Pada tokoh Teungku Hasan, gelar Teungku yang diletakkan di awal nama tokoh sesuai dengan penulisan dalam novel. Teungku Hasan digambarkan
sebagai laki-laki yang dihormati karena memiliki sikap dermawan. Jika pengarang ingin menggambarkan Teungku Hasan sebagai tokoh masyarakat
sehingga menyandang gelar Teungku tetapi pengarang tidak menuliskan fakta cerita yang menunjukkan bahwa tokoh Teungku Hasan adalah seorang ulama
atau memiliki pengetahuan mengenai keagamaan. Hal tersebut juga menunjukkan bahwa tokoh dalam novel ini tidak digambarkan secara
mendalam, hanya dengan nama tokoh dan penokohan secara watak tanpa latar belakang yang jelas.
Permasalahan mengenai gelar Teungku tersebut, memiliki kemungkinan bahwa pengarang kurang melakukan riset terhadap penggunaan gelar Teungku
khususnya di wilayah Aceh atau bahkan pengarang tidak menyajikan cerita secara lengkap yang tentu saja dapat melemahkan kualitas novel tersebut.
e. Butet
Butet adalah anak muda yang diundang untuk datang Ke Pesantren Impian karena riwayat kejahatannya sebagai pengedar narkoba, namun
riwayat kejahatannya tersebut tidak membuat Butet menjadi seseorang yang tidak memiliki sisi kebaikan. Kutipan di bawah ini menggambarkan
penokohan pada tokoh Butet; “Rini terus menggeleng, berharap ini suatu mimpi buruk dan bukan
kenyataan. Tapi saat matanya menatap surat yang masih di tangan. Tangis Rini makin keras.
“Rin… sabar Rin. Kau kenapa ? Butet mengusap bahu Rini. Mencoba menenangkan.”
16
Berdasarkan kutipan tersebut menggambarkan sikap peduli Butet kepada temannya, berusaha mengerti dengan keadaan orang lain
menyiratkan sifat empati seseorang. Kedatangan Butet ke pesantren bertujuan untuk mengubah dirinya menjadi lebih baik dengan berhenti
16
Ibid, h. 104.
menjadi pengedar narkoba dan lebih mendekatkan diri kepada Tuhan seperti mengaji dan melakukan sholat malam berjamaah.
“Saya merasa penuturan Butet bisa dipercaya. Artinya ia tidak berusaha jadi pengedar di sini. PI merupakan dunia baru baginya. Saya
juga melihat kesungguhannya dalam mengikuti setiap kelas dan program pesantren. …”
17
Kesungguhan Butet dalam menjalani berbagai kegiatan di pesantren dapat menunjukkan bahwa ia memiliki tekad yang kuat untuk berhenti
menjadi pengedar narkoba dan meyakinkan para pengurus pesantren bahwa kedatangannya ke pesantren memiliki tujuan untuk menjadi seseorang yang
lebih baik.
f. Sinta dan Santi
Sinta dan Santi adalah saudara kembar yang diundang untuk datang ke Pesantren Impian dengan riwayat masa lalu mereka yaitu sebagai pemakai
narkoba. Latar belakang Sinta dan Santi, mereka berasal dari keluarga broken home, apabila melihat latar belakang Sinta dan Santi terdapat
kemungkinan bahwa alasan mereka menggunakan narkoba adalah tempat pelarian masalah yang mereka hadapi. Pada penceritaan kedua tokoh ini
pengarang tidak terlalu memberikan penekanan pada penokohan mereka, tetapi melalui prilaku yang dilakukan oleh kedua tokoh ini dapat
menyiratkan penggambaran penokohan mereka. Seperti pada kutipan di bawah ini;
“Gadis itu sadar, ia butuh bantuan. Kalau tidak bisa-bisa ia makaw lagi. Tangan kurus Sinta terjulur kearah Ustadzah Hanum, menyerahkan
kantong plastik kecil berisi serbuk putih, yang selama ini disembunyikannya di kloset. Serbuk mimpi, putaw”
18
Kutipan di atas menunjuk pada penokohan Sinta, berdasarkan yang dilakukan Sinta ia dapat digambarkan memiliki sifat yang jujur dengan
17
Ibid, h. 98.
