Peningkatan kapabilitas risiko operasional Optimalisasi portofolio kredit Risiko Kredit

151 BNI Laporan Tahunan 2014 perusahaan anak yang bergerak di bidang asuransi yakni BNI Life Insurance dikecualikan dalam perhitungan ATMR. Pengungkapan Kuantitatif struktur permodalan Bank secara individu dan konsolidasi selengkapnya dalam tabel 1.a.

3. ICAAP dan Stress Testing

Internal Capital Adequacy Assessment Process ICAAP merupakan penilaian kecukupan modal internal yang terintegrasi, saat ini sedang terus disempurnakan oleh BNI. Proses yang telah dilakukan adalah sebagai berikut: a. Penetapan Risk Appetite yang selaras dengan sasaran dan strategi bisnis. b. Alokasi modal kepada setiap Risk Taking Unit RTU berdasarkan potensi risiko atas target bisnis yang telah ditetapkan. c. Penetapan tingkat kecukupan modal minimum sesuai profil risiko dengan mempertimbangkan 8 delapan jenis risiko yaitu risiko kredit, risiko pasar, risiko operasional, risiko likuiditas, risiko hukum, risiko stratejik, risiko kepatuhan dan risiko reputasi. d. Stress testing untuk risiko pasar dan risiko kredit dilakukan secara periodik atau dalam kondisi terjadi perubahan makro ekonomi. Pendekatan skenario stress testing yang komprehensif dilakukan untuk menilai kecukupan modal sesuai tuntutan regulator dan macro economic stress. Proses dan hasil penilaian kecukupan modal internal dituangkan dalam satu dokumen ICAAP. Pengembangan Manajemen Risiko Ke Depan Untuk pengembangan kedepan, BNI telah merencanakan beberapa inisiatif untuk meningkatkan kapabilitas dan kualitas penerapan manajemen risiko, antara lain:

1. Antisipasi Basel III

Ketentuan sesuai Basel III yang diakomodir dalam PBI No. 1512PBI2013 tentang Kewajiban Penyediaan Modal Minimun Bank Umum, yaitu selain kewajiban penyediaan modal minimum sesuai profil risiko, Bank juga diwajibkan untuk membentuk tambahan modal sebagai penyangga buffer , yang meliputi Capital Conservation Buffer, Countercyclical Buffer dan Capital Surcharge untuk Domestic Systematically Important Bank D-SIB. Untuk mengantisipasi pemenuhan tersebut, beberapa alternatif yang dilakukan oleh BNI antara lain: corporate action untuk menambah modal, membatasi eksposur surat berharga AFS, memperbaiki peringkat profil risiko, dan memantau pertumbuhan Aktiva Tertimbang Menurut Risiko. Selain itu, terkait antisipasi implementasi Basel III BNI juga telah merencanakan untuk melakukan penyempurnaan manajemen risiko likuiditas berupa penerapan Liquidity Coverage Ratio LCR pada tahun 2015 yang bertujuan untuk memperkuat dan meningkatkan kualitas manajemen risiko likuiditas.

2. Keselarasan Risk Appetite, Capital Allocation, dan Risk Adjusted Performance Measurement

Keselarasan antara risk appetite, alokasi modal capital allocation sampai proses penilaian kinerja berbasis risiko risk adjusted performance measurement , dimulai dari penetapan risk appetite bankwide berikut cascading-nya ke masing-masing risk taking unit, dilanjutkan dengan perhitungan Risk Weighted Asset dari target bisnis yang akan digunakan sebagai dasar untuk mengalokasikan modal ke masing-masing risk taking unit . Besarnya total modal yang dialokasikan harus sesuai dengan kemampuan modal risk capacity BNI secara keseluruhan yang ditetapkan pada saat penyusunan rencana strategis bank dan dituangkan dalam Rencana Bisnis Bank RBB BNI untuk satu tahun kedepan. Selanjutnya, modal yang digunakan Risk Taking Unit digunakan sebagai dasar untuk penilaian Risk Adjusted Performance Measurement RAPM di masing-masing risk taking unit.

