tiga hari atau lebih dalam seminggu 51.7 dan selama 20-30 menit 48.3.
Hasil ini tidak selaras dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Martin, et al 2004 tentang
female adolescent’s knowledge of bone health promotion behaviors and osteoporosis risk factor. Hasil penelitiannya
menunjukan bahwa mayoritas responden mengetahui jika olah raga untuk menguatkan tulang sebaiknya dilakukan tiga hari atau lebih dalam seminggu
80.4 selama 20-30 menit 55.1. Berdasarkan hasil penelitian didapatkan bahwa seluruh responden
100 mengetahui bahwa vitamin D bermanfaat dalam meningkatkan penyerapan kalsium. Hal ini tidak selaras dengan hasil penelitian yang
didapatkan oleh Marten, et al 2004, dimana hasil penelitiannya menunjukan hanya 20 dari responden yang mengetahui vitamin D
dibutuhkan dalam penyerapan kalsium.
3. Pengetahuan kesehatan tulang sesudah intervensi peer education
kesehatan tulang
Berdasarkan data hasil penelitian, skor pengetahuan kesehatan tulang tertinggi setelah dilakukan intervensi peer education adalah 24 dan skor
terendahnya adalah 14. Skor pengetahuan tertinggi setelah dilakukan intervensi peer education kesehatan tulang sudah cukup baik dimana skor
yang paling banyak diperoleh adalah 20 5 responden. Hasil penelitian menunjukan rata-rata skor pengetahuan kesehatan
tulang sesudah intervensi peer education kesehatan tulang adalah 19.00. Nilai ini lebih tinggi dari pada nilai rata-rata skor pengetahuan kesehatan
tulang pada saat pre test dimana nilai rata-rata skor pengetahuan pada saat pre test adalah 16.27.
Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Murti, dkk 2006 yang berjudul efektivitas promosi kesehatan dengan peer
education pada kelompok dasawisma dalam upaya penemuan tersangka penderita TB paru. Hasil penelitiannya menunjukan nilai rata-rata skor
pengetahuan pada saat pre test adalah 11.44 dan pada saat post test adalah 14.41. Selain itu, penelitian yang dilakukan oleh Harahap dan Handayani
2004 yang berjudul pengaruh peer education terhadap pengetahuan dan sikap mahasiswa dalam menanggulangi HIVAIDS di Universitas Sumatera
Utara juga menyatakan hasil penelitian yang sama. Hasil penelitiannya menunjukan adanya peningkatan nilai rata-rata pada saat post test. Nilai
rata-rata skor pengetahuan pada saat pre test adalah 18.18 dan pada saat post test adalah 22.96.
Berdasarkan hasil analisis pengetahuan responden item pertanyaan pada saat pos test didapatkan bahwa dari 26 item pertanyaan pada kuesioner, 17
diantaranya menunjukan adanya peningkatan jumlah responden persentase yang mampu menjawab dengan benar pada item pertanyaan tersebut. Hal ini
sejalan dengan hasil penelitian yang menunjukan nilai rata-rata skor pengetahuan pada saat post test lebih tinggi dari pada nilai rata-rata skor
pengetahuan pada saat pre test .
B. Analisis Bivariat
Sebelum peneliti membahas hasil pengetahuan kesehatan tulang antara sebelum dan sesudah intervensi peer education kesehatan tulang, peneliti ingin
membahas normalitas variabel pengetahuan. Berdasarkan hasil uji normalitas dengan Shapiro-Wilk didapatkan data bahwa harga signifikansi hasil evaluasi
awal pre test sebesar 0.131 dan hasil evaluasi akhir post test sebesar 0.348. Harga signifikansi tersebut lebih besar dari pada harga signifikansi pada tabel
p0,05. Dengan demikian maka dapat dikatakan data terdistribusi normal. Berdasarkan data hasil penelitian, terdapat perbedaan nilai rata-rata
pengetahuan antara pre test dan post test sebesar 2.72 dengan standar deviasi 1.41. Pada hasil uji T dependen didapatkan nilai significancy sebesar 0.000
p=0.000. Nilai ini lebih kecil dari nilai α alpha yaitu 0,05, artinya terdapat perbedaan nilai rata-rata yang bermakna antara pengetahuan siswa sebelum dan
sesudah intervensi peer education kesehatan tulang. Hasil ini sejalan dengan penelitian Harahap dan Handayani 2004 yang
berjudul pengaruh peer education terhadap pengetahuan dan sikap mahasiswa dalam menanggulangi HIVAIDS di Universitas Sumatera Utara dengan hasil
peneltian yang menunjukan bahwa terdapat perbedaan yang bermakna pada nilai rata-rata pengetahuan antara sebelum dilakukan peer education pre test
dan setelah peer education post test dengan nilai p=0,000. Selain itu penelitian oleh Murti, dkk 2006 yang berjudul efektivitas promosi kesehatan
dengan peer education pada kelompok dasawisma dalam upaya penemuan tersangka penderita TB paru juga menyatakan hasil penelitian yang sama. Hasil
penelitiannya menunjukan adanya peningkatan rerata nilai pengetahuan yang bermakna pada kelompok yang dilakukan intervensi peer education dengan
nilai p=0.000.