18
Ibid, h. 45.
menyerahkan narkoba yang mereka simpan secara diam-diam kepada pengurus pesantren, dengan menyerahkan norkoba tersebut dapat dikatakan
bahwa tokoh Sinta memiliki tekad yang lebih kuat untuk sembuh dari pemakaian narkoba. Selain Sinta, terdapat penggambaran tokoh Santi
melalui perilaku yang ia lakukan. Seperti pada kutipan di bawah ini; “Sinta mulai membatasi diri. Sayang, Santi setelah beberapa hari
berpuasa ternyata tak bisa menahan ketergantungannya. Dan terjadilah peristiwa semalam saat gadis muda itu fly
dan mendadak liar.” Kutipan tersebut menunjuk pada tokoh Santi yang menyiratkan bahwa
penokohan Santi digambarkan sebagai tokoh yang memiliki tekad yang lemah untuk sembuh dari ketergantungan narkoba apabila dibandingkan
dengan tokoh Sinta. Hal tersebut dituliskan secara jelas oleh pengarang ketika Santi tidak bisa menahan untuk tidak memakai narkoba, namun
kedatangan mereka ke pesantren untuk mewujudkan tekad mereka agar dapat terlepas dari ketergantungan narkoba dengan menjalani masa
rehabilitasi di pesantren. Dalam novel ini juga didukung oleh kehadiran tokoh-tokoh tambahan
lainnya, seperti Ibu Hartini, Eni, Evi, Ina, Sri, Ipung, Sissy, Inong, Yanti, Ustadz Agam, Ustadzah Hanum, Ummu Shalihat, Cut Ana dan dokter Aulia.
Berdasarkan pemaparan mengenai tokoh-tokoh tambahan di atas, fungsi deskriptif mengenai tokoh hanya penggambaran secara perwatakan tanpa
penjelasan penokohan secara fisik. Hal tersebut juga yang membedakan antara tokoh utama dengan tokoh tambahan karena tokoh utama memang harus dibuat
mendetail agar mampu menyampaikan tema dan amanat yang terkandung dalam cerita, pada dasarnya tokoh tambahan memang hanya berperan sebagai pendukung
dalam cerita. Jika dilihat dari perannya tokoh tambahan memang tidak terlalu berpengaruh sehingga penggambaran mengenai perwatakan dirasa sudah cukup
untuk membantu berjalannya sebuah cerita. Penjelasan tentang perwatakan tokoh
utama dan tokoh tambahan tidak secara langsung dituliskan oleh pengarang, tetapi dilukiskan melalui sikap dan tindakan tokoh dengan tokoh lainnya.
3. Plot
Plot cerita dalam novel Pesantren Impian terlalu memaparkan permasalahan para tokoh yang sebenarnya membuat cerita menjadi tidak fokus,
dari konflik satu ke konflik lainnya tidak ceritakan secara runtut yang tentu saja dapat menimbulkan ketidakfokusan cerita. Oleh karena itu, pada penelitian ini
lebih mengutamakan pada tokoh Gadis. Plot dalam novel Pesantren Impian merupakan plot sorot balik atau flash
back karena menyoroti keadaan tokoh Gadis dan peristiwa yang dialaminya untuk mengungkapkan tokoh Gadis dengan diawali penggambaran konflik yang
tengah meruncing, kemudian baru tahap awal cerita dikisahkan. Seperti dalam penjelasalan Nurgiyantoro bahwa plot sorot balik, cerita tidak dimulai dari
tahap awal, melainkan mungkin dari tahap tengah atau bahkan tahap akhir, baru kemudian tahap awal cerita dikisahkan.
19
Pemaparan plot dalam novel ini dapat digambarkan sebagai berikut.
a. Tahap Penyituasian
Tahap pengenalan dalam novel Pesantren Impian cerita dimulai dengan pengenalan latar dan penggambaran tokoh dalam novel. Pada kutipan di
bawah ini merupakan penggambaran latar tempat yang memiliki hubungan dengan peristiwa yang terjadi pada tahap selanjutnya di pemuncakan konflik.
“Medan, Tiara Hotel Ya Tuhan, kenapa begini?
Gadis berambut panjang itu memandang sekeliling dengan paras pucat. Di hadapannya tergeletak sesosok tubuh tak bergerak. Beling pecahan
botol berserakan, berbaur dengan percikan darah yang melebar menodai
karpet.”
20
19
Burhan Nurgiyantoro, Teori Pengkajian Fiksi, Yogyakarta: Gajah Mada University Press, 1995, h. 214
20
Asma Nadia, Ibid, h. 2.