kendali. Ustadz Agam dengan sigap memegang tangan Santi untuk mengambil pisau yang ada ditangannya. Semua yang melihat merasa khawatir dengan
posisi Ustadz Agam mereka khawatir Santi akan melukai Ustaz Agam, namun dengan keberanian Ustaz Agam, Santi dapat dikendalikan dan segera dibawa ke
klinik pesantren. Selain itu, terdapat kutipan lainnya yang menggambarkan sikap berani pada tokoh seperti di bawah ini.
“Kebutuhan anak-anak asuhnya memang besar dan membuatnya sering berbuat nekat. Tapi ia bukan pelacur. Biasanya si Gadis hanya
menunggu di bar atau diskotik, sampai ada lelaki hidung belang yang tertarik mengajaknya dansa atau menginap.”
82
Pada kutipan di atas menggambarkan sikap berani Gadis dalam menghadapi kesulitan dalam hidupnya, karena ia berani memutuskan untuk
bekerja sebagai „wanita malam’, suatu pekerjaan yang dapat membahayakan dirinya. Kebutuhan dirinya dan anak-anak asuhnya serta kesulitan dalam
masalah ekonomi membuatnya harus memberanikan diri dalam menjalani pekerjaannya tersebut.
Sikap yang dilakukan Gadis menyiratkan keberanian dalam dirinya untuk berjuang memenuhi kebutuhan hidupnya dan anak-anak
asuhnya. Dalam kutipan tersebut
pada kalimat “Tapi ia bukan pelacur”, sebenarnya dengan penggalan kalimat tersebut pengarang mempertegas bahwa Gadis dalam
menjalankan pekerjaannya yang berada di lingkungan prostitusi ia tidak sepenuh hati. Hal tersebut diperjelas dengan fakta cerita yang dituliskan
pengarang bahwa Gadis memberi obat tidur kepada laki-laki yang datang kepadanya untuk diambil harta bendanya. Cara itu lah yang digunakan Gadis
untuk mendapatkan uang dalam menjalankan pekerjaan nya sebagai „wanita
malam’ sehingga ia tetap bisa menjaga kegadisannya.
82
Ibid, h.117.
C. Implikasi Terhadap Pembelajaran Sastra di Sekolah
Proses belajar-mengajar di dalam lingkungan formal dikenal dengan istilah pengajaran. Pengajaran memiliki tujuan untuk mengembangkan potensi individual
siswa sesuai dengan kemampuan siswa menyangkut kecerdasan, kejujuran, dan keterampilan. Tujuan pengajaran tersebut dapat dilihat dalam tujuan pendidikan
berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional
pasal 3,
pendidikan nasional
berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang
bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman,
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung
jawab.
83
Boen S. Oemarjati memaparkan bahwa pengajaran tidak hanya berarti penanaman, melainkan terlebih lagi merupakan proses pemeliharaan, pembinaan,
dan penumbuhan dari apa yang ditanamkan ke arah perkembangan yang dijadikan tujuan pengajaran tersebut.
84
Berdasarkan penjelasan Bambang Kaswanti pada hakikatnya pengajaran sastra ialah memperkenalkan kepada siswa nilai-nilai yang
dikandung karya sastra dan mengajak siswa ikut menghayati pengalaman- pengalaman yang disajikan itu.
85
Pengajaran sastra dapat dikatakan sebagai membina, dan menumbuhkan pengenalan serta menikmati sastra dan betujuan
mengembangkan kepekaan siswa terhadap nilai-nilai moral, nilai sosial ataupun gabungan keseluruhannya. Selian itu, pengajaran sastra dapat melatih keterampilan
berbahasa para siswa, seperti keterampilan menyimak, berbicara, membaca dan menulis melalui kegiatan apresiasi sastra.
83
Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Departemen Agama RI, Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah RI tentang Pendidikan, Jakarta;2006, h. 8-9.
84
Boen S. Oemarjati, Mengakrabkan Sastra, Jakarta: UI-Press, 2012, h. 1.
85
Bambang Kaswanti Purwo, Bulir-Bulir Sastra Bahasa, Yogyakarta: Kanisius, 1991, h. 61.
Apresiasi sastra dapat diterangkan sebagai pengenalan dan pemahaman yang tepat terhadap nilai sastra, dan kegairahan kepadanya serta kenikmatan yang
timbul sebagai akibat semua itu.
86
Kegiatan apresiasi merupakan perbuatan yang dilakukan dengan sadar, dan bertujuan untuk mengenal dan memahami dengan
tepat nilai sastra, untuk menumbuhkan kesenangan dan kenikmatan sastra. Di sekolah pembelajaran apresiasi direncanakan oleh sekolah dan dirancang dalam
rencana pelaksanaan pembelajaran untuk mencapai sasaran yang ditentukan. Apabila dikaitkan dengan novel Pesantren Impian dalam pembelajaran
apresiasi karya sastra guru dapat memberikan rujukan kepada siswa untuk membaca dan menganalisis unsur instrinsik yang terdapat di dalam novel, serta
menemukan nilai-nilai moral yang terdapat dalam novel tersebut, karena novel Pesantren Impian memberikan gambaran tentang sikap hormat, tanggung jawab,
kejujuran, toleransi, disiplin diri, suka menolong, berbelas kasih, kerja sama, dan berani yang merupakan nilai moral yang dapat mengembangkan karakter siswa.
Oleh karena itu, hal tersebut dapat diterapkan pada pembelajaran sastra tingkat SMA kelas XI sebelas, dengan kompetensi dasar; mampu menjelaskan tema,
alur, tokoh dan penokohan, latar, sudut pandang dan amanat, serta mampu menjelaskan nilai-nilai positif dalam novel.
Di samping itu, novel Pesantren Impian juga menggambarkan tekad dan usaha tokoh yang bersungguh-sungguh dalam meraih sesuatu yang diinginkannya,
misalnya tekad mereka untuk memperbaiki sikap diri, dan perilaku buruk yang pernah mereka lakukan, walaupun terdapat beberapa tindakan para tokoh yang
kurang layak ditiru, misalnya memakai narkoba, atau menjadi pengedar narkoba tetapi setidaknya ada sikap tokoh yang layak dijadikan panutan oleh siswa, bahkan
melalui sikap dan perilaku yang kurang baik dari beberapa tokoh tersebut siswa dapat mengambil pelajaran dari penggambaran tokoh tersebut, seperti siswa
mengerti akibat buruk dari apa yang telah dilakukan tokoh tersebut sehingga siswa
86
Yus Rusyana, Bahasa dan Sastra dalam Gampitan Pendidikan Bandung:C.V. Dipnegoro, 1984, h. 322.