Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

Paradigma dalam pendidikan saat ini memandang peserta didik ibarat gelas yang sudah terisi air baik sedikit atau banyak akan tetapi bukanlah gelas kosong artinya setiap peserta didik memiliki potensi untuk belajar dan mengembangkan ilmu pengetahuan yang telah didapatkan sebelumnya. Guru sebagai fasilitator yang membimbing peserta didik menemukan pengetahuannya dan peserta didik diharapkan berpartisipasi aktif dalam pembelajaran agar tercipta pembelajaran yang bermakna dan dapat meningkatkan kemampuan peserta didik. Pendidikan mencakup berbagai hal, salah satunya adalah pendidikan akademik. Dalam pendidikan akademik ada banyak bidang yang telah dipelajari, salah satunya pendidikan matematika. “Pendidikan matematika merupakan bagian integral dari sistem pendidikan secara keseluruhan. ” 3 Kata matematika berasal dari bahasa Yunani yaitu Mathematike yang berarti mempelajari. Matematika memiliki arti ilmu pengetahuan yang didapat dengan berpikir bernalar. Matematika lebih menekankan kegiatan dalam rasio penalaran bukan menekankan dari hasil eksperimen atau hasil observasi matematika terbentuk karena pikiran-pikiran manusia, yang berhubungan dengan idea, proses, dan penalaran. 4 Matematika salah satu cabang ilmu pengetahuan yang sudah dipelajari sejak taman kanak-kanak sampai perguruan tinggi. Seiring berjalannya waktu dalam pembelajaran matematika tentu muncul permasalahan-permasalahan yang menyebabkan pembelajaran matematika di sekolah menjadi tidak efektif dan prestasi matematika siswa kurang optimal. Mungkin salah satu penyebab permasalahan tersebut yaitu siswa memiliki kekurangan dalam hal kecerdasan logis-matematis. Menurut Munif Chatib, “Kecerdasan logis-matematis melibatkan banyak komponen : perhitungan secara matematis, berpikir logis, 3 Suhendra, dkk, Pengembangan Kurikulum dan Pembelajaran Matematika. Jakarta: Universitas Terbuka,2007, h. 7.18. 4 Erna Suwangsih dan Tiurlina, Model Pembelajaran Matematika, Bandung: UPI Press, 2006, Cet.I, h.3. nalar, pemecahan masalah, pertimbangan deduktif, dan ketajaman hubungan antara pola-pola numerik”. 5 Berikut ini hasil-hasil penelitian tentang kualitas pendidikan di Indonesia khususnya pendidikan matematika. Penelitian yang dilakukan oleh Organization for Economic Co- operation and Development OECD sebagai lembaga penelitian internasional. Program unggulan mereka adalah Programme for International Student Assessment PISA pada 2006-2007 merilis urutan kualitas kompetensi matematika negara-negara di dunia, Indonesia menduduki peringkat ketiga dari bawah. 6 Sedangkan hasil penelitian PISA pada tahun 2012 Indonesia berada di peringkat ke-64 dari 65 negara yang berpartisipasi dalam tes. 7 Dari penelitian PISA pada waktu tersebut terlihat bahwa kemampuan matematika anak-anak Indonesia belum mengalami peningkatan artinya masih banyak yang perlu diperbaiki dalam segala hal yang berhubungan dengan pembelajaran matematika. Selanjutnya salah satu hasil evaluasi dari lembaga lain yaitu TIMSS tentang peringkat Indonesia berdasarkan pelajaran matematika yaitu Yohanes Surya pernah menuliskan hasil evaluasi dari TIMSS tahun 2011 pada akun resmi miliknya. TIMSS Trends International in Mathematics and Science Study 2011 untuk matematika kelas VIII, Indonesia pada posisi 5 besar dari bawah bersama Syria, Moroko, oman, Ghana. Peringkat Indonesia 3640 dengan nilai 386 mengalami penurunan dari TIMSS 2007 peringkat 3549 dengan nilai 397. Tertinggi diraih oleh Korea nilai 613 disusul Singapore nilai 611. Nilai rata-rata 500. 8 Berdasarkan hasil observasi di SMP Negeri 226 Jakarta, peneliti memperoleh keterangan bahwa kemampuan penalaran matematika siswa relatif kurang dan siswa kurang terampil dalam memberikan alasan ketika 5 Munif Chatib, Sekolah Anak-Anak Juara, Bandung : Kaifa, 2012, Cet I, h.84. 6 Munif Chatib, Gurunya Manusia, Bandung : Kaifa, 2012, Cet.VIII, h.22. 