dengan tujuan untuk menyelesaikan permasalahan mereka, karena pada dasarnya kejujuran mengantarkan kepada kebaikan.
4. Toleransi
Bersikap adil dan saling menghargai setiap tindakan orang lain adalah mencerminkan sikap toleransi, di dalam novel ini sikap toleransi juga
tergambarkan melalui perilaku dan sikap tokoh. “Dari hari ke hari, ikatan di antara mereka semakin erat. Ustadzah
Hanum bisa merasakannya. Ternyata tidak sesulit yang diperingatkan Teungku. Meski menyadari bahwa sejauh ini pesantren baru bisa membuat
para santriwati kerasan. ….”
64
Para remaja yang datang ke pesantren berasal dari daerah yang berbeda, profesi yang berbeda dan dari latar keluarga yang berbeda, namun perbedaan
tersebut tidak membuat mereka saling tidak peduli ataupun tidak saling menghargai. Pada kalimat pertama menggambarkan keakraban mereka di
pesantren, hal tersebut dapat tercipta karena adanya sikap saling menghargai dan berbagi di antara mereka, seperti saling belajar menghargai pendapat dan
saling menjaga perasaan teman sehingga tidak menimbulkan perselisihan diantara mereka.
“Perpisahan bagi si Gadis terjadi lebih dini. Pagi-pagi sekali, ba’da sholat Subuh, ia menyampaikan kepulangan yang dipercepat. Meski
diwarnai protes, teman-teman baik selama di pesantren, akhirnya rela melepaskan.
Selama setahun bersama, baru kali ini si Gadis terlihat bersedih.”
65
Kutipan tersebut menggambarkan sikap menghargai pendapat orang lain dan sikap toleransi terlihat ketika teman-teman di pesantren menghargai
keputusan Gadis untuk pulang lebih awal karena ia mengkhawatirkan anak- anak asuhnya yang sudah beberapa hari kehabisan uang untuk membeli
makanan. Teman-teman di pesantren tidak bisa menolak keputusan Gadis
64
Ibid, h. 38-39.
65
Ibid, h. 274-275.
karena mereka harus mengerti kepentingan orang lain. Pada bagian ini, dapat dikatakan pengarang menyiratkan pesan mengenai pentingnya sikap toleransi
untuk menciptakan suasana yang rukun dan damai dalam kehidupan.
5. Disiplin diri
Sikap disiplin diri mengajarkan untuk tidak melakukan perbuatan yang merendahkan diri dan menuntut kita untuk mengerjakan hal-hal yang baik.
Kutipan-kutipan di bawah ini menggambarkan sikap disiplin diri para remaja yang mulai terbentuk setelah mereka merasa nyaman menikmati berbagai
kegiatan dan peraturan yang ada di pesantren. “Ketika sampai tadi, setelah mandi, para pendatang putri langsung
mengenakan busana muslimah yang disediakan pesantren. Sedang penghuni putra memakai baju koko dan celana panjang longgar atau
sarung.”
66
Kutipan tersebut menceritakan tata tertib berpakaian yang terdapat di pesantren, selain itu kutipan tersebut menyiratkan sikap disiplin diri untuk tidak
melakukan perbuatan merendahkan diri, seorang perempuan yang memilih untuk mengenakan pakaian yang menutupi tubuhnya dengan baik menandakan
bahwa ia sedang menjauhkan diri dari hal-hal yang dapat merendahkan dirinya. Kutipan tersebut juga menggambarkan bahwa mereka bersikap disiplin dengan
mematuhi tata tertib yang berlaku di pesantren. “Ia telah menjelma manusia baru. Lebih sabar, tidak ukuran, tidak
sombong, dan bangga diri. Ia bahkan mulai mampu menghayati masalah orang lain.”
67
“Padahal dulu ia merasa yakin akan sulit melalui hari demi hari. Dan sejak kapan persisnya ia lupa, sholatnya sekarang tertib. Tidak lagi bolong-
bolong seperti dulu.”
68
66
Ibid, h. 21.
67
Ibid, h. 114.
68
Ibid, h. 278.
Kedua kutipan tersebut menunjukkan sikap disiplin diri pada tokoh Gadis, selama menetap di pesantren Gadis mampu menahan dirinya untuk menjadi
pribadi yang lebih sabar dan tidak sombong yang berarti Gadis tidak mengikuti kehendak hatinya untuk melakukan sesuatu yang tidak baik. Kedatangan Gadis
di pesantren menuntut ia untuk melakukan hal-hal yang baik, seperti Gadis menjadi rajin sholat dan ia lebih bersikap simpati terhadap orang lain. Jika
melihat kutipan terakhir pada bagian disiplin diri, pengarang menyiratkan pesan moral agama berupa sikap disiplin dalam menjalankan ibadah kepada
Allah yang tergambarkan melalui tokoh Gadis dengan usahanya untuk rajin dalam melaksanakan sholat.
6. Suka menolong
Sikap suka menolong adalah keikhlasan dalam membantu sesama, sikap suka menolong dalam cerita ini tidak hanya tergambarkan melalui sikap para
tokoh. “Belakangan lelaki itu menawarkan keinginannya membeli seluruh
tanah di pulau dari penduduk asli. Tidak ada yang keberatan, tidak juga dari kalangan ulama, karena Teungku Budiman, begitu mereka biasa
menyebutnya, sudah berbuat banyak. Apalagi dalam kontrak jual beli disebutkan bahwa penduduk bisa tetap tinggal, bahkan bekerja di
perkebunan milik Teungku.”
69
“Tidak hanya itu, Teungku juga mengumpulkan para tenaga ahli yang benar-benar menguasai bidangnya. Termasuk dokter Aulia dan beberapa
dokter lain yang bertugas di klinik. Mereka membuka Puskesmas bagi masyarakat dan klinik rehabilitasi ketergantungan obat bagi pendatang.
Kecuali mereka yang bertugas di sini benar-benar perpaduan kecerdasan dan ketulusan, pasti banyak subsidi dan hal-hal lain yang dilakukan
Teungku Budiman, untuk membuat para staf ahli tersebut bertahan di pulau
seterpencil ini.”
70
Dari dua kutipan tersebut menggambarkan kebaikan Teungku Umar dalam menolong masyarakat di sekitar pesantren, keinginannya untuk menolong
69
Ibid, h. 20.
70
Ibid, h. 76.