3. Peningkatan kapabilitas risiko operasional

Aplikasi manajemen risiko operasional yang dimiliki BNI saat ini PERISKOP belum mencakup kapabilitas capital calculator, untuk itu pada tahun 2015 BNI berencana memperbaharui aplikasi yang dimiliki yang mencakup penambahan dan perluasan kapabilitas aplikasi sehingga menjadi solusi yang dapat meningkatkan pengelolaan risiko menjadi lebih baik. Selain itu BNI juga berencana untuk menyelesaikan penerapan Business Continuity Management BCM di 3 tiga cabang luar negeri, yaitu Cabang Tokyo, Cabang London dan Cabang New York.

4. Optimalisasi portofolio kredit

Dalam rangka memitigasi risiko distribusi dan konsentrasi penyediaan dana pada individu debitur, kelompok debitur, maupun sektor industri sebagaimana Pilar 2 Basel II dan sebagai upaya BNI dalam menetapkan komposisi BNI Laporan Tahunan 2014 Tinjauan Fungsional portofolio terbaik, pada tahun 2015 BNI akan memperkuat manajemen portofolio kredit dengan mengimplementasikan model risiko konsentrasi dan optimalisasi portofolio kredit. 5. Selain beberapa inisiatif di atas, BNI juga akan terus meningkatkan risk awareness, melalui peningkatan risk culture di jajaran manajemen maupun kepada seluruh pegawai, yang dilakukan baik melalui pendekatan top down maupun bottom up sehingga tercipta strong risk culture. Penerapan Manajemen Risiko Masing-Masing Risiko Dalam mengelola risiko secara komprehensif dan efektif diperlukan infrastruktur manajemen risiko yang mencakup Tata Kelola dan Organisasi termasuk SDM, Kebijakan dan Prosedur, Proses Manajemen Risiko, Perangkat dan Metode Pengukuran termasuk Kuantifikasi Model Risiko, dan didukung oleh Teknologi Informasi dan Budaya Risiko yang kuat. Infrastruktur masing-masing risiko yang telah dikembangkan dan diimplementasikan adalah sebagai berikut:

