Kebijakan Pengembangan Industri Gula di Indonesia
11 distribusi dan tata niaga, mengabaikan pengaruh faktor lingkungan dan pengaruh
faktor harga gabah beras terhadap tingkat penawaran. Sementara Nurmalina 2007 melakukan penelitian ketersediaan beras nasional secara komprehensif
dengan memanfaatkan data primer dan data sekunder. Analisis dimulai dengan menilai indeks dan status keberlanjutan ketersediaan beras nasional dengan
metode multi dimensional scalling MDS, menganalisis peubah yang dominan mempengaruhi ketersediaan beras dengan analisis prospektif, kemudian membuat
model neraca ketersediaan beras yang berkelanjutan dengan pendekatan sistem dinamik.
Pendekatan yang sama juga digunakan oleh Utami 2006 dan Soemantri dan Machfud 2008 untuk membangun model ketersediaan ubi kayu. Model
ketersediaan ubi kayu terdiri dari tiga submodel yaitu sub model persediaan, sub model kebutuhan konsumsi dan submodel kebutuhan industri. Terdapat lima
skenario menurut tujuan model yaitu skenario tanpa kebijakan usaha pemeliharaan, skenario dengan pemberdayaan sumberdaya lahan, skenario
dengan kebijakan peningkatan produktivitas, skenario kebijakan pemberdayaan lahan dan peningkatan produktivitas serta skenario dengan kebijakan peningkatan
konsumsi dan peningkatan kebutuhan industri.
Supriyati 2011 melakukan penelitian terkait dengan neraca gula. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa konsep FAO yang diacu oleh BKP lebih tepat
untuk dijadikan format neraca gula baik oleh DGI dan BKP. Sementara Widhaningsih 2007 melakukan penelitian mengenai pengaruh kebijakan
tataniaga gula terhadap ketersediaan dan harga domestik gula pasir di Indonesia. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa indeks ketersediaan dapat diproyeksikan
dengan trend polynomial kuadratik. Berdasarkan trend ini maka ketersediaan akan meningkat tapi pada titikperiode terentu akan mencapai puncak dan kembali
mengalami penurunan.
Secara umum hasil hasil penelitian terdahulu tersebut menggambarkan bahwa pendekatan neraca ketersediaan merupakan pendekatan yang tepat untuk
mengetahui ketersediaan suatu komoditas. Selanjutnya neraca ketersediaan tersebut dapat digunakan sebagai dasar simulasi kebijakan untuk menganalisis
dinamika swasembada.