pembelajaran Creative Problem Solving sebesar 10,2. Dan untuk indikator keenam yaitu Overview terdapat kenaikan sebesar 19,67 pada metode TAPPS
dan 23,17 pada model pembelajaran Creative Problem Solving. Dari hasil perbandingan kedua metode pembelajaran terhadap kemampuan
berpikir kritis matematika siswa, dapat dilihat bahwa untuk 3 indikator yaitu Reason, Inference, dan Clarity, penggunaan metode TAPPS lebih meningkatkan
kemampuan berpikir kritis matematika siswa pada kelas eksperimen dibandingkan dengan model pembelajaran Creative Problem Solving. Sedangkan penggunaan
model pembelajaran Creative Problem Solving lebih meningkatkan kemampuan berpikir kritis matematika siswa pada kelas eksperimen dibandingkan dengan
metode TAPPS untuk 3 indikator lainnya yaitu Focus, Situation, dan Overview.
E. Keterbatasan Penelitian
Peneliti menyadari bahwa penelitian ini belum sempurna. Berbagai upaya telah dilakukan agar memperoleh hasil yang maksimal. Namun demikian, masih
terdapat hal-hal yang sulituntuk dikendalikan sehingga hasil dari penelitian ini memiliki keterbatasan diantaranya:
1. Penelitian ini hanya dilakukan pada pokok bahasan Aritmatika Sosial saja, peneliti belum bisa meneliti pada pokok bahasan lain.
2. Alokasi waktu yang terbatas sehingga diperlukan persiapan yang lebih baik lagi agar siswa dapat terkontrol secara maksimal.
3. Penelitian ini hanya terbatas pada kemampuan berpikir kritis saja sehingga belum bisa melihat peningkatan hasil pada kemampuan berpikir tingkat tinggi
lainnya. 4. Penelitian ini hanya dilakukan pada tingkat Sekolah Menengah Pertama
sehingga pada pembahasan mengenai gender belum bisa dibandingkan dengan tingkat satuan pendidikan yg lebih tinggi.
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian yang dilaksanakan mengenai pembelajaran matematika
dengan metode
Thinking Aloud
Pair Problem
Solving TAPPSterhadap kemampuan berpikir kritismatematika siswa kelas VII di
SMPParamarta Ciputat, diperoleh beberapa kesimpulan sebagai berikut: 1. Kemampuan berpikir kritis matematika siswa yang diajar dengan
menggunakan metode Thinking Aloud Pair Problem Solving TAPPS lebih tinggi daripada siswa yang diajarkan dengan metode diskusi kelompok. Hal
ini dapat dilihat dari nilai rata-rata hasil tes kemampuan berpikir kritis matematika siswa yang menggunakan metode TAPPS adalah sebesar 65,14
sedangkan nilai rata-rata tes kemampuan berpikir kritis matematika siswa yang menggunakan metode diskusi kelompok adalah 47,36. Kemampuan
berpikir kritis matematika siswa tersebut terlihat dari persentase setiap indikator berpikir kritis matematik, yaitu padasiswa yang menggunakan
metode TAPPSdiperolehFocus 72,42, Reason 60,3, Inference 66,06, Situation
51,15, Clarity
72,12, dan
Overview 64,24.
Sedangkanuntuksiswa yang
menggunakan metode
diskusi kelompokdiperolehFocus 68,86, Reason 40,57, Inference 38,28,
Situation 39,71,
Clarity 53,71,
dan Overview
44,57. Dengandemikiansebagian
besarpersentase indikator
berpikir kritis
matematisuntukmetode TAPPSlebihtinggi dibandingkan diskusi kelompok. 2. Kemampuan berpikir kritis matematika antara siswa pria dan siswa wanita
memiliki perbedaan yg cukup besar. Hal ini dapat dilihat dari nilai rata-rata tes kemampuan berpikir kritis matematika, dengan nilai rata-rata siswa pria
adalah 50,38 dan nilai rata-rata siswa wanita adalah 61,07. Kemampuan berpikir kritis matematika antara siswa pria dan siswa wanita terlihat dari
hasil uji Anava 2 faktor. Karena F = 5,562 F
tab
= 3,99 maka H ditolak,
artinya terdapat perbedaan kemampuan berpikir kritis antara siswa wanita
77
dengan siswa pria. Uji satu arah untuk perbedaan antar siswa wanita dengan siswa pria, dihitung dengan rumus: toB =
√ = 2,36 t-tab = t
0,05,64
= 1,67 atau H
ditolak, kemampuan berpikir kritis matematika siswa wanita lebih tinggi dari siswa pria.Berdasarkan presentase tersebut, maka terdapat
pengaruh gender terhadap kemampuan berpikir kritis matematika siswa. 3. Setelah melakukan perhitungan hipotesis dengan menggunakan tabel
ANAVA 2 Faktor, terdapat hasil bahwa tidak terdapat pengaruh interaksi antara metode TAPPS dan gender terhadap kemampuan berpikir kritis
matematika siswa F = 2,936 F
tab
= 3,99. Dengan demikian pengaruh TAPPS terhadap kemampuan berpikir kritis matematika tidak bergantung
pada gender, dan sebaliknya pengaruh gender terhadap kemampuan berpikir kritis matematika tidak bergantung pada metode TAPPS.
