Pembahasan Hasil Penelitian HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
berpusat pada guru teacher centered, siswa hanya menerima apa yang disampaikan guru sehingga kemampuan memberi alasan logis.
Temuan penelitian ini didukung oleh penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Lia Kurniawati 2006 tentang
“Pembelajaran Dengan Pendekatan Pemecahan Masalah Untuk Meningkatkan Kemampuan
Pemahaman Dan Penalaran Matematika Siswa SMP” yang mengungkapkan bahwa siswa yang pembelajarannya menggunakan pendekatan pemecahan
masalah memiliki skor rata-rata yang lebih besar dalam semua aspek baik pemahaman, penalaran, maupun secara keseluruhan dari pada siswa yang
pembelajarannya secara biasakonvensional. Penelitian yang dilakukan Yanto Permana dan Utari Sumarmo 2007 tentang
“Mengembangkan Kemampuan Penalaran dan Koneksi Matematik Siswa SMA Melalui Pembelajaran
Berbasis Masalah ” diperoleh hasil bahwa ternyata kemampuan penalaran
matematis siswa yang belajar dengan pembelajaran berbasis masalah lebih baik daripada siswa yang belajar dengan pembelajaran biasa. Kemudian
penelitian yang dilakukan oleh Sukayasa tentang ”Pengembangan Model Pembelajaran Berbasis Fase-Fase Polya untuk Meningkatkan Kompetensi
Penalaran Siswa SMP dalam Memecahkan Masalah Matematika”, dijelaskan bahwa dari penelitian ini menghasilkan suatu model pembelajaran berbasis
fase-fase Polya untuk meningkatkan kompetensi siswa SMP dalam memecahkan masalah matematika lalu dengan mengimplementasikan model
pembelajaran ini maka guru dapat memotivasi siswanya untuk berpikir kreatif, mengemukakan idegagasan dan meningkatkan kemampuan bernalarnya.
Kelas VII-7
terpilih sebagai
kelompok eksperimen
yang pembelajarannya menggunakan strategi pemecahan masalah working
backward. Pada kelompok eksperimen setiap pertemuan masing-masing kelompok siswa diberikan Lembar Kerja Siswa LKS yang didalamnya
memuat langkah-langkah penyelesaian masalah dengan strategi pemecahan masalah working backward. Soal-soal yang terdapat dalam LKS harus
diselesaikan dengan cara berdiskusi kelompok.
Pembelajaran dengan strategi working backward membuat siswa sangat
antusias dan tertantang dalam menjawab persoalan yang harus dikerjakan dengan bergerak melalui hasil akhir untuk menentukan kondisi
awal dari masalah tersebut. Akan tetapi tidak sedikit siswa yang merasa bingung dengan pembelajaran strategi pemecahan masalah bergerak dari
belakang working backward dan pada saat presentasi siswa masih kesulitan mengungkapkan ide dan alasan atas jawabannya. Hal ini karena siswa belum
terbiasa dengan diskusi kelompok dan pembelajaran yang menuntut siswa menemukan sendiri konsep matematikanya.
Sebelumnya diperoleh informasi bahwa pada pembelajaran matematika tidak pernah diadakan diskusi kelompok dan siswa hanya diberikan latihan-
latihan soal yang penyelesaiannya serupa dengan contoh-contoh soal yang diberikan guru. selain itu juga ada beberapa siswa yang kemampuan
berhitungnya masih kurang seperti penjumlahan dan perkalian, tidak menguasai materi prasyarat seperti materi aljabar sehingga pada pertemuan
pertama sangat menghabiskan energi dan waktu untuk membimbing mereka. Setelah siswa sudah mulai terbiasa dengan pembelajaran yang
menggunakan strategi pemecahan masalah working backward, siswa mulai memiliki rasa keingintahuan dalam mengerjakan LKS yang selanjutnya yang
dibuat oleh peneliti. Mereka sangat tertarik dengan kegiatan bergerak dari belakang karena mereka tidak perlu mengalami kesulitan jika mengerjakan
dengan cara yang biasa berurut dari depan dan tertantang untuk mengerjakan latihan yang ada dalam LKS. Walaupun masih ada beberapa siswa yang belum
berpartisipasi aktif dalam kelompoknya. Hal ini merupakan tugas guru untuk selalu memotivasi mereka agar bisa terlibat dalam diskusi kelompok. Berikut
adalah suasana kegiatan belajar mengajar di kelas eksperimen dengan strategi pemecahan masalah working backward :
Kegiatan inti pada tahap eksplorasi
Kegiatan inti pada tahap elaborasi
Gambar 4.5 Aktivitas Siswa Saat Melakukan strategi pemecahan masalah
working backward
Pada gambar a memperlihatkan siswa yang sedang melakukan diskusi bersama kelompoknya setelah diberikan LKS yang di dalamnya
terdapat soal-soal yang penyelesaiannya menggunakan langkah-langkah strategi pemecahan masalah working backward tetapi masih ada yang terlihat
masih pasif. Gambar b memperlihatkan siswa sedang mengerjakan latihan bersama pada LKS. Pada gambar c memperlihatkan siswa sedang
mengerjakan latihan secara individu pada bagian Uji Kemampuan yang terdapat dalam LKS dengan menggunakan strategi pemecahan masalah
Gambar a Gambar b
Gambar c Gambar d
working backward, kemudian mendiskusikannya bersama kelompoknya masing-masing. Gambar d memperlihatkan siswa sedang menuliskan hasil
diskusinya di papan tulis, kemudian mempresentasikan di depan kelas dan guru memandu jalannya diskusi.
