Penceritaan mengenai masa rehabilitasi para tokoh di pesantren hanya memiliki porsi yang kecil dalam novel ini, yaitu hanya penceritaan secara
singkat mengenai kegiatan keagamaan dan lain-lainnya, dengan ketebalan novel sekitar 314 halaman novel ini lebih banyak memaparkan konflik-
konflik para tokoh yang sebenarnya membuat penceritaan mengenai tokoh Gadis menjadi tidak fokus. Seharusnya dengan halaman novel yang cukup
banyak tersebut pengarang dapat lebih leluasa menceritakan secara mendetail mengenai berbagai hal yang dilakukan pesantren untuk membantu
tokoh Gadis menjadi pribadi yang lebih baik.
e. Tahap Penyelesaian
Tahap ini merupakan kelanjutan langsung dari peristiwa-peristiwa awal yang melatarbelakangi Gadis hingga datang ke pesantren, dan
menggambarkan perubahan cara berpikir dan perilaku Gadis setelah menjalani masa rehabilitasi di pesantren bersama dengan tokoh lainnya.
Gadis memiliki tekad untuk meninggalkan pekerjaannya sebagai „wanita
malam ’ dan menjadi pribadi yang lebih baik. Seperti dalam kutipan berikut;
“Si Gadis merayapi bangunan pesantren untuk terakhir kali. Kalau ada bagian hidup yang paling disyukuri adalah kesempatan yang Allah
berikan hingga ia bisa mengecap kehidupan tenang di sini. Beroleh hidayah.”
28
“Si Gadis bersumpah dalam hati tak akan mengulangi lembaran hitam dalam hidup yang dulu dilakukannya.
”
29
Kutipan tersebut menggambarkan keberadaan Gadis sebelum ia kembali bersama anak-anak asuhnya, dan menggambarkan tekad Gadis untuk tidak
mengulangi pekerjaannya sebagai „wanita malam’, selain itu dapat dikatakan
ada perasaan bersyukur dan tidak menyesal telah datang ke pesantren. Kalimat terakhir pada kutipan pertama „beroleh hidayah’ menyiratkan bahwa
28
Ibid., h. 285.
29
Ibid., h. 285.
Gadis mendapat pentunjuk dari Allah untuk hidup lebih baik karena telah datang ke Pesantren Impian. Jika ia tidak datang ke pesantren belum tentu
Gadis memperoleh hidayah seperti yang ia rasakan hingga ia memiliki tekad yang baik. Selain itu, terdapat kutipan lain yang menggambarkan perubahan
pada tokoh tambahan lainnya; “Rini berpikir akan meneruskan kembali kuliahnya. Gadis ringkih
yang kini jauh lebih tegar karena tempaan yang dialami, bertekad menutup sepenuhnya lembaran masa lalu.”
30
“Santi dan Sinta kini sudah benar-benar sembuh dari ketergantungan terhadap obat-obatan psikotropika. Wajah keduanya
lebih cerah. Berkat Ummu Shalihat pula, si kembar yang dulu kurus, sekarang tampak lebih berisi. Raut muka mereka pun lebih segar”
31
“… Beberapa hari lagi mereka pulang. Kecuali Butet, semua akan kembali pada kehidupan masing-masing. Tentu dengan harapan bisa
menempuh jalan kehidupan lebih baik.”
32
Pada tokoh Rini menggambarkan semangatnya yang telah kembali setelah menjalani masa rehabilitasi di pesantren akibat peristiwa
pemerkosaan yang menimpa dirinya, Sinta dan Santi yang sudah sembuh dari ketergantungan narkoba, begitu juga dengan Butet tekadnya untuk
berhenti menjadi pengedar narkoba dapat tercapai. Beberapa kutipan tersebut menggambarkan tekad mereka untuk menjalani kehidupan yang lebih baik.
Setelah berhasil mewujudkan usaha dalam memperbaiki diri dan kehidupannya, mereka pun kembali ke daerah asal mereka dan melakukan
aktivitas dan kegiatan yang lebih bermanfaat untuk diri sendiri dan orang lain.
Pada tahap penyelesain cerita dapat dikatakan bahwa pengarang menggambarkan tokoh Gadis dengan berbagai permasalahannya menjadi
seseorang yang lebih baik singkat kata tokoh Gadis bertobat, begitu juga
30
Ibid., h. 287.
31
Ibid., h. 289.
32
Ibid., h. 289.
dengan para tokoh lainnya dengan berbagai riwayat masa lalunya mereka menjadi seseorang yang lebih baik. Hal tersebut dapat dikatakan tokoh-tokoh
dalam cerita dibangun dengan misi menuju kebaikan yang disebut dengan tokoh stereotip. Hal tersebut dapat dilihat kaitannya dengan biografi Asma
Nadia yang merupakan salah satu pendiri Forum Lingkar Pena FLP suatu organisasi kepenulisan yang berindetitaskan Islam, singkat kata selain
menghibur pembaca Asma Nadia berdakwah melalui karyanya. Ketika seseorang mendirikan sebuah organisasi tentu memiliki tujuan
dalam organisasi tersebut, begitu juga dengan Asma Nadia. Ia mendirikan FLP dapat dikatakan sebagai tempat untuk menginterpretasikan gagasannya
dalam dunia kepenulisan. Memberikan pencerahan kepada pembaca adalah salah satu tujuan Asma Nadia dalam membuat karya, seperti yang terdapat
dalam visi FLP, yaitu memberikan pencerahan melalui tulisan. Jika melihat pemaparan plot pada tahap klimaks yang menjadi
kekurangan dari novel ini adalah tidak dipaparkannya secara jelas mengenai cara atau tahap penyembuhan yang dilakukan pesantren untuk membantu
Gadis dan para tokoh tersebut sembuh dari riwayat kejahatan mereka. Pengarang hanya memaparkan para tokoh selama berada di pesantren
melaksanakan solat berjamaah dan menjalankan puasa sunah. Pengarang tidak berusaha mengaitkan isi cerita dengan fakta dalam kehidupan,
misalnya pemakai narkoba dapat sembuh hanya dengan melakukan puasa sunah padahal untuk membantu seseorang terlepas dari ketergantungan
narkoba membutuhkan penyembuhan lebih dari sekedar itu, walaupun karya ini murni fiksi tetapi sebenarnya pengarang dapat menambahkan cerita yang
dapat disesuaikan dengan keadaan sebenarnya sebagai penguat dalam cerita. Seperti pendapat yang dikutip dari Pikiran Rakyat, Sabtu 23 Februari
2008 oleh Topik Mulyana seorang editor di Penerbit Sygma Examedia Arkanleema dan pegiat FLP Bandung
“Melani Budianta pernah melakukan studi objektif. Dia membaca beberapa karya FLP, kemudian mengkritisinya.