1. Risiko Kredit

Selama tahun 2014, BNI berhasil mengelola dan membatasi risiko kreditnya dengan baik, dimana portofolio kredit tumbuh sebesar 10,8 dengan rasio kredit bermasalah Non Performing Loan turun dari 2,17 menjadi 1,96 dan rasio cadangan kredit bermasalah meningkat dari 128,4 menjadi 130,1. Tata Kelola dan Organisasi Untuk menjaga dan meningkatkan kualitas kredit, proses kredit memisahkan fungsi antara unit bisnisfungsi pemasaran, yang dilakukan oleh Relationship Manager , dengan unit risikofungsi analisa kredit yang dilakukan oleh Credit Analyst. Proses persetujuan kredit dilakukan dalam Komite Kredit yaitu forum bersama pejabat pemutus kredit yang berwenang memutus kredit sesuai dengan limit kewenangan yang ditetapkan, yang terdiri dari pejabat dari unit bisnis dan unit risiko bisnis. Unit bisnis dan unit risiko bisnis berperan sebagai irst line of defense atau risk owner yang mengelola dan mengendalikan risiko kredit pada kegiatan operasional harian unit tersebut. Sesuai dengan pendekatan Customer Centric, organisasi risiko kredit dikembangkan sesuai dengan segmennya. Unit risiko bisnis di BNI terdiri dari Divisi Risiko Bisnis Korporasi, Divisi Risiko Bisnis Komersial Usaha Kecil, dan Divisi Risiko Bisnis Konsumer Ritel yang bertanggung jawab kepada Direktur Risiko Bisnis. Menurut fungsinya, organisasi risiko kredit pada dasarnya terbagi atas 3 tiga jenis aktivitas, yaitu: a. Credit Risk Operation Merupakan partner dari unit bisnis dalam proses kredit baik dari analisa, persetujuan, pemantauan serta remedial dan recovery. b. Credit Policy Bertugas menyiapkan kebijakan dan prosedur perkreditan yang diperlukan dalam proses kredit, seperti limit kewenangan, persyaratan- persyaratan perkreditan dan sebagainya. Fungsi ini dijalankan oleh Divisi Tata Kelola Kebijakan sebagai second line of defense. c. Credit Risk Management Mencakup portfolio planning, credit risk measurement , internal rating system, pricing dan sebagainya. Fungsi ini dijalankan oleh Divisi Manajemen Risiko Bank sebagai second line of defense . Kebijakan dan Prosedur Dalam rangka mendukung target bisnis dengan tetap menjaga kualitas portofolio, BNI telah memiliki Kebijakan Perkreditan Bank KPB yang diputus oleh Forum Komite Kebijakan Perkreditan KKP dan disetujui oleh Dewan Komisaris. KPB ini diterjemahkan ke dalam Pedoman Perusahaan Perkreditan yang diputus oleh Forum Komite Prosedur Perkreditan KPP untuk selanjutnya dilakukan pembakuan ke dalam Pedoman Perusahaan Business Banking seluruh segmen dan Pedoman Perusahaan Perkreditan Konsumer dan Ritel yang merupakan pedoman kerja aktivitas perkreditan di BNI. Saat ini BNI telah memiliki Pedoman Perusahaan dalam bentuk online yaitu BNI e-PP elektronik Pedoman Perusahaan. Proses Proses manajemen risiko kredit berlangsung secara berkesinambungan dalam suatu value chain activity , diawali dengan customer insight, portfolio planning , product development, loan origination monitoring , loan administration portfolio optimization . Manajemen Risiko 153 BNI Laporan Tahunan 2014 Pada tataran eksposur individu, proses manajemen risiko kredit dilaksanakan oleh Unit Bisnis dan Unit Risiko Bisnis melalui identifikasi antara lain verifikasi kebenaran data, pengukuran menggunakan perangkat analisa kredit, pemantauan melalui kunjungan berkala kepada nasabah dan review rating nasabah, dan pengendalian antara lain melalui penetapan limit, covenant, dan faktor mitigant. Pada tataran eksposur portofolio, eksposur kredit senantiasa dipantau dan dilaporkan secara berkala kepada Manajemen antara lain melalui Laporan Portofolio Pinjaman