29 tunggal dan istimewa. Tanpa wacana ‘perempuan dunia ketiga’ representasi
feminis barat yang lebih maju dalam hal kesetaraan jender tidak akan ada. Bagi Mohanty, keduanya bersifat saling mendukung. Oleh karena itu, sudah saatnya
melampaui Marx yang sempat menyatakan bahwa yang terkoloni tidak bisa merepresentasikan diri, mereka harus direpresentasikan. Melalui semangat
Mohanty inilah, perempuan muslim dunia ketiga, sangat perlu untuk merepresentasikan diri agar dapat tergambar dengan jelas dan dinamis saat hidup
dalam wacana jilbab, yang seringkali dianggap sebagai sumber opresi. Penyederhanaan pengalaman, dengan demikian merupakan penyederhanaan diri
‘perempuan’. oleh karena itu, menghadirkan pengalaman yang kompleks dalam jilbab yang akan dikerjakan dalam tesis saya ini, sepenuhnya sesuai dengan
semangat yang diusung oleh Mohanty. Sudah saatnya pihak yang selalu dibicarakan, kini berbicara.
H. METODE PENELITIAN
1. Sejarah Otoetnografi
Istilah otoetnografi adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan sebuah kajian yang di dalamnya pelaku budaya memberikan kisahnya sendiri
tentang budaya mereka.
19
Meskipun demikian, pada dasarnya semua jenis etnografi merupakan ‘etnografi-diri’ yang di dalamnya terdapat keterlibatan
pribadi lalu dianalisa secara khusus. Sementara, otoetnografi secara khusus
19
K. Heider 1975 dalam Carolyn Ellis dan Tony E. Adams, “The Pursposes, Practices, and Principles of Autooethnographic Research: The Oxford Handbook of Qualitative Research, 2014, New York:
Oxford University Press.
30 digunakan oleh mereka untuk menggali posisi antropologi dan relevansinya
terhadap dunia akademis dan masyarakat.
20
Otoetnografi dipakai untuk menggambarkan antropolog yang menghantarkan dan menulis tentang
‘masyarakat mereka sendiri sekaligus sebagai peneliti yang memilih sebuah “lapangan penelitian”, yang menghubungkan pada satu identitas mereka sendiri
atau sebuah kelompok.
21
Meskipun istilah ‘otoetnografi’ tidak terlalu sering dipakai selama tahun 1980-an, para sosiolog, antropolog, sarjana komunikasi dan
lainnya melakukan interpretasi oral, etnografi pertunjukkan, dan peneliti feminis mulai menulis dan menganjurkan bentuk narasi personal, subjektivitas, dan
refleksi dalam penelitian. Para peneliti tersebut tertarik pada pentingnya berkisah dan penciptaan budaya, serta secara progresif terlibat dengan jejak pribadi dalam
praktik etnografi. Terdapat penolakan gagasan bahwa etnografi harus menyembunyikan subjektivitas di belakang atau menghidupkan terus menerus
aura objektivitas dan kemurnian. Para peneliti ini mulai melibatkan diri mereka sebagai bagian dari apa yang mereka teliti, sering menulis cerita tentang proses
penelitian dan sesekali memfokuskan diri pada pengalaman mereka sendiri.
22
Periode 1990-an banyak bermunculan sumber-sumber mengenai
otoetnografi lintas berbagai disiplin ilmu, misalnya Carolyn Ellis menerbitkan sebuah buku: Final Negotiations; Ellis, 1995a dan lebih dari dua lusin esai tentang
otoetnografi dan menyunting dua buku tentang pengalaman pribadi dalam penelitian—Investigating Subjectivity dengan Michael Flaherty; Ellis, 1992 dan
Composing Ethnography Dengan Art Bochner; Ellis, 1960an Bochner 1994;
20
Ibid, Goldsmidt 1977
21
Ibid, Hayano 1979
22
Carolyn Ellis dan Tony E. Adams, 255.
31 1997 menerbitkan esai-esai tentang pentingnya kisah pribadi dan relasinya
terhadap teori, lalu bersama-sama Ellis mereka mulai menyunting serial buku Ethnographic Alternatives yang kesemuanya menggambarkan cara dan alasan
pengalaman pribadi harus digunakan dalam penelitian. Buku penting lainnya adalah karya dari Reed-Danahay yaitu AutoEthnography 1997 dan buku
Handbook of Qualitative Research Denzin Lincoln, 1994 yang memasukkan bab tentang pengalaman pribadi dan penelitian Clandinin Connely, 1994 dan
menulis sebuah metode penelitian Richardson, 1994.
23
2. Definisi Otoetnografi