B. SARAN
Berdasarkan temuan yang penulis temukan dalam penelitian ini, ada beberapa saran penulis terkait penelitian ini, diantaranya:
1. Berdasarkan hasil penelitian bahwa pembelajaran matematika dengan metode Thinking Aloud Pair Problem Solving TAPPS mampu meningkatkan
kemampuan berpikir kritis matematika siswa, sehingga pembelajaran tersebut dapat menjadi salah satu alternatif pembelajaran matematika yang dapat
diterapkan. 2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengkaji seberapa besar
pengaruh masing-masing metode Thinking Aloud Pair Problem Solving TAPPS terhadap kemampuan berpikir matematik lain.
3. Saran peneliti untuk penelitian selanjutnya agar lebih memaksimalkan latihan soal, memperhatikan alokasi waktu, dan mempersiapkan semua media dan
peralatan yang akan digunakan sebelum memulai pembelajaran. 4. Penelitian dengan metode TAPPS yang berikutnya disarankan untuk
mengukur kemampuan berpikir matematik lainnya pada tingkat satuan pendidikan yang lebih tinggi.
79
DAFTAR PUSTAKA
Abdurrahman, Mulyono. Pendidikan Bagi Anak Berkesulitan Belajar. Jakarta: Rineka Cipta. 2003.
Achmad, Arief. Memahami Berpikir Kritis. Bandung, 2007. Amri, Sofan. Proses Pembelajaran Inovatif dan Kreatif dalam Kelas, Jakarta:
PT. Prestasi Pustakaraya. cet.1. 2010. Amri, Sofan dan Lif Khoiru Ahmadi, Proses Pembelajaran Inovatif dan Kreatif.
Jakarta: Prestasi Pustaka. 2010. Arikunto, Suharsimi. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.
Ed. Revisi, Cet. VII. 2009. Fakih, M. Analisis Gender dan Transformasi Sosial. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
2006. http:www.gudangmateri.com201101pengertian-gender.html
Jeon, Kyungmoon. “The Effects of Thinking Aloud Pair Problem Solving on High
School Student’s Chemistry Problem-Solving Performance and Verbal Interactions
”. Journal of Chemical Education research. Vol. 82. 2005. Johnson, Elaine B. CTL Contextual Teaching Learning Menjadikan Kegiatan
Belajar Mengajar Mengasyikkan dan Bermakna, Penerjemah, Ibnu Setiawan California: Coruwin Press, Inc, 2002, reprint, Bandung: MLC.
Cet. IV. 2008.
Kadir, Jurnal Penerapan Alat Peraga Pembelajaran Dimensi Tiga Dan Dimensi Dua Ditinjau Dari Kemampuan Spasial Dan Pengaruhnya Terhadap
Peningkatan Hasil Belajar Geometri Bangun Ruang Siswa Mts, dalam Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika. Jakarta : Jurusan
Pendidikan Matematika FITK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 2012.
----------. Statistika Untuk Penelitian Ilmu-ilmu Sosial. Jakarta: PT. Rosemata Sampurna. 2010.
Lambertus. “Pentingnya Melatih Keterampilan Berpikir Kritis dalam
pembelajaran Matematika di SD ”. Forum Kependidikan. Vol.28. No. 2,
2009. Tersedia
dalam: http:isjd.pdii.lipi.go.idadminjurnal28208136142_0215_9392.pdf
, diakses pada tanggal 3 September 2011.
Rahmawati, A. “Persepsi Remaja tentang Konsep Maskulin dan Feminim Dilihat
dari Beberapa Latar Belakangnya ”. Skripsi. Bandung: Jurusan Psikologi
Pendidikan dan
Bimbingan UPI.
2004. Tersedia
dalam: http:www.sarjanaku.com201206pengertian-gender-menurut-para-
ahli.html , diakses pada tanggal 28 mei 2013.
Relawati, Rahayu. Konsep dan Aplikasi Penelitian Gender. Bandung: CV. Muara Indah, 2011.