dan Forum Risiko dan Kapital Bidang Manajemen Risiko. Pada Forum Risiko dan Kapital Bidang Manajemen Risiko dilakukan evaluasi atas pencapaian target, penetapan langkah-langkah dan koordinasi tindak lanjut perbaikan, serta evaluasi atas efektivitas langkah- langkah perbaikan yang telah dilakukan. Secara umum governance dan alur proses perkreditan di BNI digambarkan sebagai berikut: Strategic, Planning Budgeing Customer Insight Product Dev. Loan OriginaionAcquisiion Monitoring Control Portofolio Opimizaion Relaionship Business Unit Cr edit Risk Oicer Supporing Business Unit Fir st line of de fense Sec ond line of de fense 1 2 4 3 5 6 7 8 9 • Business strategy • Risk appeite • General policies • Loan Portofolio Planning • Segmentaion • Value preposiion • Manage develop product • Markeing comm. • Business intelligent • Targeing • Prospecing • Sales • Relaionship • Pre-screening • Facility structure • Credit approval • Credit Commitee • Credit administraion • Booking transsacion • Legal documentaion • Restructuring • Liigaion • Collecion reovery • Portofolio risk overview • Customer proitability • Stress tesing • Agregate portofolio risk overview • Regulatory and economic capital • Stress tesing • Credit policy • Raing model • Loan pricing model • Legal admin monitoring • Portofolio monitoring • Credit analysis • Credit oicer capability • Early warning • Watchlist Analysis Approval Monitoring Opimizaion Crd. Adm. Remedial Collecion Portofolio Analysis Perangkat dan Metode Untuk mendukung proses bisnis dan pengelolaan risiko kredit, BNI telah mengembangkan beberapa perangkat manajemen risiko kredit baik pada tataran eksposur portofolio maupun individu. Pada tataran eksposur individu, BNI telah membangun dan mengembangkan model rating debitur yang mencakup seluruh segmen Business Banking dan Consumer Retail untuk menetapkan kualitas debitur dalam proses analisa kredit dan penetapan parameter Risiko Kredit mencakup Probability of Default PD, Loss Given Default LGD, Exposure at Default EAD sesuai dengan ketentuan Basel II. Model-model kuantitatif tersebut di-review dan divalidasi secara berkala. Pada tataran eksposur portofolio, Loan Exposure Limit LEL merupakan batas maksimum pinjaman dalam negeri di akhir tahun untuk setiap sektor ekonomi pada masing-masing segmen, yang digunakan sebagai pedoman ekspansi pinjaman dan sebagai salah satu upaya mengurangi risiko konsentrasi pinjaman. Selain itu, ditetapkan pula Industry Risk Rating IRR yang merupakan penilaian tingkat risiko industri, serta referensi rasio keuangan untuk masing-masing segmen. Sebagai bagian dari pengukuran risiko kredit, telah dilakukan stress testing risiko kredit untuk menilai ketahanan bank dalam menghadapi kondisi ekstrem. BNI Laporan Tahunan 2014 Tinjauan Fungsional Pembentukan Cadangan Kerugian Penurunan Nilai CKPN Penurunan nilai adalah suatu kondisi dimana nilai tercatat dari suatu aset melebihi dari nilai yang dapat dipulihkan dari aset yang bersangkutan. BNI melakukan evaluasi penurunan nilai atas seluruh aset keuangan kecuali aset keuangan yang diklasifikasikan dalam kelompok yang nilai wajarnya diukur melalui Laporan Laba Rugi Fair Value Through Proit and Loss. Pada setiap tanggal neraca setiap akhir bulan, BNI mengevaluasi apakah terdapat bukti objektif bahwa Aset Keuangan atau kelompok Aset Keuangan mengalami penurunan nilai. Bukti objektif tersebut adalah bukti terjadinya peristiwa yang merugikan sebagai akibat dari satu atau lebih peristiwa yang terjadi setelah pengakuan awal aset tersebut, dan peristiwa yang merugikan tersebut berdampak pada estimasi arus kas