d. Teungku Hasan Teungku Budiman
Teungku Hasan digambarkan sebagai tokoh yang disegani karena ia adalah laki-laki yang suka menolong. Tengku Hasan diceritakan menjadi
pemiliki Pesantren Impian untuk membantu menjalankan misi kebaikan Umar. Hal tersebut terlihat dalam kutipan berikut;
“Hanya satu yang dimintanya pada Teungku Hasan, yaitu untuk berpura-pura menjadi pemilik pulau dan Pesantren Impian. Meski berat,
permintaan tersebut akhirnya disetujui. Lelaki paruh baya itu bisa mengerti keinginan Umar. Beliau bersedia menandatangani semua surat
dan akte yang menyangkut kepemilikan tanah di pulau dan pesantren
atas namanya.”
14
Pada kutipan di atas menjelaskan bahwa kepemilikan pesantren sebenarnya adalah milik Umar, kutipan tersebut juga menggambarkan sifat
suka menolong Teungku Hasan yang telah membantu Umar. Penyamarannya menjadi pemilik pesantren membuat ia dikenal sebagai laki-laki yang
dermawan oleh masyarakat sekitar pesantren, dan memanggilnya dengan nama Teungku Budiman. Penggambaran sifat dermawan Teungku Hasan
terlihat pada kutipan tersebut. “Belakangan lelaki itu menawarkan keinginannya membeli seluruh
tanah di pulau dari penduduk asli. Tidak ada yang keberatan, tidak juga dari kalangan ulama, karena Teungku Budiman, begitu mereka biasa
menyebutnya, sudah berbuat banyak. Apalagi dalam kontrak jual beli disebutkan bahwa penduduk bisa tetap tinggal, bahkan bekerja di
perkebunan milik Teungku.”
15
Teungku Hasan menyamar menjadi pemilik pesantren tidak memiliki tujuan lain, kecuali untuk menolong Umar, masyarakat pun juga
beranggapan bahwa pesantren dan perkebunan yang mereka kelola adalah milik Teungku Hasan dan Umar yang mereka tahu hanyalah seorang
pengacara kepercayaan Teungku Hasan.
14
Ibid, h. 128.
15
Ibid, h. 20.
Pada tokoh Teungku Hasan, gelar Teungku yang diletakkan di awal nama tokoh sesuai dengan penulisan dalam novel. Teungku Hasan digambarkan
sebagai laki-laki yang dihormati karena memiliki sikap dermawan. Jika pengarang ingin menggambarkan Teungku Hasan sebagai tokoh masyarakat
sehingga menyandang gelar Teungku tetapi pengarang tidak menuliskan fakta cerita yang menunjukkan bahwa tokoh Teungku Hasan adalah seorang ulama
atau memiliki pengetahuan mengenai keagamaan. Hal tersebut juga menunjukkan bahwa tokoh dalam novel ini tidak digambarkan secara
mendalam, hanya dengan nama tokoh dan penokohan secara watak tanpa latar belakang yang jelas.
Permasalahan mengenai gelar Teungku tersebut, memiliki kemungkinan bahwa pengarang kurang melakukan riset terhadap penggunaan gelar Teungku
khususnya di wilayah Aceh atau bahkan pengarang tidak menyajikan cerita secara lengkap yang tentu saja dapat melemahkan kualitas novel tersebut.
e. Butet
Butet adalah anak muda yang diundang untuk datang Ke Pesantren Impian karena riwayat kejahatannya sebagai pengedar narkoba, namun
riwayat kejahatannya tersebut tidak membuat Butet menjadi seseorang yang tidak memiliki sisi kebaikan. Kutipan di bawah ini menggambarkan
penokohan pada tokoh Butet; “Rini terus menggeleng, berharap ini suatu mimpi buruk dan bukan
kenyataan. Tapi saat matanya menatap surat yang masih di tangan. Tangis Rini makin keras.
“Rin… sabar Rin. Kau kenapa ? Butet mengusap bahu Rini. Mencoba menenangkan.”
16
Berdasarkan kutipan tersebut menggambarkan sikap peduli Butet kepada temannya, berusaha mengerti dengan keadaan orang lain
menyiratkan sifat empati seseorang. Kedatangan Butet ke pesantren bertujuan untuk mengubah dirinya menjadi lebih baik dengan berhenti
16
Ibid, h. 104.