72
memperlihatkan bahwa hubungan guru dan peserta didik terutama siswa ABK kurang hangat, ABK tidak diberi dorongan motivasi dan justru diabaikan oleh
guru. Hal serupa juga terlihat dari interaksi antara siswa normal dan siswa ABK di kelas V. Interaksi yang terjalin antara siswa normal dan siswa ABK tidak
sehangat interaksi sesama siswa normal, hanya beberapa teman yang mengajak diskusi maupun bermain dengan ABK. Dalam pengamatan juga terlihat adanya
ketidakharmonisan siswa normal dan ABK. Dalam salah satu observasi pernah terjadi perkelahian antara siswa normal dan ABK. Kondisi tersebut terjadi pada
saat guru meninggalkan kelas untuk rapat. Ketua kelas yang harusnya melerai justru tidak bisa berbuat apa-apa. Hal tersebut menunjukkan kondisi kelas yang
kurang ramah dan hangat sebagai kelas inklusi. Selain kondisi kelas yang kurang ramah, pengaturan tempat duduk di kelas inklusi juga belum diperhatikan oleh
guru yang mengajar. Dari hasil wawancara dengan NG tanggal 23 September 2014 mengenai pengaturan tempat duduk di kelas inklusi “saya membebaskan
siswa untuk duduk, tidak ada pengaturan tempat duduk dan apabila akan dirubah terkendala juga dengan banyaknya jumlah siswa jika akan diatur”. Hal serupa juga
dinyatakan oleh SU dan NR bahwa mereka tidak mengatur tempat duduk siswa. Tempat duduk yang tidak diatur oleh guru menyebabkan siswa ABK
menjadi tersisihkan. Dari hasil observasi terlihat bahwa tempat duduk untuk ABK di kelas inklusi justru berada di tempat paling belakang dan beberapa justru duduk
sendirian tanpa teman. Selain mendapatkan tempat duduk paling belakang, siswa ABK di kelas inklusi ini juga jarang mendapatkan bimbingan dari guru kelas. Di
kelas III guru kelas masih bisa memberikan bimbingan walaupun tidak sering
73
karena ABK di kelas III masih bisa mengikuti kegiatan pembelajaran sehingga tidak begitu banyak membutuhkan bimbingan. Namun untuk siswa ABK di kelas
V yang belum bisa menulis dan membaca justru tidak memperoleh bimbingan sama sekali sehingga ABK di kelas V diabaikan oleh guru kelas V terutama FY.
c. Kegiatan Penutup Kegiatan akhir dari pembelajaran yaitu kegiatan penutup. Dalam kegiatan
penutup ada empat komponen yakni membuat kesimpulan mengualang secara ringkas, memberitahu materi berikutnya dan memberikan tugas. Berdasarkan hasil
obeservasi pelaksanaan pembelajaran di kelas inklusi menunjukkan bahwa kegiatan penutup tidak selalu dilakukan oleh guru. Sebagaian besar guru langsung
mengakhiri kegiatan pembelajaran dengan berdoa secara bersama-sama
Pengelolaan pelaksanaan pembelajaran di kelas inklusi SD Negeri Burat belum dikelola secara optimal dengan memperhatikan kondisi peserta didik.
Pelaksanaan pembelajaran dilakukan secara umum yakni menyamakan pembelajaran ABK dengan siswa normal. Guru masih menerangkan materi secara
klasikal, metode dan media yang dipergunakan juga disamakan dengan siswa normal bahkan pengaturan tempat duduk belum dikelola secara tepat. Pengelolaan
pembelajaran di kelas inklusi pada dasarnya memegang prinsip bahwa sistem pembelajaran yang disesuaikan dengan kondisi siswa. Hal tersebut terjadi di SD
Negeri Burat karena guru kelas masih mengalami kesulitan untuk memberikan pembelajaran yang tepat dan sesuai untuk ABK di kelas inklusi. NR juga
mengakui dan menuturkan kesulitan yang dialami dalam mengajar di kelas inklusi. Hal ini diutarakan NR dalam wawancara tanggal 26 September 2014
74
sebagai berikut “Ada kesulitan, pertama cara mengajarnya, penyampaian materi, metode yang digunakan. Kadang bingung mau memakai metode apa. Kalau
ceramah saja nanti yang ABK tidak paham”. Permasalahan yang diungkapkan NR terkait dengan pembelajaran di kelas inklusi memang menjadi kendala bagi guru
yang mengajar di kelas inklusi. Hal ini karena belum semua guru mengetahui cara mengajar di kelas inklusi penyebabnya karena guru yang mengajar belum pernah
mengikuti diklat mengenai pembelajaran di kelas inklusi.
3. Data Pengelolaan Evaluasi Pembelajaran di Kelas Inklusi
Pengelolaan evaluasi pembelajaran dilakukan agar evaluasi yang dilakukan dapat tepat dan sesuai. Evaluasi berguna untuk mengetahui dan mengukur
kemampuan siswa. Evaluasi yang ada di kelas inklusi SD Negeri Burat dikelola secara bersama-sama tanpa ada perbedaan dengan evaluasi siswa normal. Karena
tidak ada perbedaan dalam evaluasi di kelas inklusi maka ABK mendapatkan berbagai macam penilaian yang sama dengan siswa normal. Hal ini diungkapkan
oleh NG pada tanggal 23 September sebagai berikut: “Macam-macam penilaiannya ada penilaian tertulis bisa pilihan ganda dan
uraian itu biasanya di tugas, ulangan harian, tengah semester, akhir semester. Ada penilaian sikap juga, kalau penilaian sikap itu memang ada di
kurikulum 2013 aspeknya ada sosial dan spiritual. Ada juga nilai ketrampilan di SBK entah nggambar atau buat kerajinan. Kemarin ketika
SBK FA juga membuat kerajinan padahal kan tangan kananya agak susah untuk digerakkan”
Dalam kegiatan evaluasi tersebut pihak sekolah terutama guru tidak
memberikan perbedaan taraf kesulitan soal untuk siswa yang memiliki kebutuhan khusus di kelas inklusi. Hal ini diungkapkan oleh SU pada tanggal 6 Oktober
2014 sebagai berikut “seperti saat ini sedang ujian tengah semester, soal yang
75
diberikan memang sama hanya penilaiannya yang berbeda misalkan yang normal 8 yang ABK 4 itu sudah lumayan”.
Hal tersebut juga terlihat dalam kegiatan observasi oleh peneliti yang memperlihatkan bahwa soal yang diberikan untuk penilaian pembelajaran di kelas
inklusi tidak dibedakan oleh guru. Untuk waktu pelaksanaan evaluasi, bergantung dari capaian materi yang telah disampiakan oleh guru. Untuk penilaian secara
mingguan didasarkan pada KD yang telah selesai diberikan untuk peserta didik biasanya satu KD langsung dilaksanakan evaluasi sehingga tidak terlalu banyak
KD yang dipelajari. Hasil evaluasi atau penilaian di kelas inklusi memiliki ketercapaian yang
berbeda-beda pada setiap siswa. Berdasarkan hasil wawancara dan observasi diperoleh keterangan bahwa siswa ABK yang ada di kelas memperoleh nilai
dibawah standar. Hal ini dapat diungkapkan NG “kalau ABK disini kan lambat belajar ya nilainya jauh di bawah anak normal ada yang tunagrahita tetapi sudah 1
tahun ini tidak pernah masuk sekolah dan pihak sekolah juga tidak bisa mengeluarkan”.
Pengelolaan evaluasi pembelajaran di kelas inklusi belum dilakukan terutama dalam pembuatan soal belum dilakukan dengan melihat kondisi peserta
didik. Pengelolaan evaluasi disamakan dengan pengelolaan evaluasi siswa normal namun untuk pelaporan hasil belajar siswadi kelas inklusi dibedakan antara siswa
normal dan siswa ABK. Pihak sekolah memberikan dua jenis rapor yang diberikan kepada siswa berkebutuhan khusus yakni berupa rapor umum dana
rapor khusus. Hal tersebut disampaikan oleh SU “Rapornya juga beda ada dua
76
rapor khusus dan rapor umum sehingga nanti ketika anak melanjutkan sekolah biasanya rapor sebagai syarat sehingga kita berikan dua macam rapor”.
