Pola Makan Protein dan Hubungannya dengan Kejadian Metabolic

F. Pola Makan Protein dan Hubungannya dengan Kejadian Metabolic

syndrome Hasil penelitian tabel 5.13 menggambarkan sebanyak 35 responden memilki asupan protein melebihi AKG, dimana AKG untuk protein tidak boleh lebih dari 20 dari total energi WNPG 8, 2004. Asupan protein tersebut berumber dari protein nabati dan protein hewani. Bila dilihat dari hasil FFQ ,dapat diketahui bahwa rata-rata asupan pangan hewani responden sebanyak 4 porsi, sedangkan asupan pangan nabati sebanyak 3 porsi. Hal tersebut menunjukan bahwa asupan pangan hewani responden melebihi yang dianjurkan pedoman gizi seimbang, yaitu 2-3 porsi perhari, sedangkan pangan nabati telah sesuai dengan yang dianjurkan, yaitu 2-3 porsi perhari. Hasil uji statistik tabel 5.15 antara asupan protein dengan kejadian metabolic syndrome diperoleh nilai p value 0,071. Dengan demikian, hipotesis penelitian ditolak yang berarti tidak terdapat hubungan antara asupan protein dengan kejadian metabolic syndrome pada Anggota Klub Senam Jantung Sehat Kampus II UIN Syarif Hidayatullah. Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian Kasiman 2011 dan Sargowo dan Andarini 2011 namun berbeda dengan hasil penelitian Sudarminingsih et al. 2007 Dewi 2009 Anshar et al. 2011. Hasil penelitian mereka menyebutkan adanya hubungan antara asupan protein dengan metabolic syndrome. Sebagaimana diketahui bahwa protein berfungsi terutama untuk pertumbuhan dan perbaikan jaringan. Disamping iu, protein juga berfungsi menyediakan energi setelah karbohidrat dan lemak. Kelebihan protein dapat disimpan dalam bentuk sel-sel lemak dan menumpuk dalam jaringan, terutama jaringan visceral. Penumpukan tersebut mengakibatkan obesitas abdominal yang kemudian berpengaruh terhadap resistensi insulin Rohman, 2007. Berdasarkan hasil FFQ, sumber protein hewani responden, dimana melebihi porsi yang dianjurkan, ternyata banyak didominasi oleh ikan, ayam dan telur. Ketiga jenis makanan tersebut selain tinggi protein juga tinggi lemak Tejasari, 2005. Hal ini berarti kelebihan protein responden merupakan kelebihan sumber makanan yang memiliki kadar protein dan lemak yang tinggi. Berdasarkan hal-hal tersebut, seharusnya ada hubungan antara pola makan protein dengan kejadian metabolic syndrome sebagaimana hasil penelitian Sudarminingsih et al. 2007, Dewi 2009, Kasiman 2011 serta Sargowo dan Andarini 2011. Peneliti menduga jumlah responden yang memiliki asupan berlebih hanya sedikit, menyebabkan hubungan asupan protein dengan kasus tidak terdeteksi. G. Pola Makan Lemak dan Hubungannya dengan Kejadian Metabolic Syndrome Hasil penelitian tabel 5.12 menggambarkan sebanyak 40 responden memiliki asupan lemak total melebihi AKG, dimana AKG untuk lemak tidak boleh lebih dari 30 dari total energi WNPG 8, 2004. Lemak dalam makanan terdiri dari lemak nabati dan lemak hewani. Sumber lemak hewani semua pangan hewani dan olahannya seperti mentega dan minyak ikan. Kemudian sumber lemak nabati antara lain minyak goreng kelapa sawit, minyak kelapa, minyak kacang tanah dan margarin Tejasari, 2005. Hasil uji statistik tabel 5.16 antara asupan lemak dengan kejadian metabolic syndrome diperoleh nilai p value 0,008. Dengan demikian hipotesis penelitian diterima, artinya ada hubungan antara