Pasang Surut Arus Karakteristik Responden Peselancar

Bilangan Formzahl adalah perbandingan antara tinggi gelombang unsur-unsur pasang surut tunggal utama dengan tinggi gelombang unsur-unsur pasang surut ganda Pariwono 1999. Berdasarkan pembagian tipe pasang surut berdasarkan Formzahl maka tipe pasang surut yang ada di kawasan penelitian adalah pasang surut bertipe campuran dengan tipe ganda yang menonjol Wyrtki 1961. Berdasarkan hasil wawancara diketahui bahwa kegiatan selancar dapat dilakukan baik pada saat pasang maupun surut. Kemungkinan tersebut harus dipadukan dengan berbagai keadaan kondisi fisik lain yang terbentuk pada saat yang bersamaan seperti arus dan ombak Robison 2010. Pasang surut hanya dapat menjadi bahaya apabila peselancar yang melakukan kegiatan peselancar tidak memiliki mengenai pasang surut, sehingga pasang surut tidak dimasukkan ke dalam perhitungan analisis resiko untuk diketahui tingkat resikonya.

5.1.4 Arus

Pengukuran arus dilakukan selama 30 hari di kedua pantai mulai tanggal 23 April hingga 22 Mei 2011 pada titik sampel yang sama. Penentuan letak titik sampel dilakukan dengan berpatokan pada GPS. Jarak pengambilan sampel dari tepi pantai + 200 m dengan satuan cmdt. Gambar 11. Pasang surut di kawasan penelitian selama 24 jam pada Bulan Mei 2011 Dilihat dari data yang diperoleh, maka dapat diketahui bahwa terdapat beberapa hasil pengukuran arus yang melampaui data arus yang dimiliki oleh DKP Lampung Barat, seperti yang terjadi di Pantai Labuhan Jukung pada tanggal 25 April yang memiliki kecepatan arus antara 29-37 cmdt dan pada tanggal 18 Mei dengan kecepatan arus mencapai 34-37 cmdt. Terdapat juga saat kecepatan arus di Pantai Mandiri yang melebihi data pengamatan DKP Lampung Barat yaitu pada tanggal 29 April dan 4, 5, dan 10 Mei. Hal ini diduga karena keadaan laut yang memang tidak selalu pasti dan dapat diprediksi dengan tepat. Arus balik merupakan hal yang hampir selalu disinggung oleh responden sebagai bahaya yang selalu ada pada suatu kawasan pantai, termasuk Pantai Labuhan Jukung dan Pantai Mandiri. Walaupun responden dari pihak peselancar mengetahui tindakan yang harus mereka lakukan saat mereka berada dalam arus balik dan di sisi lain pengelola sebagai pihak yang terbiasa dengan kondisi di kedua pantai tersebut, namun bahaya dari arus balik tersebut menurut mereka tetap merupakan suatu hal yang harus dihadapi secara hati-hati. Hari L. Jukung cmdt Mandiri cmdt Hari L. Jukung cmdt Mandiri cmdt 1 34-40 29-30 16 29-37 27-29 2 26-29 27-29 17 27-33 23-27 3 29-37 21-26 18 23-29 30-33 4 27-29 27-30 19 21-25 34-37 5 30-33 24-28 20 26-30 26-29 6 24-30 30 -33 21 23-27 30-35 7 23-27 35-37 22 24-28 23-29 8 21-25 16-20 23 33-37 26-29 9 33-35 23-27 24 23-29 24-28 10 31-36 22-28 25 30-35 27-31 11 22-28 26-31 26 34-37 29-32 12 26-30 34-37 27 27-29 26-29 13 21-27 33-37 28 21-25 30-33 14 23-26 21-24 29 22-29 24-28 15 22-24 27-29 30 21-29 25-31 Tabel 14. Kecepatan arus di Pantai Labuhan Jukung dan Pantai Mandiri Ketidakpastian kecepatan arus merupakan bentuk bahaya tersendiri bagi peselancar. Peluang terjadinya arus balik dengan kecepatan seperti yang diperoleh dari pengukuran memberikan resiko tersendiri juga bagi peselancar yang belum memahami tindakan yang harus dilakukan pada saat terjebak dalam arus balik. Kurangnya pengetahuan seorang peselancar dalam menghadapi arus balik dapat memberikan resiko bagi peselancar berupa tenggelam hingga berupa kematian. Ketinggian dan panjang gelombang memberikan pengaruh yang sangat besar terhadap kekuatan arus balik, hal ini disebabkan oleh massa air yang dibawa oleh gelombang tersebut Leatherman 2003. Semakin besar massa air pada suatu gelombang maka akan semakin besar kekuatan arus balik yang terbentuk, karena arus balik terbentuk saat air yag berasal dari ombak yang pecah terakumulasi dan terdorong kembali ke laut. Hal ini menjelaskan tentang kuatnya arus balik yang terjadi di Pantai Labuhan Jukung dan Pantai Mandiri. Sesuai dengan data yang telah dipaparkan sebelumnya, dapat dilihat bahwa kedua kawasan pantai memiliki ketinggian gelombang yang cukup besar dan juga jarak fetch yang cukup jauh, sehingga membawa massa air yang cukup besar juga yang pada akhirnya menghasilkan kekuatan arus balik yang besar juga. Berdasarkan hasil wawancara diketahui bahwa terdapat beberapa insiden yang terjadi pada pengunjung akibat arus balik yang ada di kedua pantai, namun secara Gambar 12. Arus balik yang terbentuk di Pantai Mandiri. keseluruhan pengunjung tersebut bukan merupakan peselancar, sedangkan bagi peselancar bahaya tersebut masih dapat dihindari. Hal ini disebabkan oleh pengetahuan yang mereka miliki dalam menghadapi arus tersebut. Peselancar yang menjadi responden dalam penelitian ini mengakui bahwa mereka pernah mendapatkan pengetahuan tentang menghadapi arus tersebut baik melalui pamflet ataupun pelatihan termasuk cara untuk mengetahui keberadaannya, selain itu juga untuk memastikan karakteristik dari pantai yang mereka kunjungi, mereka mencari informasi dari penduduk setempat termasuk keadaan arusnya. Beberapa ciri fisik yang dapat menunjukkan letak arus balik adalah warna air yang lebih gelap dibandingkan warna air yang berada disekitarnya. Perbedaan warna tersebut terbentuk karena adanya pasir yang tertari dari permukaan pantai, kemudian keadaan sebidang air yang berombak atau beriak pada saat kondisi air disekitarnya tenang, karena arus balik bergerak berlawanan arah dengan gelombang. Objek mengapung yang bergerak ke arah laut juga menunjukkan keberadaan arus balik. Hal ini perlu diketahui karena arus balik tidak selalu terbentuk pada titik yang sama. Berdasarkan pemaparan dari responden peselancar diketahui bahwa mereka memiliki pengetahuan tentang arus balik dan cara menghadapinya, walaupun begitu bukan berarti bahwa peselancar terbebas dari resiko akibat bahaya arus balik, karena dibutuhkan ketenangan dalam menghadapi arus balik dan ketenangan tersebut tidak selalu dimiliki oleh setiap peselancar di setiap saat.