masa datang atas aset keuangan atau kelompok aset keuangan yang dapat diestimasi secara handal. Adapun bukti obyektif aset keuangan terjadi penurunan nilai adalah sebagai berikut: a. Kesulitan keuangan signifikan yang dialami penerbit atau debitur. b. Pelanggaran kontrak, yaitu terjadinya wanprestasi atau tunggakan pembayaran kewajiban debitur baik pokok, bunga dan denda. c. BNI dengan alasan ekonomi atau hukum sehubungan dengan kesulitan keuangan yang dialami pihak peminjam, memberikan keringanan konsesi pada pihak peminjam yang tidak mungkin diberikan jika pihak peminjam tidak mengalami kesulitan keuangan tersebut. d. Terdapat kemungkinan bahwa pihak peminjam akan dinyatakan pailit atau melakukan reorganisasi keuangan lainnya. e. Hilangnya pasar aktif dari aset keuangan akibat kesulitan keuangan, atau f. Data yang dapat diobservasi mengindikasikan adanya penurunan yang dapat diukur atas estimasi arus kas masa datang dari kelompok aset keuangan sejak pengakuan awal aset keuangan tersebut, meskipun penurunan belum dapat diidentifikasi terhadap aset keuangan secara individual dalam kelompok aset keuangan tersebut. Apabila Nilai Tercatat Aset Keuangan tersebut lebih besar daripada nilai yang dapat dipulihkan recoverable amount maka atas aset tersebut dibentuk Cadangan Kerugian Penurunan Nilai CKPN. Adapun assessment penurunan nilai perhitungan CKPN di BNI menggunakan 2 dua metode yaitu assessment secara Individual dan assessment secara Kolektif. Perhitungan CKPN dilakukan secara Individual apabila suatu aset keuangan yang signifikan mempunyai bukti objektif mengalami penurunan nilai. Aset yang dikategorikan sebagai signifikan adalah aset keuangan dari segmen Korporasi dan Usaha Menengah, serta kepemilikan surat berharga. CKPN secara Individual dihitung dengan menggunakan metode nilai kini dari estimasi arus kas suatu aset keuangan. Proses estimasi arus kas untuk pinjaman dilakukan langsung oleh pejabat yang mengelola masing-masing debitur. Cadangan Kerugian Penurunan Nilai secara kolektif dihitung dengan menggunakan data kerugian historis perhitungan Incurred Loss berdasarkan estimasi Probability of Default dan Loss Given Default dari masing-masing kelompok aset tertentu. Perhitungan CKPN secara Kolektif dilakukan bagi semua aset keuangan yang: a. Tidak dievaluasi secara individual, yaitu antara lain kredit dari segmen Usaha Kecil, Kredit Konsumtif, Kartu Kredit, Tagihan Akseptasi, Tagihan Dokumen dan Fasilitas. b. Tidak terdapat bukti objektif penurunan nilai dari aset keuangan yang dievaluasi, yaitu pinjaman dalam segmen korporasi dan usaha menengah yang tidak terdapat bukti objektif penurunan nilai. c. Terdapat bukti objektif penurunan nilai dari aset keuangan yang dievaluasi secara individual namun tidak terdapat kerugian penurunan nilai. Dalam perhitungan CKPN secara kolektif ini, suatu aset dikategorikan sebagai aset yang telah jatuh tempo default apabila aset tersebut tercatat mempunyai jumlah hari tunggakan atas pembayaran pokok danatau pembayaran bunga lebih dari 180 seratus delapan puluh hari, atau telah di hapus buku. Manajemen Risiko 155 BNI Laporan Tahunan 2014 Adapun metode perhitungan PD dan LGD untuk CKPN Kolektif tersebut menggunakan migration analysis dan roll rate analysis dengan periode observasi data selama 5 tahun. Pengungkapan tagihan bersih dan rincian mutasi cadangan penurunan nilai Bank secara individual dan konsolidasi dibuat dalam tabel: Tabel 2.1.a, Tabel 2.1.b, Tabel 2.2.a, Tabel 2.2.b, Tabel 2.3.a, Tabel 2.3.b, Tabel 2.4.a, Tabel 2.4.b, Tabel 2.5.a, Tabel 2.5.b, Tabel 2.6.a, dan Tabel 2.6.b Penerapan Pengukuran