Rekomendasi Pengelolaan Wisata Selancar Krui

kepuasan tersebut, seperti kawasan repong damar, Taman Nasional Bukit Barisan Selatan atau Pulau Pisang. Repong damar yang berada di Pekon Pahmungan, Krui memiliki daya tarik berupa cara pemanenan resin damar secara tradisional yang dilakukan oleh masyarakat setempat. Taman Nasional Bukit Barisan Selatan memiliki daya tarik berupa keanekaragaman hayati daerah tropis yang khas. Sedangkan Pulau Pisang dikelilingi oleh perairan yang kaya dengan berbagai jenis ikan yang menarik seperti jenis blue marlin yang menjadikan Pulau Pisang sebagai daya tarik tambahan bagi Krui. Pencapaian hal ini dapat dilakukan melalui kerjasama antara pihak pemerintah dan investor serta masyarakat setempat. Investor merupakan pihak yang diberikan kewenangan untuk mengelola kawasan dengan batasan regulasi yang diberikan oleh pemerintah setempat. Regulasi yang dibuat bertujuan untuk menjaga tidak hanya keadaan kawasan namun juga berkaitan dengan masyarakat setempat. Masyarakat setempat dapat diberdayakan dalam pengelolaannya, tingkat ketrampilan yang dimiliki masyarakat ditingkatkan untuk memberikan citra pengelolaan yang baik. Keterampilan yang ditingkatkan termasuk dalam kemampuan berbahasa asing dan teknik pelayanan. Masyarakat diarahkan untuk memiliki peranan dalam kegiatan wisata berupa tour operator atau interpreter. Bersamaan dengan regulasi yang dibuat, perlu dilakukan dibuat juga tatanan organisasi pengelolaan yang memberikan investor atau pihak swasta kebebasan dalam mengembangkan kawasan wisata selancar namun tetap dalam batasan tertentu yang tidak menyebabkan terjadinya kerusakan kealamian kawasan. Tatanan tersebut harus menjadikan pemerintah setempat sebagai pihak pengawas untuk menjaga kelestarian kawasan dan memastikan adanya keterlibatan masyarakat sekitar sebagai pihak publik yang berada disekitar kawasan. VI SIMPULAN DAN SARAN

6.1 Simpulan

1. Kondisi fisik dan biologi pada kawasan selancar di Krui, Lampung Barat yang menjadi sumber resiko atau bahaya bagi peselancar adalah arus, ombak dan materi pembentuk pantai, panas dan sinar matahari, serta fauna laut. 2. Resiko yang ada pada kegiatan selancar di Krui, Lampung Barat berupa memar, luka gores, kulit terbakar, kram otot, dehidrasi, luka tertusuk, kulit sobek, hipertemia, terkilir atau dislokasi pergelangan, kanker kulit dan kematian. 3. Penentuan pengelolaan penurunan tingkat resiko dan bahaya yang dapat diterapkan pada kegiatan selancar di Krui, Lampung Barat terdiri dari beberapa tindakan berdasarkan faktor bahayanya yaitu menghindari resiko untuk bahaya arus balik, mereduksi resiko untuk bahaya sinar dan panas matahari, menerima resiko untuk ombak dan materi pembentuk pantai serta bulu babi. 4. Pengelolaan kawasan selancar Krui harus membuat pengelolaan secara menyeluruh yang bertujuan untuk menambah tingkat kepuasan pengunjung dengan membuat paket wisata yang menggunakan kawasan selancar sebagai daya tarik utama dan kawasan repong damar serta Pulau Pisang sebagai daya tarik tambahannya dengan melibatkan pihak investor, masyarakat dan pemerintah sebagai pengawasnya.

6.2 Saran

Pengelolaan resiko dan bahaya pada kegiatan selancar di Pantai Labuhan Jukung dan Pantai Mandiri sebaiknya dikembangkan sesuai dengan perubahan dari kondisi fisik dan biologi kawasan. Oleh karena itu, perlu dilakukan kegiatan evaluasi dan pengukuran ulang secara berkala untuk mengetahui perubahan terjadi di kedua kawasan tersebut. DAFTAR PUSTAKA Armstrong B K, Kricker A. 1995. Skin Cancer. Journal of Dermatology Clinics. Arthey S, Clarke V A. 1995. Suntanning and Sun Protecting: A Review of Psychological Literature. Journal of Photochemistry and Photobiology. Australia New Zealand Risk Management Guideline ASNZS 4360:2004. 2004. Australia. Baccarini. D. Geoff, S. Love, P. E. D. 2000. Management of Risk in Information Technology Projects. Industrial Management Data System. Emerald. Bedford T, Cooke R. 2003. Probabilistic Risk Analysis: Foundation and Methods. Cambridge University Press. United Kingdom. BPS Kabupaten Lampung Barat. 2010. Lampung Barat Dalam Angka. BPS Kabupaten Lampung Barat. Britton V. 2000. The Origins Of Surfing. Australia. Buckley. 2002. Surf Tourism and Sustainable Development in Indo-Pacific Island. Journal of Sustainable Tourism. Cater C I 2006. Playing With Risk? Participant Perception of Risk and Management Implications in Adventure Tourism. Tourism Management Journal. Carter S. 1997. Who Wants To Be “Peelie Wally?” Glaswegian Tourist: Attitudes To Sun Tans and Sun Exposure . Tourism and Health: Risk, Responses and Research. London Dawes, P. 2007. Developing Beach Risks Assessment Model For Practical Application in The U.K. Royal National Lifeboat Institution. United Kingdom. DKP Kabupaten Lampung Barat. 2009. Rencana Manajemen Kawasan Konservasi Laut Daerah Di Kabupaten Lampung Barat. DKP Lampung Barat. Direktorat Pemanfaatan Alam dan Jasa Lingkungan. 2002. Penilaian Objek dan Daya Tarik Wisata Alam Analisis Daerah Operasi. Bogor: Ditjen PHKA, Departemen Kehutanan. FEE. 2011. Blue Flag Criteria and Explanatory Notes. France.