Perubahan Bahan Pangan selama Proses Penggorengan

16 peningkatan asam lemak bebas, monogliserida, digliserida dan gliserin, Banks dan Lusas, 2002. Menurut Blumenthal 1996, kelebihan proses menggoreng adalah waktu yang lebih singkat, pemasakan yang efektif, minyak yang digunakan menjadi bagian produk akhir, produk lebih renyah, serta warna produk menjadi agak kecoklatan yang akan meningkat selama proses penggorengan tersebut. Proses penggorengan pada umumnya hanya beberapa detik hingga beberapa menit. Perbedaan suhu yang besar antara minyak dan produk selama proses penggorengan menyebabkan pemasakan menjadi efektif ketika tingkat surfaktan mulai meningkat sehingga kontak antara produk dan minyak menjadi optimal. Proses menggoreng melibatkan pindah panas, pindah massa dan interaksi yang kompleks antara produk yang digoreng dan minyak. Fellows 2000 menyatakan bahwa berdasarkan pindah panas yang terjadi, terdapat dua metode mengoreng yaitu shallow frying dan deep-fat frying. Pindah panas pada metode shallow frying ini terjadi secara konduksi melalui lapisan tipis dari minyak sedangkan pada metode deep-fat frying, pindah panas terjadi secara kombinasi antara konveksi dalam minyak panas dan konduksi dari minyak ke dalam produk. Keunggulan metode deep-fat frying dibanding dengan shallow frying adalah pada metode deep-fat frying semua permukaan mendapatkan perlakuan panas yang sama sehingga menghasilkan penampakan produk yang sama. Suhu yang digunakan untuk menggoreng pada umumnya ditentukan oleh pertimbangan ekonomi dan persyaratan produk. Pada suhu tinggi 180- 200 C, waktu proses yang diperlukan singkat dan tingkat produksi akan meningkat. Namun suhu tinggi dapat menyebabkan percepatan kerusakan minyak dan pembentukan asam lemak bebas yang mengubah viskositas, aroma dan warna minyak serta berbusa. Hal ini akan meningkatkan frekuensi penggantian minyak goreng sehingga biaya akan meningkat.

1. Perubahan Bahan Pangan selama Proses Penggorengan

Proses penggorengan bahan pangan melibatkan beberapa tahap proses, yaitu mulai pemasukan bahan, case hardening, pengerasan permukaan, 17 penurunan kelembaban, akhir penggorengan dan absorpsi minyak. Pada tahap pemasukan bahan, bahan mentah terendam dalam minyak panas, lalu pati pada permukaan bahan tergelatinisasi dengan cepat dan permukaan produk tertutup merata oleh gelembung uap kecil karena air pada permukaan bahan menguap. Gambar 7. Reaksi-reaksi yang terjadi selama proses deep fat frying Ziaiifar, 2008 Pada tahap case hardening, lapisan paling luar pada permukaan produk mengalami dehidrasi. Ketika air permukaan semakin berkurang, air internal bahan berubah menjadi uap. Pada tahap pengerasan permukaan, lapisan tambahan dari permukaan sel mulai mengalami dehidrasi dan mengembangkan struktur kerak Banks dan Lusas, 2001. Selama tahap penggorengan akhir, suhu permukaan secara cepat mendekati suhu minyak. Kadar air rendah dan suhu tinggi mendukung reaksi asam amino, protein dan karbohidrat. Suhu yang semakin meningkat mendukung penurunan kadar air akhir, pengembangan kerak, HEAT Isomerization Cylisation Polymerisation Trans Fatty Cyclic Dimers Acid Compounds Trimers Polymers OXYGEN Oxidation Hydroperoxydes Aldehydes Ketones Acids Epoxides Dimers-Trimers Hydrolysi WATER FOOD FRYING OIL Oil uptake Dehydration Hydrolysi s Mono, di- glycerides Glicerol FFA Polar compounds 18 dengan tekstur yang renyah. Kadar minyak dalam bahan akan meningkat selama proses ini, namun sebagian besar minyak berada di permukaan bahan. Pada tahap absorpsi minyak, kadar lemak bahan yang digoreng diperoleh dari pembasahan permukaan, penyerapan minyak melalui kapiler bahan dan absorpsi vakum. Pada tahap akhir, minyak diabsorpsi oleh kapiler untuk mengisi kekosongan yang terbentuk pada bahan pangan. Pada proses pendinginan, uap air dalam produk terkondensasi membentuk vakum parsial yang mempercepat penyerapan minyak pada permukaan Banks dan Lusas, 2001.

2. Perubahan Minyak selama Proses Penggorengan.