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh nilai eta squared sebesar 0.79 0.14. Hal ini bermakna bahwa intervensi peer education kesehatan tulang
mempunyai pengaruh besar terhadap peningkatan pengetahuan. Hasil ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Ratna 2012 tentang pengaruh
pendidikan kesehatan dengan media leaflet terhadap perubahan pengetahuan pasien hipertensi tentang pengendalian hipertensi di Puskesmas Pakuhaji
Tangerang tahun 2012. Pada hasil penelitiannya diperoleh nilai eta sebesar 0.93 0.14 dan bermakna adanya pengaruh yang kuat antara pemberian
pendidikan kesehatan dengan media leaflet terhadap peningkatan pengetahuan. Berdasarkan uraian beberapa hasil penelitian diatas menunjukan bahwa
pendidikan kesehatan dengan metode peer education dapat meningkatkan pengetahuan peserta didik. Hal ini mendukung teori bahwa promosi kesehatan
mengandung unsur pendidikan kesehatan yang pada hakikatnya adalah proses belajar yang dapat meningkatkan pengetahuan Simons, 1995 dalam Murti,
2006. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Medley, et al 2009 yang berjudul effectiveness of peer education interventions for HIV prevention in developing
countries: a systematic review and meta-analysis menunjukan tiga puluh penelitian yang dianalisis memiliki hasil penelitian yang menyatakan bahwa
peer education efektif dalam meningkatkan pengetahuan. Menurut kerucut Edgar Dale 1964 dalam Nursalam 2008 terdapat
gambaran kemampuan partisipan untuk mengingat kembali pesan-pesan dalam pendidikan kesehatan menurut teknik dan medianya. Menurut kerucut Edgar
Dale tersebut jika partisipan berpartisipasi dalam diskusi dengan mengucapkan sendiri kata-katanya, maka mereka akan mengingat 70 dari apa yang
diucapkannya. Teori ini menjelaskan bahwa pengetahuan yang dapat diperoleh setelah mengikuti pendidikan kesehatan dengan metode diskusi kelompok
memiliki persen retensi yang besar sehingga pengetahuan yang diperoleh menjadi lebih banyak. Teori ini sejalan dengan hasil penelitian yang
menunjukan adanya peningkatan rata-rata pengetahuan yang signifikan setelah dilakukan intervensi peer education.
Terdapat teori lain yang mendukung hasil penelitian yang menunjukkan adanya pengaruh intervensi peer education terhadap peningkatan pengetahuan
yaitu, dalam peer education siswa akan membangun pengertian dan pemahaman mereka sendiri tentang apa yang mereka butuhkan untuk belajar
Boud, 2001 dalam Gwee, 2003. Pada peer education siswa terlibat secara aktif dalam proses belajar dimana siswa akan terlibat dalam mengumpulkan,
menganalisis, mengevaluasi, mengintegrasikan, dan menerapkan informasi untuk menyelesaikan tugas atau memecahkan suatu masalah Boud, 2001
dalam Gwee, 2003; Simons, 1995 dalam Murti, 2006 sehingga pengetahuan yang diperoleh lebih mantap dan bertahan lama Simons, 1995 dalam Murti,
2006. Menurut WHO 2005 peer education sebagai suatu metode yang berbasis pendidikan dapat diterapkan sebagai metode pendidikan bagi remaja,
di mana remaja dapat terlibat secara aktif dan dapat berkembang dengan berbagi informasi, perdebatan dan interaksi antara teman sebaya.
Pada penelitian ini peneliti menggunakan booklet kesehatan tulang sebagai media pendidikan kesehatan, dimana booklet yang digunakan telah melalui
proses evaluasi dari pembimbing peneliti. Penggunaan booklet ini turut mempengaruhi peningkatan pengetahuan para responden. Hal ini didukung