Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN
Berpikir kritis diperlukan dalam kehidupan di masyarakat, karena manusia selalu dihadapkan pada keadaanmasalah yang memerlukan pemecahan.
Untuk memecahkan suatu permasalahan dibutuhkan data-data agar dapat dibuat keputusan yang logis, serta diperlukan pula kemampuan berpikir kritis. Selain itu
berpikir kritis memainkan peranan yang penting dalam banyak macam pekerjaan, khususnya pekerjaan yang memerlukan ketelitian dan berpikir analitis. Seseorang
yang kemampuan berpikir kritis matematikanya tinggi telah mampu mengenal masalah, menghubungkan, dan menganalisis. Oleh karena itu, berpikir kritis
dianggap penting sehingga menjadi salah satu tujuan utama pembelajaran. Hal ini sesuai dengan tujuan pembelajaran matematika dalam Kurikulum Satuan Tingkat
Pendidikan KTSP di Sekolah Menengah Pertama, menyebutkan bahwa mulai dari sekolah dasar perlu membekali peserta didik dengan kemampuan berpikir
logis, analitis, sistematis, kritis, dan kreatif, serta kemampuan bekerja sama. Dalam kegiatan belajar mengajar, guru memang memiliki posisi yang
menentukan keberhasilan pembelajaran, karena fungsi utama guru adalah merancang, mengelola, dan mengevaluasi pembelajaran. Agar terjadi
pengkonstruksian pengetahuan secara bermakna, guru haruslah melatih siswa dalam mengembangkan kemampuan berpikir tingkat tinggi. Salah satu jenis
berpikir dalam tingkatan yang lebih tinggi adalah berpikir kritis, hal ini sesuai dengan yang diungkapkan Dina Mayadiana dalam bukunya yang berjudul
Kemampuan Berpikir Kritis Matematika.
8
Kenyataan ini menunjukkan bahwa berpikir kritis matematika siswa masih perlu dikembangkan agar lebih baik,
karena dengan berpikir secara kritis siswa mampu menganalisis maupun memecahkan suatu permasalahan.
Upaya untuk melatih kemampuan berpikir kritis siswa sering luput dari perhatian guru. Hal ini tampak dari kegiatan pembelajaran yang dilakukan oleh
guru yang lebih banyak memberi informasi, diikuti oleh diskusi dan latihan dengan frekuensi yang sangat terbatas. Siswa kurang dilatih untuk menganalisis,
8
Dina Mayadiana S. Kemampuan Berpikir Kritis Matematika, Jakarta: Cakrawala Maha Karya, 2009, h.3.
mensintesis, dan mengevaluasi suatu informasi, data, atau argumen sehingga kemampuan berpikir kritis siswa kurang dapat berkembang dengan baik.
9
Pada proses pembelajaran, tidak banyak guru yang berupaya menciptakan lingkungan belajar yang kondusif untuk meningkatkan kemampuan
berpikir kritis matematik. Hal ini nampak ketika guru menjelaskan materi yang telah disiapkan, guru memberikan soal latihan yang bersifat rutin dan prosedural,
siswa hanya mencatat dan cenderung menghafal rumus-rumus atau aturan matematika. Kondisi ini mencerminkan suatu proses pembelajaran matematika
yang tidak berpusat pada siswa dan tidak memfasilitasi kemampuan berpikir kritis matematik.
10
Siswa harus dilatih agar memiliki kemampuan berpikir matematika. Jika siswa dilatih untuk berpikir, maka ia perlu dihadapkan pada suatu situasi atau
permasalahan yang menantang untuk diselesaikan. Soal-soal atau permasalahan matematika yang sifatnya menantang itu akan memberikan kesempatan bagi siswa
untuk memberdayakan segala kemampuan yang dimilikinya. Setiap siswa memiliki kemampuan berpikir yang berbeda. Perbedaan
kemampuan berpikir juga terjadi pada laki-laki dan perempuan. Dengan penelitian ini, diharapkan dapat mengetahui perbedaan kemampuan berpikir kritis
matematika siswa antara laki-laki dan perempuan. Agar tujuan tersebut tercapai, diperlukan metode pembelajaran yang
dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis matematik. Pembelajaran matematika secara konvensional yang umumnya menitik beratkan pada soal-soal
yang sifatnya algoritmis dan rutin, tidak banyak kontribusinya dalam meningkatkan kemampuan berpikir kritis matematik.
11
Metode pembelajaran yang digunakan oleh guru pada umumnya belum menerapkan sistem pembelajaran yang melatih siswa untuk berpikir kritis
9
Lambertus, Pentingnya Melatih Keterampilan Berpikir Kritis dalam Pembelajaran Mattematika di SD, dalam Forum Kependidikan, vol.28, nomor 2, 2009, diakses tanggal 3
September 2011,
pukul 15.01,
h.138, http:isjd.pdii.lipi.go.idadminjurnal28208136142_0215_9392.pdf
10
Dina Mayadiana S. Kemampuan Berpikir Kritis Matematika, Jakarta: Cakrawala Maha Karya, 2009, h.3.