Proses pembelajaran pada kelompok eksperimen yang menggunakan strategi pemecahan masalah working backward lebih berpusat pada siswa,
siswa belajar dalam kelompok untuk menyelesaikan soal-soal yang terdapat dalam LKS dengan menggunakan strategi pemecahan masalah working
backwrads sehingga siswa terlatih untuk mengembangkan kemampuan penalarannya khususnya kemampuan memberi alasan.
Adapun langkah-langkah pemecahan masalah working backward yang dapat mengembangkan kemampuan memberi alasan logis pada langkah awal
yaitu siswa memahami masalah, siswa dalam kelompoknya menulis apa yang diketahui dan ditanya dari soal. Pada langkah ini kemampuan penalaran sudah
mulai dikembangkan. Langkah selanjutnya adalah merencanakan penyelesaian masalah, pada langkah ini siswa bergerak dari belakang, siswa diharapkan
mampu menyadari proses menghitung yang sebelumnya kemudian dapat menentukan kondisi awal dari masalah tersebut sehingga sampai pada
menemukan solusi masalah yaitu siswa melakukan perhitungan dan menyelesaian masalah. Pada saat siswa menyelesaikan masalah dengan cara
bergerak dari belakang dan dan mampu menemukan solusi masalah dengan dapat menjelaskan alasan dari cara penyelesaian masalah tersebut maka siswa
sudah mampu mengembangkan kemampuan memberi alasan logis karena kemampuan memberi alasan logis yang diteliti adalah salah satu indikator
dari kemampuan penalaran matematika. Jika siswa telah mampu memberi alasan terhadap setiap langkah penyelesaian masalah yang terdapat dalam
LKS maka dapat dikatakan bahwa siswa tersebut memiliki kemampuan penalaran yang cukup baik.
Berikut ini contoh hasil pengerjaan siswa pada LKS pertemuan ke-8 dalam memberi alasan dengan menggunakan strategi pemecahan masalah
working backward.
Gambar 4.6 Contoh Hasil Pekerjaan Siswa Pada Lks Pertemuan Ke-8
Strategi pemecahan masalah working backward dapat mengembangkan kemampuan memberi alasan logis melalui menyelesaikan masalah dengan
bekerja mundur yaitu proses menghitung yang sebelumnya karena untuk berpikir mencari tahu hal yang sebelumnya tersebut siswa harus tahu alasan
dari cara menyelesaikan masalah yang dikerjakannya untuk itu diperlukan penalaran, penalaran dapat diartikan cara berpikir yang merupakan penjelasan
dalam upaya memperlihatkan hubungan antara dua hal atau lebih berdasarkan sifat-sifat diakui kebenarannya untuk mengambil suatu kesimpulan. Selain itu
juga, dalam langkah-langkah strategi pemecahan masalah working backward siswa dapat mengembangkan kemampuan penalaran dengan memberikan
alasan logis pada langkah melalui tahap menyelesaikan soal dengan membuat penjelasan atau argumentasi
. Dengan demikian, strategi pemecahan masalah
working backward efektif dalam mengembangkan kemampuan memberi alasan logis siswa.
Kelas pembandingnya yaitu Kelas VII –8 sebagai kelompok kontrol.
Pada kelompok kontrol, pembelajarannya menggunakan strategi konvensional yaitu guru menjelaskan materi kemudian memberikan contoh-contoh soal,
melakukan tanya jawab, memberikan latihan soal di papan tulis, siswa mengerjakan latihan dan mendiskusikannya dengan teman sebangkunya, guru
membimbing siswa yang mengalami kesulitan, siswa diberi kesempatan untuk menuliskan hasil pekerjaannya di papan tulis dan guru mengoreksi kemudian
membahasnya bersama-sama. Materi dan tes akhir yang diberikan kepada kelompok kontrol sama dengan materi dan tes akhir yang diberikan kepada
kelompok eksperimen dan perbedaannya terletak pada strategi yang digunakan dikelas.