7 Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan, http:www.kopertis12.or.id20131205skor- pisa-posisi-indonesia-nyaris-jadi-juru-kunci.html 8 Yohanes Surya, 2013, https:www.facebook.comYS.OFFICIALposts440339649348887. menyelesaikan masalah. Hal ini terlihat dari nilai ulangan harian siswa yang sebagian masih berada di bawah KKM. Terlihat juga kurangnya aktivitas belajar siswa dalam proses pembelajaran. Siswa terbiasa mendengarkan penjelasan materi dari guru kemudian mengerjakan soal-soal latihan seperti apa yang telah guru contohkan. Tentunya hal ini menyebabkan siswa tidak terbiasa mengerjakan soal yang non rutin untuk mengasah kemampuan bernalarnya. Bagi para guru matematika khususnya, berdasarkan fakta dan kondisi tersebut hendaknya menjadi perhatian dan bahan evaluasi tentang strategi pembelajaran matematika yang sudah diterapkan selama ini. Seringkali guru menemukan siswanya yang mengalami kesulitan belajar matematika. Jika kesulitan belajar matematika maka siswa tidak dapat menyelesaikan permasalahan-permasalahan matematika dengan cara yang benar. Sebelum berkomunikasi dengan siswanya guru matematika mempunyai tugas penting yaitu menganalisis konsep dalam materi yang akan disajikan, melakukan perencanaan secara baik disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan siswa. Guru juga bertanggungjawab memberikan pengarahan dalam belajar dan mengoreksi kesalahan siswa. Selain itu, guru perlu memberikan strategi pembelajaran yang bervariasi sehingga membangkitkan minat dan motivasi siswa. Namun sebagian besar guru masih belum membuat variasi dalam mengajar atau hanya menggunakan satu metode yang sama selama mengajar sehingga mengakibatkan pembelajaran kurang efektif dan kurang mengasah kemampuan matematika lainnya seperti kemampuan penalaran matematik. Pada proses pembelajaran matematika untuk memahami suatu materi dibutuhkan penalaran. Kemampuan penalaran siswa ketika mengikuti pembelajaran matematika rendah dapat disebabkan oleh berbagai hal. Dalam kaitan itu pada penjelasan teknis peraturan Dirjen Dikdasmen Depdiknas Nomor 506CKepPP2004 tanggal 11 November 2004 tentang rapor pernah diuraikan bahwa indikator siswa memiliki kemampuan dalam penalaran adalah mampu : 1. Mengajukan dugaan, 2. Melakukan manipulasi matematika, 3. Menarik kesimpulan, menyusun bukti, memberikan alasan atau bukti terhadap kebenaran solusi, 4. Menarik kesimpulan dari pernyataan, 5. Memeriksa kesahihan suatu argumen, 6. Menemukan pola atau sifat dari gejala matematis untuk membuat generalisasi. 9 Sesuai dengan uraian di atas penulis tertarik untuk meneliti tentang kemampuan bernalar siswa khususnya tentang kemampuan memberi alasan logis dalam memecahkan masalah matematika karena masih banyak siswa tidak mengerti apa yang mereka kerjakan dan hanya terpaku pada penggunaan rumus yang sudah ada tanpa mengerti alasan mengapa rumus tersebut yang digunakan. Peneliti mengharapkan siswa dapat menyelesaikan masalah matematika dengan baik serta mampu memberi alasan terkait penyelesaian terhadap masalah tersebut. Strategi yang dapat merealisasikan hal tersebut adalah strategi pemecahan masalah working backward yakni strategi pemecahan masalah bekerja mundur. Ketika strategi pemecahan masalah bekerja mundur diterapkan kemampuan dalam memberi alasan siswa akan terasah karena untuk memecahkan masalah matematika dengan bekerja mundur diperlukan kemampuan bernalar. Diharapkan strategi pemecahan masalah working backward dapat membantu siswa menyelesaikan permasalahan-permasalahan matematika dan meningkatkan kemampuan penalaran matematika siswa yang difokuskan terhadap kemampuan memberi alasan logis. Atas dasar inilah peneliti tertarik untuk meneliti dengan judul “Pengaruh Penerapan Strategi Pemecahan Masalah Working Backward Terhadap Kemampuan memberi alasan logis Logis Siswa ”. 9 Sri Wardhani, Analisis SI dan SKL Mata Pelajaran Matematika SMPMTs untuk Optimalisasi Tujuan Mata Pelajaran Matematika, Yogyakarta: Pusat Pengembangan Dan Pemberdayaan Pendidik Dan Tenaga Kependidikan Matematika, 2008. h.14.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, dapat diidentifikasi masalah sebagai berikut: 1. Rendahnya hasil belajar matematika siswa. 2. Siswa sulit menyelesaikan masalah matematika yang non rutin. 3. Rendahnya kemampuan matematika siswa salah satunya yaitu kemampuan penalaran. 4. Kemampuan memberi alasan logis matematika siswa masih rendah. 5. Strategi pembelajaran matematika yang diterapkan di kelas kurang variatif.