Risiko Kredit dengan Pendekatan Standar Penggunaan Peringkat dari Lembaga Pemeringkat Eksternal Kebijakan penggunaan Peringkat dalam Perhitungan Aset Tertimbang Menurut Risiko ATMR mengacu pada Surat Edaran Bank Indonesia No. 136DPnP tanggal 18 Februari 2011 yaitu: a. Peringkat suatu perusahaan hanya berlaku untuk perusahaan tersebut, sehingga walaupun berada dalam satu kelompok usaha peringkat suatu perusahaan tidak dapat digunakan untuk menetapkan bobot risiko dari perusahaan lain. b. Peringkat domestik Pefindo, Fitch Indonesia dan ICRA Indonesia hanya digunakan untuk penetapan bobot risiko tagihan dalam mata uang Rupiah, sedangkan peringkat internasional Moody’s, SP dan Fitch digunakan untuk penetapan bobot risiko tagihan dalam valuta asing. c. Penetapan bobot risiko atas tagihan dalam bentuk surat berharga didasarkan pada peringkat dari surat berharga dimaksud issue rating . Dalam hal surat berharga tidak memiliki peringkat maka penetapan bobot risiko didasarkan pada bobot risiko dari tagihan tanpa peringkat. Penetapan bobot risiko atas tagihan dalam bentuk selain surat berharga, didasarkan pada peringkat debitur issuer rating. Dalam hal tagihan dalam bentuk selain surat berharga tidak memiliki peringkat maka penetapan bobot risiko didasarkan pada bobot risiko dari tagihan tanpa peringkat. d. Peringkat jangka pendek digunakan untuk penetapan bobot risiko dari surat berharga yang memiliki peringkat jangka pendek dan diterbitkan oleh pihak yang termasuk dalam cakupan Tagihan Kepada Bank atau Tagihan Kepada Korporasi. Dalam hal tagihan jangka pendek tidak mempunyai peringkat jangka pendek, maka penetapan bobot risiko menggunakan peringkat jangka panjang. e. Apabila suatu eksposur mempunyai lebih dari satu peringkat yang eligible, maka yang digunakan adalah peringkat yang memberikan bobot risiko terendah ke-dua. Dalam hal ini apabila hanya terdapat dua peringkat, maka yang digunakan adalah peringkat yang terendah. Penentuan bobot risiko berdasarkan peringkat eksposur sebagaimana tersebut di atas hanya diberlakukan untuk kategori portofolio sebagai berikut: a. Tagihan Kepada Pemerintah Negara lain b. Tagihan Kepada Entitas Sektor Publik c. Tagihan Kepada Bank Pembangunan Multilateral dan Lembaga Internasional d. Tagihan Kepada Bank Jangka Panjang dan Jangka Pendek e. Tagihan Kepada Korporasi Jangka Panjang dan Jangka Pendek 2,35 Bobot 35 8,68 Bobot 75 0,01 Bobot 45 0,60 Bobot 150 22,03 Bobot 0 0,41 Bobot 40 49,01 Bobot 100 8,91 Bobot 50 0,67 Lainnya 7,33 Bobot 20 Komposisi Eksposur Risiko Kredit per Bobot Risiko 31 Desember 2014 Peringkat yang digunakan adalah peringkat terkini yang dikeluarkan oleh lembaga pemeringkat yang diakui oleh Bank Indonesia sesuai ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai lembaga pemeringkat dan peringkat yang diakui Bank Indonesia. Sesuai Surat Edaran Bank Indonesia No. 1331DPNP tanggal 22 Desember 2011 perihal Lembaga Pemeringkat dan Peringkat yang Diakui Bank Indonesia, daftar lembaga pemeringkat dan peringkat yang BNI Laporan Tahunan 2014 Tinjauan Fungsional diakui sebagaimana diakses pada website Bank Indonesia pada tanggal 31 Desember 2013 adalah sebagai berikut: a. Fitch Ratings b. Moody’s Investor Service c. Standard and Poor’s d. PT Fitch Ratings Indonesia e. PT ICRA Indonesia f. PT Pemeringkat Efek Indonesia Pengungkapan tagihan bersih berdasarkan kategori portofolio dan skala peringkat bank secara individu dan konsolidasi dimuat dalam tabel 3.1.a dan 3.1.b. Transaksi Derivatif Transaksi derivatif yang sering dilakukan oleh Bank pada umumnya adalah Forward, Cross Currency Swap