5.1.5. Fauna Laut

Fauna laut yang ditemukan selama pengamatan di daerah Pantai Labuhan Jukung berupa ikan-ikan kecil, bintang laut getas, bintang laut bantal, teripang pasir, kepiting, belut laut, gurita dan bulu babi. Berdasarkan hasil wawancara pernah ditemukan ular laut dan ubur-ubur, namun hal tersebut diwaktu yang telah lama berlalu dan tidak pernah ditemui lagi. Sedangkan untuk daerah Pantai Mandiri hanya ditemukan ikan-ikan kecil dan kepiting. Keberadaan bulu babi memang memberikan bahaya tersendiri bagi peselancar, namun karena letaknya yang tersembunyi didalam karang maka kecil peluangya untuk terinjak oleh peselancar. Selain itu, resiko yang dapat ditimbulkan apabila menginjak bulu babi pun hanya berupa cedera tertusuk. Bulu babi merupakan jenis fauna lain yang dipaparkan oleh responden sebagai bahaya atau sumber resiko yang berada di Pantai Labuhan Jukung yang berkarang. Bulu babi merupakan jenis echinodermata yang memiliki jarum disekeliling tubuhnya yang merupakan sumber bahaya dari fauna ini. Umumnya peselancar memaparkan bahwa resiko yang diberikan oleh bulu babi hanya sebatas luka tusuk saja, namun terdapat beberapa responden yang juga memaparkan bahwa bulu babi juga memiliki bisa yang berbahaya. Jenis bulu babi yang dimaksud adalah jenis Toxopneustes pileolus yang dianggap paling berbisa, sayangnya hal tersebut masih belum dapat dipastikan Hashimito 1979, sedangkan jenis bulu babi yang ditemukan di Pantai Labuhan Jukung adalah jenis Arbacia lixula. Bulu babi ini memiliki habitat di bawah karang dan bebatuan dengan diameter yang dapat mencapai 5 cm, walaupun tidak memiliki bisa venom, namun durinya dapat menyebabkan luka apabila terinjak Guidetti dan Mori 2005. Responden dari pihak peselancar juga memaparkan adanya bahaya dari fauna lain yaitu ubur-ubur. Ubur-ubur merupakan fauna laut yang tersebar secara luas diseluruh belahan dunia. Walaupun ubur-ubur yang pernah berada di Pantai Labuhan Jukung bukan merupakan jenis ubur-ubur yang berbahaya Stomolophus Gambar 13. Bulu babi Arbacia lixula yang berada di kawasan Pantai Labuhan Jukung.