C. Pembatasan Masalah

Agar penelitian lebih fokus dan mengingat permasalahan cukup luas, maka perlu dilakukan pembatasan masalah. Masalah akan dibatasi pada: 1. Strategi pembelajaran yang digunakan adalah strategi pemecahan masalah working backward bekerja mundur. Strategi pemecahan working backward merupakan salah satu tipe strategi pemecahan masalah untuk mencari solusi dimulai dari suatu tujuan dan kemudian bekerja mundur ke belakang terhadap hal-hal yang sudah ada. 2. Kemampuan memberi alasan logis dalam penelitian ini merupakan salah satu indikator dari kemampuan penalaran matematik. 3. Subyek penelitian ini adalah siswa SMP Negeri 226 Jakarta kelas VII. 4. Pokok bahasan yang akan dijadikan penelitian adalah bangun datar segiempat.

D. Perumusan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah dan pembatasan masalah yang telah diuraikan di atas, penulis merumuskan masalah sebagai berikut: Apakah terdapat pengaruh penerapan strategi pemecahan masalah working backward dalam pembelajaran matematika di kelas terhadap kemampuan memberi alasan logis?

E. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan perumusan tersebut di atas, maka tujuan penelitian ini adalah: 1. Untuk mengetahui apakah strategi pemecahan masalah working backward dapat meningkatkan kemampuan memberi alasan logis pada siswa. 2. Untuk mengetahui bagaimana respon siswa terhadap pembelajaran matematika dengan menggunakan strategi pemecahan masalah working backward.

F. Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Bagi siswa:  Membantu siswa meningkatkan kemampuan penalaran matematika yaitu kemampuan memberi alasan logis dalam menyelesaikan permasalahan matematika dengan menggunakan strategi pemecahan masalah working backward.  Memudahkan siswa dalam menyelesaikan masalah matematika melalui strategi working backward. 2. Bagi peneliti: Dapat meningkatkan pemahaman dan kemampuan peneliti terhadap strategi pemecahan masalah working backward sehingga dapat mengaplikasikannya dalam pembelajaran matematika di sekolah. 3. Bagi guru: Membantu guru dalam mendukung siswa, khususnya dalam memilih dan menerapkan strategi pembelajaran untuk mengembangkan kemampuan memberi alasan logis.