Tes akhir kemampuan memberi alasan logis siswa dilakukan pada hari yang berbeda karena perbedaan jadwal pelajaran matematika pada kelas
tersebut. Soal tes yang diberikan sebanyak 6 soal berbentuk uraian. Siswa diminta menyelesaikan tes dengan mengisi soal uraian disertai alasan.
Berikut ini perbandingan cara menjawab siswa pada tes akhir kemampuan memberi alasan logis antara kelompok eksperimen dan kelompok
kontrol. Cara menjawab siswa kelompok eksperimen dan kelompok kontrol pada
soal nomor 2
Gambar 4.7.a Jawaban Soal Post Test No.2 Siswa Kelompok Eksperimen
Gambar 4.7.b Jawaban Soal Post-Test No.2 Siswa Kelompok Kontrol
Dari Gambar 4.7.a dan 4.7.b terdapat perbedaan jawaban antara kelompok eksperimen dan kontrol, pada kelas eksperimen terlihat bahwa
siswa mampu menyelesaikan masalah dengan baik dan memberi alasan logis secara lengkap, sedangkan pada kelas kontrol terlihat bahwa siswa belum
menyelesaikan masalah dengan baik dan memberi alasan belum lengkap. Cara menjawab siswa kelompok eksperimen dan kelompok kontrol pada
soal nomor 4
Gambar 4.8.a Jawaban Soal Post-Test No.4 Siswa Kelompok Eksperimen
Gambar 4.8.b Jawaban Soal Post-Test No.4 Siswa Kelompok Kontrol
Dari gambar 4.8.a dan 4.8.b terdapat perbedaan antara jawaban kelas eksperimen dan kontrol, pada kelas eksperimen terlihat bahwa siswa kelas
eksperimen dapat menyelesaikan soal sampai menemukan hasil perhitungan yang benar dan memberi alasan logis dengan lengkap, sedangkan pada kelas
kontrol terlihat bahwa siswa dapat menyelesaikan soal sampai menemukan hasil perhitungan yang benar tetapi memberi alasan kurang lengkap.
Cara menjawab siswa kelompok eksperimen dan kelompok kontrol pada soal nomor 6
Gambar 4.9.a Jawaban Soal Post-Test No.6 Siswa Kelompok Eksperimen
Gambar 4.9.b Jawaban Soal Post-Test No.6 Siswa Kelompok Kontrol
Dari gambar 4.9.a dan 4.9.b dapat terlihat adanya perbedaan dari cara menjawab siswa pada tes akhir kemampuan memberi alasan logis siswa. siswa
pada kelompok eksperimen mampu memberi alasan terhadap pernyelesaian masalah yang disediakan.
Sedangkan pada kelompok kontrol cara menjawab siswa yaitu dengan banyak siswa yang tidak menyelesaikan soal sampai akhir
dan banyak juga kolom alasan yang tidak diisi. Hal tersebut menunjukan adanya perbedaan perlakuan pada saat
pembelajaran dikelas antara kelompok eksperimen yang pembelajarannya menggunakan strategi pemecahan masalah working backward dengan
kelompok kontrol yang pembelajarannya menggunakan strategi konvensional. Beberapa siswa pada kelompok kontrol mampu memberi alasan logis
dengan benar baik lengkap, kurang lengkap maupun tidak lengkap seperti terlihat pada gambar di atas. Sebagian besar siswa pada kelompok kontrol
tidak tepat dalam memberi alasan logis bahkan banyak yang tidak memberikan alasan logis. Mereka mengeluh karena soal yang diberikan sangat
sulit dan tidak bisa menemukan alasan logis. Sedangkan pada kelompok eksperimen sebagian besar siswa mampu memberi alasan dengan benar baik
lengkap, kurang lengkap maupun tidak lengkap. Pada kelompok eksperimen siswa yang memperoleh nilai di bawah
rata-rata kelas kebanyakan dikarenakan kemampuan berhitungnya yang masih kurang. Hal ini dapat diidentifikasi dari jawaban siswa, mereka salah dalam
menyelesaikan soal tapi mereka dapat memberikan alasan logis dengan benar baik lengkap, kurang lengkap maupun tidak lengkap. Selain itu, ada yang
menyelesaikan soal dengan benar tapi memberikan alasan logisnya kurang tepat dan tidak lengkap. Setidaknya siswa yang memperoleh nilai di bawah
rata-rata pada kelompok eksperimen bisa terlihat kemampuan memberi alasan logisnya namun masih perlu dikembangkan lagi. Sedangkan pada kelompok
kontrol siswa yang memperoleh nilai di bawah rata-rata kelas dikarenakan salah dalam menyelesaikan soal dan kurang tepat dalam memberikan alasan
logis bahkan banyak yang tidak memberikan alasan logis sehingga belum terlihat adanya kemampuan memberi alasan logis yang lebih baik.