Analisis Bivariat HASIL PENELITIAN

tersebut maka kondisi awal responden dalam hal pengalaman responden mengikuti pendidikan kesehatan tentang kesehatan tulang atau dengan metode peer education dan tentang kesehatan tulang adalah homogen sehingga memenuhi syarat untuk penelitian eksperimental dan tidak menimbulkan efek bias pada hasil pre test, post test, dan pemberian intervensi peer education. 2. Pengetahuan kesehatan tulang sebelum intervensi peer education kesehatan tulang Hasil penelitian menunjukan rata-rata skor pengetahuan kesehatan tulang sebelum intervensi peer education kesehatan tulang adalah 16.27. Nilai tertinggi adalah 20 dan nilai terendah adalah 9. Skor pengetahuan tertinggi sebelum dilakukan intervensi peer education kesehatan tulang sudah cukup baik dimana skor yang paling banyak diperoleh adalah 17 5 responden. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa tingkat pengetahuan responden sebelum intervensi peer education sudah cukup baik. Hal ini dimungkinkan karena responden telah mendapatkan informasi yang berkaitan dengan kesehatan tulang dari televisi, koranmajalah, internet, atau keluarga. Selain itu, meskipun di sekolah para siswa belum pernah mendapat informasi tentang kesehatan tulang namun semua responden adalah siswa kelas VIII dan berada di sekolah yang sama sehingga memungkinkan mereka lebih sering bertukar informasi sesama responden. Hal ini sesuai dengan teori bahwa kemudahan untuk memperoleh informasi dapat membantu mempercepat seseorang untuk memperoleh pengetahuan yang baru Mubarak, 2007. Menurut Piaget dalam Bastable 2002 pada masa remaja seseorang telah memasuki tahap perkembangan kognitif yang dinamai sebagai periode formal operation operasional formal. Pada tahap ini remaja telah mampu memahami konsep kesehatan dan penyakit, berbagai penyebab penyakit, pengaruh variabel atas status kesehatan dan pencegahan penyakit. Teori ini selaras dengan hasil penelitian dimana rata-rata skor pengetahuan kesehatan tulang saat pre test sudah cukup baik. Hal ini terjadi karena para responden dalam penelitian ini termasuk dalam usia remaja yang telah mampu memahami konsep kesehatan tulang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar responden mengetahui bahwa keju dan yoghurt 96.6 serta ikan salmon dan bayam 82.8 merupakan sumber kalsium yang baik. Selain itu, mereka juga mengetahui bahwa minum susu dua gelas atau lebih mampu untuk memenuhi kebutuhan kalsium remaja setiapa harinya 51.7. Namun mereka tidak mengetahui bahwa jumlah kalsium yang dibutuhkan remaja setiap harinya adalah 1.300 mg atau lebih 31. Hasil penelitian ini selaras dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Martin, et al 2004 tentang female adolescent’s knowledge of bone health promotion behaviors and osteoporosis risk factor. Hasil penelitiannya menunjukan bahwa mayoritas responden mampu mengidentifikasi secara tepat bahwa keju 74 dan yoghurt 73 sebagai sumber kalsium terbaik. Selain itu, hanya 26.2 dari responden yang mengetahui jumlah asupan kalsium bagi remaja setiap harinya adalah 1.300 mg. Hasil penelitian yang didapat juga selaras dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Syafiq dan Fikawati 2003 tentang pola konsumsi kalsium remaja di kota Bogor dalam Fikawati, dkk 2005 yang melaporkan bahwa secara umum pengetahuan remaja tentang hal-hal yang berhubungan dengan kalsium sudah baik. Selain itu, hasil penelitian yang dilakukan oleh Fikawati, dkk 2005 tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan asupan kalsium pada remaja di kota Bandung menyatakan hampir semua responden mengetahui fungsi kalsium dalam hubungannya dengan pertumbuhan tulang 99,69 dan mampu menjawab dengan benar pertanyaan tentang gangguan pertumbuhan tulang 94,2. Pengetahuan responden terkait olah raga bagi pertumbuhan tulang sudah baik dimana para responden mampu mengidentifikasi dengan tepat bahwa olah raga berlari 72.4 dan melompat 75.9 merupakan olah raga yang terbaik untuk meningkatkan kekuatan tulang. Hal ini selaras dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Marten, et al 2004 yang melaporkan bahwa responden mengetahui olah raga berlari 71 dan bersepeda 53.3 sebagai olah raga yang bermanfaat dalam meningkatkan kekuatan tulang. Meskipun pengetahuan responden saat pre test sudah cukup baik, tetapi sebagian besar responden belum mengetahui kesehatan tulang secara mendalam . Hasil penelitian menunjukan hanya sebagian responden yang mengetahui jika olah raga untuk menguatkan tulang sebaiknya dilakukan

Dokumen yang terkait

Persepsi siswa terhadap pola interaksi dalam pembelajaran ilmu pengetahuan sosial di SMP Dua Mei Ciputat

9 83 118

Pengaruh Tingkat Kecerdasan Emosional Terhadap Prestasi Belajar Pendidikan Agama Islam Pada Siswa Smp Muhammadiyah 17 Ciputat

1 48 98

Pengaruh Pendidikan Kesehatan terhadap Tingkat Pengetahuan Remaja tentang Kesehatan Reproduksi di SMP Islam Ruhama Ciputat

9 42 134

PENGARUH PENYULUHAN KESEHATAN REPRODUKSI MELALUI METODE CERAMAH TERHADAP TINGKAT PENGETAHUAN Pengaruh Penyuluhan Kesehatan Reproduksi Melalui Metode Ceramah terhadap Tingkat Pengetahuan Kesehatan Reproduksi pada Siswa SMP Negeri 9 Surakarta.

0 1 15

PENGARUH PENYULUHAN TERHADAP TINGKAT PENGETAHUAN TENTANG KESEHATAN REPRODUKSI PADA Pengaruh Penyuluhan Terhadap Tingkat Pengetahuan Tentang Kesehatan Reproduksi Pada Siswa SMP Negeri 24 Surakarta.

0 2 13

PENGARUH PENYULUHAN TERHADAP TINGKAT PENGETAHUAN TENTANG KESEHATAN REPRODUKSI PADA Pengaruh Penyuluhan Terhadap Tingkat Pengetahuan Tentang Kesehatan Reproduksi Pada Siswa SMP Negeri 24 Surakarta.

0 0 16

PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN METODE PEER EDUCATION TERHADAP PENGETAHUAN KEPUTIHAN PADA SISWI KELAS II SMP DI PONDOK TA’MIRUL ISLAM SURAKARTA.

0 0 13

Pengaruh Penyuluhan terhadap Tingkat Pengetahuan Kesehatan Reproduksi pada Remaja SMP N 16 Surakarta IMG 20150806 0001

0 0 1

PROMOSI KESEHATAN DENGAN METODE PEER EDUCATION TERHADAP PENGETAHUAN DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) SISWA SMA

0 0 6

PENGARUH METODE PEER EDUCATION TERHADAP PENGETAHUAN KESEHATAN REPRODUKSI PADA SISWI SMP DI PONDOK TA’MIRUL ISLAM SURAKARTA

0 2 8