Definisi Metabolic Syndrome Etiologi dan Pathogenesis Metabolic Syndrome

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Metabolic Syndrome

1. Definisi Metabolic Syndrome

Metabolic syndrome merupakan sekumpulan faktor risiko yang saling berkaitan dan mengarah pada penyakit kardiovaskular dan diabetes mellitus. Sekumpulan faktor risiko tersebut antara lain obesitas abdominalsentral, kenaikan kadar gula darah hiperglikemik, kenaikan tekanan darah hipertensi, kenaikan kadar trigliserida hipertrigliseridemia, dan penurunan kadar kolesterol HDL Alberti et al., 2009. Seseorang dikatakan menderita metabolic syndrome ketika didapatkan minimal 3 kriteria positif berisiko diantara 5 kriteria yang diukur, sebagaimana dijelaskan dalam tabel berikut ini : Tabel 2.1. Kriteria Metabolic Syndrome Faktor Risiko Obesitas abdominal wilayah Asia ≥ 90 cm pada laki-laki ≥ 80 cm pada perempuan Kadar trigliserida ≥ 150 mg dL 1,7 mmolL atau pengobatan khusus terhadap lipid abnormal Penurunan kadar kolesterol HDL 40 mgdL 1,03 mmolL pada laki-laki 50 mgdL 1,29 mmolL pada wanita Atau sedang dalam pengobatan khusus lipid abnormal Tenakan darah Tekanan darah sistolik ≥130 atau diastolik ≥85 mmHg atau sedang dalam pengobatan hipertensi. Gula darah puasa GDP GDP ≥ 100 mgdL 5,6 mmolL, atau sedang dalam pengobatan hiperglikemik. Sumber : Alberti et al., 2009

2. Etiologi dan Pathogenesis Metabolic Syndrome

Etiologi metabolic syndrome belum diketahui secara pasti, namun kejadiannya meningkat seiring dengan meningkatnya kejadian obesitas dan gaya hidup yang buruk Alberti et al., 2009. Disamping itu, kebanyakan penderita metabolic syndrome mengalami obesitas abdominal dan resistensi insulin. Kedua komponen tersebut berpengaruh terhadap perkembangan komponen metabolic syndrome lainnya Alberti et al., 2009. Obesitas abdominal berpengaruh terhadap insensifitas insulin dan hiperinsulinemia yang berdampak pada prognosis diabetes mellitus DM tipe II. Berawal dari penumpukan sel lemak viskeral yang meningkatkan asam lemak bebas dari hasil lipolisis yang berdampak pada penurunan sensifitas insulin. Di hati, peningkatan asam lemak bebas mendorong peningkatan glukoneogenesis yang mengakibatkan kadar gula dalam darah naik dan menurunkan ekstraksi insulin sehingga terjadi hiperinsulinemia. Kemudian di otot, peningkatan asam lemak bebas berdampak pada penurunan pemakaian glukosa dan di sel α pankreas berdampak pada penurunan sekresi insulin Rohman, 2007. Obesitas abdominal berpengaruh terhadap resistensi insulin. Hal ini berkaitan dengan sel lemak bebas hasil lipolisis yang mengeluarkan sitokin adipositokin seperti angiotensin, TNF α, resistin dan leptin yang berhubungan dengan penurunan resistensi insulin. TNF α menyebabkan resistensi insulin dengan cara menghambat aktifitas tirosin kinase pada reseptor insulin dan menurunkan ekspresi glucose transporter-4 GLUT-4 di sel lemak dan otot. Resistensi insulin dan hiperinsulinema ini pada gilirannya akan menyebabkan perubahan metabolik, sehingga timbul hipertensi dan dislipidemia. Resistensi insulin semakin lama semakin berat dan sekresi insulin akhirnya menurun, sehingga terjadi hiperglikemia dan manifestasi DM tipe II Rohman, 2007. Hipertensi pada metabolic syndrome diduga terjadi akibat pengaruh hipersinsulinemia yang meningkatan reabsorsi sodium dan air, sehingga terjadi ekspansi volume intra-vaskular. Hiperinsulinemia juga meningkatkan aktifitas chanel Na-K ATP-ase, sehingga terjadi peningkatan natrium dan kalsium intrasel yang menyebabkan peningkatan kontraksi otot polos pembuluh darah yang menyebabkan tekanan darah naik Rohman, 2007. Dislipidemia pada metabolic syndrome dipengaruhi oleh resistensi insulin. Resistensi insulin meningkatkan terjadinya lipolisis yang mengakibatkan peningkatan asam lemak bebas dalam plasma, yang selanjutnya meningkatkan pengeluaran asam lemak bebas kedalam hati. Ciri spesifik dislipidemia yang dipengaruhi resistensi insulin adalah peningkatan trigliserida, penurunan HDL, peningkatan small dense LDL meskipun total LDL kadang normal Rohman, 2007.

3. Patofisiologi Metabolic Syndrome