CCS, dan Interest Rate Swap IRS. Nasabah Bank yang akan melakukan transaksi derivatif harus telah memiliki limit transaksi terlebih dahulu yang ditentukan oleh Unit Bisnis dan Unit Risiko. Dalam kebijakan transaksi derivatif juga ditentukan jumlah marginal deposit minimum yang harus disetor oleh nasabah sesuai dengan jenis dan risiko yang melekat dalam transaksi derivatif. Pengungkapan risiko kredit pihak lawan transaksi derivatif dimuat dalam Tabel 3.2.a. Transaksi Repo dan Reverse Repo Secara umum, selama ini BNI hanya melakukan transaksi Repo maupun Reverse Repo dengan underlying aset Surat Berharga Pemerintah Republik Indonesia Surat Utang Negara. Pengungkapan risiko kredit Transaksi Repo dan Reverse Repo untuk Bank secara Individu dan Konsolidasi dimuat dalam Tabel 3.2.b.1 dan 2 serta Tabel 3.2.c.1 dan 2. Penerapan Teknik Mitigasi Risiko Kredit dengan Pendekatan Standar Jenis agunan utama yang diterima dalam rangka mitigasi risiko kredit adalah objek yang dibiayai oleh bank. Sedangkan sebagai pelengkap, bank dapat menerima agunan tambahan. Jenis agunan utama dan tambahan dapat dikelompokkan menjadi: a. Agunan, yang dapat berupa aset fisik tanah, bangunan, mesin, peralatan, dsb. maupun asset keuangan cash collateral, marginal deposit , emas, piutang, surat hutang maupun surat berharga lainnya. Dalam teknik mitigasi risko kredit, aset fisik tidak diperhitungkan sebagai teknik mitigasi risiko kredit. b. Garansi, yang diterima dari Pemerintah Republik Indonesia, Bank koresponden, maupun perusahaan Asuransi. Dalam teknik mitigasi risiko kredit, garansi yang diperhitungkan hanya garansi yang diterbitkan oleh pihak yang termasuk dalam cakupan kategori Tagihan Kepada Pemerintah Indonesia, Tagihan Kepada Pemerintah Negara Lain, Tagihan Kepada Bank serta lembaga penjaminanasuransi dengan memperhatikan pemenuhan persyaratan garansi dan penerbit garansi. c. Asuransi Kredit, yang diterbitkan oleh perusahaan asuransi dengan memperhatikan pemenuhan persyaratan polis asuransi, penerbit asuransi dan kategori portofolio penerima asuransi. BNI mengatur kebijakan, prosedur dan proses untuk menilai dan mengelola agunan berdasarkan jenis eksposur dan skim pembiayaan yang diberikan. Penilaian kecukupan agunan yang diterima telah memperhitungkan adanya cash equivalent value . Untuk eksposur kredit loan, penilaian agunan harus dilakukan minimum setiap 24 bulan. Penerbit jaminangaransi yang diakui dalam perhitungan teknik mitigasi risiko kredit pada umumnya adalah bank koresponden yang memenuhi persyaratan sebagai prime bank ataupun berstatus Badan Usaha Milik Negara. Penggunaan garansi sebagai salah satu bentuk teknik mitigasi risiko masih terbatas pada transaksi jasa perdagangan. Pengungkapan tagihan bersih Bank secara individu dan konsolidasi berdasarkan bobot risiko setelah memperhitungkan dampak mitigasi risiko kredit dimuat dalam Tabel 4.1.a dan b. Pengungkapan tagihan bersih dan teknik mitigasi risiko kredit Bank individu dan konsolidasi dimuat dalam Tabel 4.2.a dan b. Manajemen Risiko 157 BNI Laporan Tahunan 2014 Eksposur Sekuritisasi Aktivitas sekuritisasi BNI hanya terbatas pada kepemilikan credit linked notes, namun demikian per 31 Desember 2014 tidak memiliki eksposur sekuritisasi asset. Perhitungan ATMR Risiko Kredit Pendekatan Standar Perhitungan ATMR Risiko Kredit Pendekatan Standar – Bank secara Individual dimuat dalam Tabel 6.1.1, Tabel 6.1.2, Tabel 6.1.3, dan Tabel 6.1.7. Perhitungan ATMR Risiko Kredit Pendekatan Standar – Bank secara Konsolidasi dimuat dalam Tabel 6.2.1, Tabel 6.2.2, Tabel 6.2.3, Tabel 6.2.6 dan Tabel 6.2.7.

2. Risiko Pasar