13
3 KERANGKA PEMIKIRAN
3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis
3.1.1 Konsep Swasembada dan Ketahanan Pangan
Pemilihan konsep swasembada pangan harus dikaitkan dengan pertimbangan hal hal berikut: a sejauh mana bahan pangan tersebut merupakan
hajat hidup masyarakat banyak; b perkembangan teknis dan teknologi serta tipe dari bahan pangan tersebut dalam pola pangan pokok; c situasi dan kondisi lain
dari daerah ditinjau dari local specific; dan d kedudukan bahan pangan tersebut dalam pasar globalinternasional. Jadi dalam waktu yang sama untuk bahan
pangan yang berbeda terdapat konsep swasembada pangan yang berbeda pula. Untuk perekonomian yang relatif maju, dimana sistem pasar telah berjalan,
konsep swasembada yang paling tepat adalah dalam pengertian kemampuan ekonomi untuk ekspor dan impor dengan pertimbangan sejauh mana
pengembangan bahan pangan tersebut mempunyai keterkaitan kuat dalam ekonomi Bunasor 1993.
Swasembada akan tercapai apabila secara netto jumlah produk dalam negeri minimal mencapai 90 dari jumlah konsumsi domestiknya, baik untuk memenuhi
konsumsi rumah tangga, industri maupun neraca perdagangan gula nasional. Dengan pengertian tersebut yang dimaksud swasembada gula adalah produksi
gula berbasis tebu dalam negeri telah mencapai 90 dari kebutuhan nasional Kementan, 2010.
Konsep swasembada memiliki keterkaitan yang erat dengan konsep ketahanan pangan dimana hasil rumusan International Congress of Nutrition
ICN yang diselengarakan di Roma tahun 1992 mendefinisikan ketahanan pangan rumah tangga adalah kemampuan rumah tangga untuk memenuhi kecukupan
pangan anggotanya dari waktu ke waktu agar dapat hidup sehat dan mampu melakukan kegiatan sehari hari Arabi 2002. Senada dengan definisi tersebut, UU
No 18 Tahun 2012 mendefinisikan ketahanan pangan sebagai kondisi terpenuhinya pangan negara sampai dengan perseorangan, yang tercermin dari
tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, beragam, bergizi, merata dan terjangkau serta tidak bertentangan dengan agama, keyakinan,
dan budaya masyarakat, untuk dapat hidup sehat, aktif, dan produktif secara berkelanjutan. Sementara menurut FAO 1996 ketahanan pangan adalah situasi
dimana semua orang dalam segala waktu memiliki kecukupan jumlah atas pangan yang aman safe dan bergizi demi kehidupan yang sehat dan aktif. Maleha dan
Sutanto 2006 menambahkan bahwa ketahanan pangan merupakan suatu sistem yang terintegrasi yang terdiri atas berbagai subsistem. Subsistem utamanya adalah
ketersediaan pangan, distribusi pangan dan konsumsi pangan. Terwujudnya ketahanan pangan merupakan sinergi dari interaksi ketiga subsistem tersebut.
Dengan demikian kebijakan swasembada gula yang direalisasikan oleh pemerintah dalam program RIGN harus memperhatikan kedelapan syarat
ketahanan pangan yang tercantum dalam UU No 18 tahun 2012 tersebut. Disamping itu, operasionalisasi RIGN juga harus mengacu kepada arahan
14 strategis dalam operasionalisasi ketahanan pangan menurut Deptan 2006 yaitu
sebagai berikut: 1.
Terwujudnya ketahanan pangan di tingkat rumah tangga yang diindikasikan oleh adanya jaminan ketersediaan dan konsumsi pangan yang cukup, aman,
bermutu dan bergizi seimbang.
2. Terjaminnya ketersediaan dan akses terhadap pangan secara merata dalam
rangka mewujudkan hak setiap warga negara atas kecukupan pangan secara layak, dan dapat mendukung stabilitas dan keberlanjutan pembangunan
perekonomian nasional.
3. Pemerintah dan masyarakat luas diharapkan dapat meningkatkan komitmen
dan kerjasamanya secara partisipatif dalam membangun ketahanan pangan yang mandiri dan berbasis pedesaan.
4. Urgensi komitmen bersama dalam memandang pangan bukan saja sebagai
komoditas ekonomi, tetapi juga sebagai komoditas strategis politis dan ekologis untuk mencapai ketahanan pangan dan keamanan nasional serta
kedaulatan bangsa.
3.1.2 Konsep Revitalisasi
Krisnamurthi 2006 merumuskan 3 definisi penting revitalisasi pertanian, yaitu sebagai berikut:
1. Revitalisasi pertanian merupakan kesadaran untuk menempatkan kembali
arti penting re-vital-isasi pertanian, perikanan dan kehutanan secara proporsional dan kontekstual. Secara proporsional pertanian memiliki arti
penting dalam posisinya bersama dengan bidang dan sektor lain dilihat dari perannya bagi kesejahteraan dan berbagai dimensi kehidupan masyarakat.
Arti penting pertanian juga dilihat secara kontekstual sesuai perkembangan masyarakat. Pertanian tidak dipentingkan hanya karena pertimbangan masa
lalu, tetapi karena pemahaman atas kondisi saat ini dan antisipasi masa depan dalam masyarakat yang mengglobal, semakin modern dan
menghadapi persaingan yang semakin ketat.
2. Revitalisasi pertanian merupakan usaha, proses dan kebijakan untuk
menyegarkan kembali daya hidup pertanian, memberdayakan kemampuannya, membangun daya saingnya, meningkatkan kinerjanya serta
mensejahterakan pelakunya, terutama petani, nelayan dan petani hutan sebagai bagian dari usaha untuk mensejahterakan seluruh rakyat.
3. Revitalisasi pertanian adalah strategi dan alat untuk meningkatkan
kesejahteraan, tetapi pada saat yang sama juga merupakan tujuan yang harus dicapai a mean and an end of its own setidaknya sebagai tujuan antara
yang harus dapat diwujudkan.
Ketiga definisi tersebut menegaskan arti strategis revitalisasi pertanian di satu sisi, sementara di sisi lain menegaskan besarnya lingkup revitalisasi pertanian
itu sendiri. Sementara Saragih 2010 menyatakan bahwa revitalisasi berasal dari kata vital yang berarti sangat penting atau vitalitas yang bermakna daya hidup.
Dengan demikian makna pertama revitalisasi perkebunan adalah menempatkan kembali perkebunan sebagai sektor pembangunan yang penting. Makna kedua
adalah mengembalikan kinerja perkebunan yang saat ini mengalami penurunan atau keterpurukan ke tingkat semula atau lebih tinggi.