Disamping itu, pernyataan tersebut sesuai dengan hasil penelitian National Health and Nutrition Survey di Amerika Serikat Ford, Giles, Mokdad,
2004 dalam Wang, 2012. Beberapa penelitan menyebutkan pada laki-laki, prevalensi metabolic
syndrome meningkat pada umur 60 tahun sedangkan pada perempuan meningkat pada umur 50 tahun Soewondo et al., 2006. Perbedaan ini
disebabkan adanya perbedaan perubahan hormonal seperti wanita mengalami kehamilan dan menopause.
2. Jenis kelamin
Jenis kelamin merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi aktivitas fisik dan pola makan seseorang terutama dimulai pada umur remaja. Pada
umur ini laki-laki lebih memilih melakukan aktifitas fisik motorik kasar yaitu berolahraga sedang dan berat, sedangkan wanita lebih mengembangkan
diri pada aktifitas motorik halus aktifitas fisik sedang dan ringan. Aktivitas fisik berat terhindar dari kelebihan energi yang menyebabkan penumpukan
lemak Soetardjo, 2011. Pola makan cukup berbeda antara umur remaja laki-laki dengan
perempuan. Hal ini, salah satunya, dipengaruhi oleh citra tubuh body image, sehingga laki-laki cenderung menambah porsi makan sedangkan
perempuan cenderung mengurangi porsi makananya untuk mendapatkan masing masing citra tubuh yang diidamkan Soetardjo, 2011.
Obesitas sering dihibungkan dengan hiperinsulinemia, khususnya tipe android. Laki-laki obesitas cenderung mempunyai deposit lemak di daerah
atas tubuh khususnya pada tengkuk, leher, bahu, dan perut yang disebut obesitas tipe android. Pada perempuan obesitas dijumpai deposit lemak
dengan area yang sama dengan laki-laki, meskipun mereka juga mempunyai batas area segmen bawah seperti pada bokong dan pinggul yang disebut
obesitas tipe ginekoid . Penelitian National Health and Nutrition Examination Survey di Amerika
Serikat mengemukakan Prevalensi metabolic syndrome pada pria lebih tinggi dibandingkan pada wanita Ford, Giles, Mokdad, 2004 dalam
Wang, 2012. Pernyataan tersebut serupa dengan penelitian di Eropa Delios, 2005 tapi berbeda dengan hasil penelitian di Makasar Jafar, 2011, di Bali
Dwipayana et al., 2011 dan penelitan terhadap penduduk Amerika keturunan Arab Jaber et al., 2004 dalam Wang 2012 yang menyatakan
prevalensi metabolic syndrome pada wanita lebih tinggi dibandingkan pria.
3. Etnis
Etnis mempengaruhi kejadian metabolic syndrome karena erat kaitannya dengan fenotip obesitas. Fenotip Obesitas pada beberapa kelompok etnis di
negara sedang berkembang berbeda dengan orang kaukasian putih pada negara maju.
Beberapa penelitian juga menunjukkan bahwa orang Asia memiliki lemak tubuh yang lebih banyak, utamanya Asia Selatan, dibandingkan
dengan orang kaukasian putih pada nilai Indeks Massa Tubuh IMT yang sama Dudeja, 2001; Deurenberg, 2000; Yajnik, 2002 dalam Wang, 2012.
Penelitian lain menunjukkan bahwa pada nilai IMT yang sama, imigran
India memiliki lemak abdominal total dan intraabdominal yang lebih besar secara signifikan dibandingkan orang Kaukasian putih di Amerika Serikat
Raji et al., 2001, dalam Wang, 2012. Orang India memiliki kadar trigliserida hati yang lebih tinggi, yang
dihubungkan dengan kadar insulin yang tinggi dan adiponektin yang rendah dibandingkan Orang Kaukasian Putih. Kadar trigliserida tersebut
berpengaruh terhadap metabolic syndrome Raji et al., 2001, dalam Wang, 2012.
Penelitian yang
lain menyebutkan
kebanyakan negara-negara
berkembang di Asia, Amerika Latin dan Afrika Northern dan Timur Tengah pada umumnya mengalami perubahan diet berupa peningkatan konsumsi
lemak terutama lemak dari hewani dan gula serta asupan sereal dan serat yang rendah Wang, 2012. Ditambah lagi, adanya arus urbanisasi yang
mengubah pola hidup ke arah yang buruk seperti perilaku merokok, perilaku konsumsi alkohol dan pola konsumsi yang tidak seimbang serta memiliki
gaya hidup sedentari sedentary life style atau kurang aktivitas fisik Misra et al, 2001; Misra dan Khurana, 2008.
4. Obesitas