C. Analisis Data Pengelolaan Pembelajaran Kelas Inklusi
1. Pengelolaan perencanaan pembelajaran di kelas inklusi
Reduksi data. Perencanaan pembelajaran di kelas inklusi SD Negeri Brat dalam arti sempit adalah penyusunan RPP dan penyiapan materi. Namun
perencanaan yang disiapkan bukan hanya penyusunan RPP dan materi namun juga menyangkut metode, media maupun pendekatan yang akan digunakan dalam
mengajar di kelas inklusi. Guru kelas maupun guru mata pelajaran tidak mengelola secara khusus perencanaan pembelajaran untuk anak berkebutuhan
khusus. Guru perlu memperhatikan kondisi siswa di kelas inklusi dalam merencanakan pembelajaran diantranya mencakup pembuatan RPP,
merencanakan materi pembelajaran, media, metode dan pendekatan pembelajaran. Penyajian data yang dilakukan dalam mengelola perencanaan pembelajaran ,
guru menyiapakan silabus dan RPP, materi, media dan metode serta pendekatan yang akan digunakan untuk kegiatan pembelajaran. Namun hal tersebut tidak
dibedakan antata siswa normal dan ABK. Pemaknaan. Perencanaan pembelajaran di kelas inklusi tertuang dalam
dokumen RPP. Dokumen RPP tersebut berfungsi sebagai skenario dalam melaksanakan pembelajaran. Oleh karena itu perencanaa perlu di kelola secara
tepat agar tujuan pembelajaran dapat tercapai. Guru kelas maupun guru mata pelajaran dalam perencanaan pembelajaran di kelas inklusi perlu membedakan
77
dalam hal metode, materi maupun pendekatan pembelajarannya. Pembedaan tersebut berfungsi untuk membantu ABK yang tidak bisa mengikuti pembelajaran
seperti siswa normal. Dengan adanya perbedaan materi, metode, maupun media berarti guru kelas maupun guru mata pelajaran memperhatikan kondisi siswa
sehingga ABK mendapatkan pendidikan yang semestinya sesuai dengan kondisi yang ada. Selama ini perencanaan pembelajaran di kelas inklusi SD Negeri Burat
belum memperhatikan kondisi peserta didik di kelas inklusi sehingga perencanaan yang disiapkan masih secara umum dan tidak memperhatikan keadaan ABK di
kelas inklusi. Pembuatan silabus RPP dilakukan secara bersama-sama di forum KKG pada awal semester. Dimana dalam penyusunan RPP guru membuat secara
umum untuk pembelajaran siswa normal. RPP berfungsi sebagai pedoman dalam melaksnakan proses pembelajaran hingga evaluasi pembelajaran. Oleh karena itu
perbaikan dalam perencanaan pembelajaran di kelas inklusi SD Negeri Burat harus dilakukan oleh guru yang mengajar di sekolah inklusi terutama perlu
melihat hasil pemeriksaan psikologis siswa sehingga perencanaan pembelajarang di kelas inklusi bisa sesuai dan tepat untuk pelaksanaan pembelajaran di kelas
inklusi.
2. Pengelolaan pelaksanaan pembelajaran di kelas inklusi
Reduksi. Pelaksanaan pembelajaran di kelas inklusi belum berjalan optimal. Dalam pelaksanaan pembelajaran di kelas inklusi, metode pembelajaran yang
digunkan adalah metode pembelajaran dengan menggunakan ceramah dan bersifat umum untuk semua ssiwa. Penyampaian materi pembelajaran di kelas inklusi
disamakan dengan siswa normal sehingga kedalaman dan keluasan materi yang di
78
pelajari siswa di kelas inklusi memiliki kesamaan. Sedangkan penggunaan media pembelajaran lebih sering berupa media visual seperti buku paket. Pendekatan
yang digunakan dalam melakukan pembelajaran di kelas inklusi sebagian besar pendekatan klasikal. Lebih lanjut dalam pelaksanaan pembelajaran guru tidak
mengelola kelas khususnya tempat duduk sehingga ABK mendapatkan tempat duduk paling belakang. Dalam mengelolaan pelaksanaan pembelajaran di kelas
inklusi guru kelas melakukan pengelolaan pelaksanaan pembelajaran seperti pelaksanaan pembelajaran kelas regular yang tidak ada peserta didik ABK. Tidak
ada perbedaan yang mencolok yang dilakukan oleh guru dalam mengelola pelaksanaan pembelajaran kelas inklusi
Penyajian data. Proses pelaksanaan pembelajaran antara guru dan siswa dilakukan dengan tatap muka dan klasikal. Hal ini karena sebagian besar siswa
yang belajar adalah siswa normal. Penyampaian materi diberikan secara sama tanpa ada perbedaan. Demikian juga dalam penggunaan metode yang tidak
dibedakan antara siswa normal dan siswa berkebutuhan khusus. ABK di kelas inklusi memiliki kemampuan memahami yang sangat lambat sehingga dalam
menyerap materi tidak dapat sepenuhnya. Pemaknaan. Proses pembelajaran yang terjadi antara guru dan siswa adalah
secara tatap muka namun penyampaian materi dan penggunaan metode yang sama memperlihatkan bahwa guru masih kurang mengetahui tentang proses
pembelajaran di kelas inklusi yang sebenarnya dimana kemampuan anak menjadi pedoman dalam memberikan materi pembelajaran. Mengajar siswa di kelas
inklusi memang pekerjaan yang tidak mudah karena kemampuan anak yang