Kegiatan Pendahuluan Data Pengelolaan Pelaksanaan Pembelajaran di Kelas Inklusi
71
yang dipersiapkan secara khusus dalam kegiatan pembelajaran di kelas inklusi. Hasil observasi di kelas inklusi memperlihatkan bahwa media yang digunakan
sebagian besar berupa media visual yakni buku paket dan LKS. Semua siswa menggunakan buku paket sebagai media pembelajaran. Tidak ada media khusus
yang disiapkan oleh guru dalam melaksanaakan pembelajaran. Dengan demikian dapat diartikan media pembelajaran di kelas inklusi berlaku penggunaannya untuk
semua siswa yang ada di kelas inklusi. Sedangkan untuk pendekatan yang digunakan dalam pelaksanaan pembelajaran terlihat bahwa guru kelas maupun
guru mata pelajaran menggunakan pendekatan secara umum atau klasikal untuk semua siswa di kelas inklusi. Hal tersebut terlihat dari hasil observasi bagaimana
guru memberikan kesempatan untuk bertanya maupun menjawab, menyampaikan materi dan menggunakan metode kepada semua siswa secara sama tanpa ada
perbedaan. Dari perlakuan seperti di atas dapat diketahui bahwa guru tidak membedakan siswa di kelas inklusi. Padahal dikelas V sudah diketahui bahwa
ABK yang ada sangat lambat dalam menerima materi bahkan belum bisa menulis dan membaca. Kondisi seperti ini idealnya guru yang mengajar membantu siswa
ABK dengan memberikan pendekatan individu namun yang terlihat justru ABK terabaikan oleh guru.
4 Mengelola kelas Tugas lain yang diemban guru dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran
di kelas inklusi adalah selain meyampaikan materi adalah mengelola kelas untuk menciptakan kondisi kelas yang mendukung kegiatan pembelajaran, menciptakan
kenyamanan, untuk semua warga kelas. Hasil observasi di kelas V
72
memperlihatkan bahwa hubungan guru dan peserta didik terutama siswa ABK kurang hangat, ABK tidak diberi dorongan motivasi dan justru diabaikan oleh
guru. Hal serupa juga terlihat dari interaksi antara siswa normal dan siswa ABK di kelas V. Interaksi yang terjalin antara siswa normal dan siswa ABK tidak
sehangat interaksi sesama siswa normal, hanya beberapa teman yang mengajak diskusi maupun bermain dengan ABK. Dalam pengamatan juga terlihat adanya
ketidakharmonisan siswa normal dan ABK. Dalam salah satu observasi pernah terjadi perkelahian antara siswa normal dan ABK. Kondisi tersebut terjadi pada
saat guru meninggalkan kelas untuk rapat. Ketua kelas yang harusnya melerai justru tidak bisa berbuat apa-apa. Hal tersebut menunjukkan kondisi kelas yang
kurang ramah dan hangat sebagai kelas inklusi. Selain kondisi kelas yang kurang ramah, pengaturan tempat duduk di kelas inklusi juga belum diperhatikan oleh
guru yang mengajar. Dari hasil wawancara dengan NG tanggal 23 September 2014 mengenai pengaturan tempat duduk di kelas inklusi “saya membebaskan
siswa untuk duduk, tidak ada pengaturan tempat duduk dan apabila akan dirubah terkendala juga dengan banyaknya jumlah siswa jika akan diatur”. Hal serupa juga
dinyatakan oleh SU dan NR bahwa mereka tidak mengatur tempat duduk siswa. Tempat duduk yang tidak diatur oleh guru menyebabkan siswa ABK
menjadi tersisihkan. Dari hasil observasi terlihat bahwa tempat duduk untuk ABK di kelas inklusi justru berada di tempat paling belakang dan beberapa justru duduk
sendirian tanpa teman. Selain mendapatkan tempat duduk paling belakang, siswa ABK di kelas inklusi ini juga jarang mendapatkan bimbingan dari guru kelas. Di
kelas III guru kelas masih bisa memberikan bimbingan walaupun tidak sering