11
Jozua Subandar, “Berpikir Reflektif”, dapat diakses di http:math.sps.upi.eduwp- contentuploads200911Berpikir-Reflektif.pdf
terhadap pembelajaran matematika. Seringkali guru lebih aktif dalam penyampaian informasi, sedangkan siswa hanya mendengarkan dan mencatat.
Aktivitas guru jauh lebih besar dibandingkan dengan aktivitas siswa. Proses pembelajaran tersebut cenderung masih menggunakan komunikasi satu arah dan
proses pembelajaran matematika yang dilakukan oleh siswa hanya menyimak penjelasan guru dan mengerjakan tugas secara klasikal sehingga kurang melatih
siswa untuk berpikir kritis dalam proses penyelesaian soal-soal matematika. Akibatnya, siswa menjadi kurang aktif dan pembelajaran merupakan sesuatu yang
membosankan siswa, sehingga dapat menurunkan motivasi belajar dan inisiatif siswa unuk bertanya dan mengungkapkan ide serta membuat siswa takut untuk
mengkomunikasikan suatu masalah kepada guru. Selain itu siswa menjadi kurang kritis dalam berpikir dan dalam menghadapi suatu permasalahan. Sehingga tujuan
umum dari pembelajaran matematika tidak dapat tercapai. Dengan demikian, kemampuan guru dalam memilih metode penyajian
materi merupakan hal penting dalam kegiatan belajar mengajar. Agar pembelajaran matematika lebih berhasil, maka guru harus bisa mengkondisikan
siswanya agar belajar aktif. Karena pembelajaran yang menyebabkan siswa belajar aktif akan lebih dapat menumbuhkembangkan kemampuan berpikir kritis
matematika dan pemahaman matematika dibandingkan dengan belajar pasif mengingat dan latihan.
Alternatif metode pembelajaran dalam upaya meningkatkan kemampuan berpikir kritis matematika siswa dalam penelitian ini adalah metode Thinking
Aloud Pair Problem Solving TAPPS yang diperkenalkan oleh Claparade. Selanjutnya metode Thinking Aloud Pair Problem Solving cukup ditulis TAPPS.
Aktivitas metode TAPPS dilakukan dalam kelompok kecil yang heterogen, hal ini memungkinkan terjadinya interaksi yang positif antar siswa sehingga dapat
meningkatkan kepercayaan diri siswa dalam menyelesaikan masalah-masalah matematika. Setiap kelompok berpasangan sesuai dengan kependekan TAPPS
yaitu pair berpasangan. Metode TAPPS merupakan merupakan salah satu metode pembelajaran yang menantang siswa untuk belajar melalui pemecahan
masalah yang dilakukan secara berpasangan dan saling bertukar peran, dimana
satu siswa memecahkan masalah dan siswa lain mendengarkan pemecahan masalah tersebut sehingga siswa menjadi pembelajar mandiri yang handal serta
aktif dalam proses pembelajaran. Slavin mengatakan bahwa: “TAPPS permits students to rehearse the
concepts, relate them to existing fremeworks, and produce a deeper understanding of the material
”.
12
Metode ini melibatkan berpikir tingkat tinggi, metode ini juga dapat memonitor siswa sehingga siswa dapat mengetahui apa
yang dipahami dan apa yang belum dipahaminya. Proses ini cenderung membuat proses berpikir siswa lebih sistematik dan membantu mereka menemukan
kesalahan sebelum mereka melangkah lebih jauh kearah yang salah sehingga membantu mereka untuk menjadi pemikir yang lebih baik.
Metode TAPPS ini telah diterapkan oleh Stice yang menjanjikan adanya peningkatan kemampuan pemecahan masalah siswa jika dibandingkan dengan
metode pembelajaran konvensional, serta Johnson yang menemukan dampak positif dari metode TAPPS dalam keterampilan memecahkan masalah di teknik
elektrik pada jurusan penerbangan. Kedua penelitian tersebut menekankan pada peningkatan prestasi belajar kemampuan pemecahan masalah sedangkan
kemampuan berpikir kritis matematika dari respon siswa terhadap metode TAPPS sepanjang pengetahuan peneliti belum diteliti. Dengan menggunakan metode
TAPPS diharapkan mampu meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa dalam pelajaran matematika.
Sebagai tindak lanjut, peneliti berkeinginan untuk pengetahui apakah penerapan metode TAPPS ini dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis
matematika siswa serta bagaimanakah respon siswa terhadap metode TAPPS. Berdasarkan hal tersebut, penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenai
“Pengaruh Metode Thinking Aloud Pair Problem Solving TAPPS dan Gender Terhadap Kemampuan Berpikir Kritis Matematika Siswa
”.
12
Slavin, Thinking
Aloud Pair
Problem Solving
TAPPS, 2011,
http:www.wcer.wisc.eduarchivec11c1doingcltapps.html.