asupan lemak dengan kejadian metabolic syndrome pada Anggota Klub Senam Jantung Sehat Kampus II UIN Syarif Hidayatullah. Hasil penelitian ini sesuai dengan beberapa penelitian yaitu Sudarminingsih et al. 2007, Dewi 2009, Kasiman 2011 serta Sargowo dan Andarini 2011 yang menyebutkan adanya hubungan antara asupan lemak dengan kejadian metabolic syndrome. Selain itu, nilai asupan lemak berada setelah total kalori dan semakin banyak asupan lemak semakin meningkatkan risiko metabolic syndrome. Berdasarkan hasil FFQ terlampir, dapat diketahui bahwa rata-rata pola makan lemak nabati responden yang berasal dari minyak sebanyak 4 porsi dan pangan nabati sebanyak 3 porsi, sedangkan lemak hewani yang berasal dari pangan hewani sebanyak 4 porsi. Disamping itu, terdapat asupan lemak tambahan yang berasal dari biskuit dan kue, masing-masing sebanyak 1 porsi. Pola pangan hewani dan minyak tersebut melebihi pedoman gizi seimbang yaitu 3 porsi hari untuk pangan hewani dan 1,5-3 porsihari untuk lemak Kemenkes RI, 2013. Hal tersebut yang berkontribusi terhadap kelebihan lemak responden, selain tambahan lemak dari pangan nabati, biskuit dan kue. Hasil FFQ terlampir juga menyatakan sumber minyak yang mendominasi yaitu minyak goreng minyak kelapa sawit, pangan nabati yang mendominasi yaitu tahu dan tempe serta pangan hewani yang mendominasi yaitu ikan, ayam dan telur. Sebagai mana kita ketahui bahwa : 1. Minyak kelapa sawit merupakan sumber utama lemak terutama asam lemak jenuh dan ergosterol Tejasari, 2005. Disamping itu, ketika minyak kelapa sawit dan begitu juga minyak nabati lainnya terhidrogenisasi maka minyak tersebut menjadi sumber utama asam lemak trans. Termasuk produk-produk yang dimasak menggunakan minyak terhidrogenisasi, seperti biskuit dan kue juga mengandung asam lemak trans Gizi Kesmas UI, 2010. a. Tahu dan tempe berasal dari kacang kedelai yang mengandung asam lemak jenuh dan PUFA Tejasari, 2005. b. Telur terbagi dua bagian putih dan bagian kuning. Bagian putih telur kaya akan protein albumin sedangkan kuning telur kaya akan kolesterol Tejasari, 2005. c. Ikan kecuali ikan laut dan ayam tanpa kulit yang tinggi protein tapi rendah kolesterol Tejasari, 2005. Berdasarkan hal-hal diatas dapat dijelaskan bahwa adanya hubungan antara asupan lemak berlebih dengan metabolic syndrome pada anggota klub senam sangat mungkin disebabkan karena adanya peningkatan asam lemak jenuh, kolesterol dan asam lemak trans. Sebagaimana diketahui bahwa asam lemak jenuh meningkatkan kadar kolesterol total dan LDL. Kolesterol total sendiri juga meningkatkan kadar LDL, sedangkan asam lemak trans selain meningkatkan kadar LDL juga meningkatkan rasio kolesterol totalHDL, rasio LDL HDL serta menurunkan HDL. Lawrence 2005 dalam Hendrayati 2010 menyebutkan asupan asam lemak trans dan lemak total berkolerasi positif dengan asam lemak jenuh. Setiap penambahan asupan lemak jenuh akan menaikkan asupan lemak trans sebesar 0,03 dari energi total. Setiap peningkatan satu persen asam lemak trans dapat meningkatkan kadar LDL sebesar 0,04 mmolL dan menurunkan HDL sebanyak 0,013mmolL . Kondisi-kondisi tersebut yang mengakibatkan kadar lemak dalam darah abnormaldisplipidemia sehingga meningkatkan resiko metabolic syndrome.

BAB VII SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan