Sub Model Kebutuhan National self sufficiency model of white crystal sugar with system dynamics approach

38

4.2.5 Validasi Model

Validitas atau keabsahan adalah salah satu kriteria penilaian keobyektivan dari suatu pekerjaan ilmiah Muhammadi et al. 2001. Umumnya validasi dimulai dengan uji sederhana seperti pengamatan atas: 1 tanda aljabarsign, 2 tingkat kepangkatan dari besaranorder of magnitude, 3 format respons, yaitu linier, eksponensial, logaritmik dan sebagainya, 4 arah perubahan peubah apabila input atau parameter diganti ganti, dan 5 nilai batas peubah sesuai dengan nilai batas parameter sistem Eriyatno 1999. Teknik validasi terbagi menjadi dua jenis yaitu validasi struktur model dan validasi kinerja model. Teknik validasi yang utama dalam metode berpikir sistem adalah validasi struktur model, yaitu sejauh mana keserupaan struktur model mendekati struktur nyata. Keserupaan struktur model dengan struktur nyata ditunjukkan dengan sejauh mana interaksi variabel model dapat menirukan interaksi kejadian nyata. Sementara validasi kinerja adalah aspek pelengkap dalam metode berpikir sistem. Tujuannya untuk memperoleh keyakinan sejauh mana kinerja model sesuai dengan kinerja sistem nyata, sehingga memenuhi syarat sebagai model ilmiah yang taat fakta Muhammadi et al. 2001. Variabel yang akan divalidasi pada model adalah variabel produksi GKP dan konsumsi GKP. Tahun untuk mengukur validasi kinerja model adalah tahun 2010-2012. Sementara uji validasi untuk mengukur keakuratan output simulasi yang digunakan adalah berdasarkan Barlas 1996 dalam Muhammadi 2001 yaitu Root Mean Square Percentage Error RMSPE, Absolute Mean Error AME dan Absolute Variance Error AVE. Rumus matematikanya adalah sebagai berikut: RMSPE = ∑ ……………………………..…………….26 AME = …………………………………………………...…27 AVE = …………………………………………………….…28 Dimana: Y 1i = nilai data aktual periode ke-i Y 2i = nilai simulasi model periode ke-i n = jumlah periode Y 1i = Y 1i n Y 2i = Y 2i n Sa = Y 1i – Y 1i 2 n Ss = Y 2i – Y 2i 2 n Batas penyimpangan dari kriteria kriteria di atas yang dapat diterima adalah 5 persen. 39

4.2.6 Simulasi Kebijakan

Analisis kebijakan yaitu menyusun alternatif tindakan atau keputusan policy yang akan diambil untuk mempengaruhi proses nyata actual transformation sebuah sistem dalam menciptakan kejadian nyata actual state. Keputusan tersebut dimaksudkan untuk mencapai kejadian yang diinginkan desired state Muhammadi et al. 2001. Dalam penelitian ini dilakukan 2 jenis simulasi kebijakan terhadap model dinamika sistem industri GKP. Simulasi kebijakan yang pertama adalah simulasi untuk menganalisis dampak pelaksanaan kebijakan RIGN terhadap pencapaian swasembada GKP. Asumsi dampak kebijakan RIGN yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Pelaksanaan RIGN diasumsikan mampu meningkatkan luas areal tebu perkebunan negara sebesar 3,2 persen per tahun target RIGN. 2. Pelaksanaan RIGN diasumsikan mampu meningkatkan produktivitas tebu perkebunan negara sebesar 1,6 persen per tahun target RIGN. 3. Revitalisasi pada tingkat on farm diharapkan mampu meningkatkan pol tebu, sedangkan revitalisasi pada tingkat off farm diharapkan mampu meningkatkan efisiensi pabrik. Peningkatan pol tebu dan efisiensi pabrik diasumsikan mampu meningkatkan rendemen sebesar 1,41 persen per tahun target RIGN. Skenario yang digunakan untuk menganalisis dampak kebijakan RIGN berdasarkan asumsi tersebut di atas dibagi menjadi 3, yaitu: 1. Skenario 1 yaitu jika kebijakan RIGN hanya berhasil dari sisi peningkatan luas areal. 2. Skenario 2 yaitu jika kebijakan RIGN hanya berhasil dari sisi peningkatan produktivitas. 3. Skenario 3 yaitu jika kebijakan RIGN hanya berhasil dari sisi peningkatan rendemen. Simulasi kebijakan yang kedua merupakan upaya untuk memperoleh kebijakan alternatif. Langkah ini dilakukan untuk memperoleh kebijakan alternatif yang lebih baik dibandingkan dengan kondisi aktual dan kebijakan yang ada saat ini. Skenario alternatif kebijakan yang digunakan adalah: 1. Skenario 4 skenario penurunan pertumbuhan penduduk, jika kebijakan RIGN sama sekali tidak berhasil dan yang berhasil hanyalah kebijakan penurunan pertumbuhan penduduk. 2. Skenario 5 gabungan skenario 1 dan 4, jika kebijakan yang berhasil adalah kebijakan peningkatan luas areal dan penurunan pertumbuhan penduduk. 3. Skenario 6 gabungan skenario 2 dan 4, jika kebijakan yang berhasil adalah kebijakan peningkatan produktivitas tebu dan penurunan pertumbuhan penduduk. 4. Skenario 7 gabungan skenario 3 dan 4, jika kebijakan yang berhasil adalah kebijakan peningkatan rendemen dan penurunan pertumbuhan penduduk. 40 5 KERAGAAN SISTEM AGROINDUSTRI GKP

5.1 Perkembangan Keragaan Penyediaan GKP di Indonesia

Keragaan penyediaan GKP dipengaruhi oleh keragaan usahatani tebu pada tingkat on farm dan proses pengolahan tebu menjadi gula pada tingkat off farm. Faktor-faktor yang mempengaruhi penyediaan GKP pada tingkat on farm antara lain luas areal tebu, produktivitas tebu dan susut, sedangkan faktor faktor yang mempengaruhi penyediaan GKP pada tingkat off farm antara lain rendemen, kapasitas terpasang, kapasitas terpakai, gula hilang, impor dan stok. Keragaan penyediaan GKP pada tingkat on farm dapat dibedakan berdasarkan jenis ekosistem dan status pengusahaan. Apabila dibedakan berdasarkan jenis ekosistemnya maka terdapat luas tanam tebu pada lahan sawah dan lahan tegalan. Apabila dibedakan berdasarkan status pengusahaannya maka terdapat luas tanam tebu yang dikuasai oleh rakyat atau perkebunan rakyat PR, swasta atau perkebunan besar swasta PBS dan BUMN atau perkebunan besar negara PBN. Sementara pada tingkat off farm, petani belum mampu melakukan pengolahan tebu menjadi gula sehingga kegiatan tersebut dilakukan dengan bermitra baik dengan perkebunan besar negara maupun perkebunan besar swasta. Oleh karena itu keragaan subsistem penyediaan GKP pada penelitian ini dibedakan berdasarkan dua status pengusahaan yaitu perkebunan besar swasta dan perkebunan besar negara, dimana di dalamnya sudah termasuk luas areal tebu yang dikuasai oleh perkebunan rakyat.

5.1.1 Perkembangan Luas Areal Tebu dan Produksi GKP di Indonesia

Produksi GKP Indonesia cenderung berfluktuasi namun memiliki tren yang meningkat dari tahun ke tahun. Pada tahun 2010 produksi GKP mencapai 2 290 116 ton. Jumlah ini meningkat sebesar 230 540 ton dibandingkan dengan produksi GKP pada tahun 1990 yaitu sebesar 2 059 576 ton. Pada periode tersebut terjadi peningkatan produksi rata-rata sebesar 1.68 persen per tahun. Peningkatan produksi terbesar dihasilkan dari perkebunan besar swasta dimana terjadi peningkatan produksi rata-rata sebesar 11.51 persen per tahun. Perkebunan rakyat juga mengalami peningkatan produksi dengan besaran yang lebih kecil yaitu sebesar 1.27 persen per tahun, sedangkan perkebunan besar negara justru mengalami penurunan produksi rata-rata sebesar 0.78 persen per tahun Gambar 13. Sementara pada periode lima tahun 2005-2010 terjadi peningkatan produksi rata-rata sebesar 1.13 persen per tahun. Peningkatan produksi terbesar dihasilkan dari perkebunan besar swasta dimana terjadi peningkatan produksi sebesar 3.16 persen per tahun. Perkebunan rakyat juga mengalami peningkatan produksi dengan besaran yang lebih kecil yaitu sebesar 2.59 persen per tahun, sedangkan perkebunan besar negara mengalami penurunan produksi sebesar 5.59 persen per tahun. Proporsi produksi GKP sebagian besar disumbang oleh perkebunan rakyat dengan pangsa sebesar 56.56 persen dari total produksi GKP Indonesia. Sementara perkebunan besar swasta dan perkebunan besar negara berkontribusi sebesar 29.68 persen dan 13.76 persen Gambar 13. Peningkatan