Qualitative Research 2014. Otoetnografi juga mengenal dan menghormati hubungan antara peneliti dengan orang lain Ellis, 2007, dan memperlakukan peneliti sebagai sebuah tindakan yang secara sosial sadar Holman Jones, 2005a dan membantu memanusiakan secara emosi proses penelitian. 27 Otoetnografi juga menyatakan secara tidak langsung hubungan: kisah yang ditulis peneliti menghubungkan antara diri dengan budaya; cara otoetnografer meneliti dan menulis kisah ini menyatukan antara metode ilmu sosial dengan kepekaan estetika kemanusiaan, praktik etnografi dengan bentuk seni dan sastra yang ekspresif. Otoetnografer menulis kisah tentang hidupnya karena berpikir 26 Carolyn Ellis, Ethnographic I: A Methodological Novel About Autoethnography, 2004, United Kingdom: Rowman Littlefield Publishing Group, hal. 37-38. 27 Ibid., 257. 33 bahwa kisah hidup yang khusus dapat membuktikan sebuah cara yang berguna tentang pengalaman manusia secara umum. Perlu ditekankan di sini, meskipun dalam otoetnografi diberikan kesempatan untuk menghadirkan pengalaman peneliti cukup besar, tetapi otoetnografi jelas tidak sama dengan otobiografi. Otoetnografi tetap berfokus pada budaya yang hendak diteliti, bukan semata-mata pada diri personal peneliti seperti dalam otobiografi. Untuk persoalan-persoalan tertentu, jika peneliti mempunyai akses yang lebih besar atau bahkan lebih dalam terhadapnya, alih-alih hanya meneliti orang lain, memeriksa persoalan atau wacana yang bekerja di dalam diri sendiri menjadi begitu penting. Kembali lagi ke persoalan ‘objektivitas’, kita menghadirkan pengalaman peneliti melebihi yang dilakukan dalam etnografi tradisi lama, berupaya untuk tidak terjebak pada ‘mengobjektifikasi’ data atau pengamalan hidup orang lain yang diteliti. Kecenderungan untuk mengobjektifikasi pengalaman orang lain ini misalnya adalah ketika peneliti melihat data tersebut secara statis untuk kemudian dianalisa sesuai dengan kerangka teori yang akan dipakai. Hal lainnya yang bisa ditambahkan tentang otoetnografi, jika merujuk pada Paula Saukko, dapat dilakukan perbandingan dengan pengalaman hidup orang lain. 28 Dengan demikian, di sini saya lebih memilih komparasi antara diri sendiri dan orang lain. Jalan semacam ini memungkinkan bukan hanya perbandingan pengalaman tetapi juga tentu saja refleksi yang lebih kompleks atas bekerjanya sebuah wacana di dalam diri—baik diri sendiri maupun narasumber—yang tengah 28 Paula Saukko menggunakan otoetnografi dalam rangka menginterogasi pengalaman sebagai anorexia, The Anorexia Self: A Personal, Political Analysis of a Diagnostic Discourse, New York: State University of New York Press. 34 diteliti. 29 Secara konseptual, untuk mencapainya, otoetnografi menggunakan prinsip-prinsip hermeneutika atau fenomenologi untuk memahami pengalaman hidup yang berbeda. Selain itu, prinsip fenomenologis ini bertujuan, pertama, untuk mengetahui muatan sosial social baggage yang merintangi pemahaman kita mengenai pengalaman yang berbeda. Kedua, adalah agar menjadi lebih kritis atas batasan-batasan pemahaman kita sendiri yang mengembangkan sensitifitas atau keterbukaan melalui kemungkinan perbedaan pengalaman hidup yang radikal. Karakteristik fitur lainnya, sebagaimana juga fenomenologi, adalah secara khusus tertarik pada moda pengalaman hidup seperti emosi Douglas, 1977; Ellis, 1991, perwujudan embodiment Merleau-Ponty, 1962 atau yang suci Buber, 1970; Levinas, 1985 yang seringkali diabaikan dalam penelitian sosial yang berorientasi rasionalistik. Salah satu argumentasi paradigma bahwa ini adalah cara non-rasional untuk berhubungan dengan dunia ini seringkali dihubungkan dengan kelompok-kelompok yang terbungkam, seperti perempuan atau orang non-Barat yang dibungkam oleh dunia Barat, atau laki-laki kulit putih yang berfokus pada rasionalitas. Kemudian, otoetnografi mengembangkan bentuk kajian dan tulisan yang bertujuan untuk lebih adil terhadap emosi dan bentuk- bentuk pengetahuan yang mewujud. 30 29 Maso, dalam Paula Saukko, Doing Research in Cultural Studies: An Introduction to Classical and New Methodological Approaches, London: Sage Publications, hal. 57. 30 Paula Saukko, hal. 57. 35

3. Strategi Pendekatan