Perk National self sufficiency model of white crystal sugar with system dynamics approach

50 6 HASIL DAN PEMBAHASAN

6.1 Model dan Dinamika Swasembada GKP

Pembangunan model swasembada GKP nasional bertujuan untuk mengetahui perilaku ketersediaan GKP nasional beserta submodel submodel yang menyusunnya. Struktur model disajikan pada Lampiran 1, sedangkan persamaan model disajikan pada Lampiran 2. Berikut ini adalah validasi model dan perilaku submodel yang menyusun model swasembada GKP nasional. Validasi model penting dilakukan untuk menguji apakah model tersebut merupakan perwakilan yang sah dari realitas yang dikaji dimana dapat dihasilkan kesimpulan yang meyakinkan. Selanjutnya model yang telah valid tersebut dapat digunakan untuk menjelaskan perilaku submodel. Perilaku submodel merupakan indikator yang sangat penting untuk menjelaskan perilaku model secara keseluruhan. Perilaku model yang diukur dalam penelitian ini adalah penyediaan, kebutuhan dan ketersediaan GKP nasional.

6.1.1 Validasi Model

Mengacu pada pendapat Muhammadi et al. 2001, validasi terhadap model dinamika swasembada GKP nasional meliputi uji validitas struktur dan uji validitas kinerjaoutput model. Uji kestabilan struktur yang dilakukan dengan menguji konsistensi dimensi. Pengujian ini dilakukan secara langsung oleh perangkat lunak. Hasil pengujian menunjukkan bahwa model dinamika sistem industri GKP yang dikembangkan memiliki dimensi yang konsisten sehingga tidak terdapat kesalahan error. Tabel 8 Hasil uji validitas kinerja model swasembada GKP nasional No Kriteria Variabel Produksi GKP Konsumsi GKP 1 RMSPE Root Mean Square Percentage Error 1.57 1.15 2 AME Average Mean Error 1.12 2.28 3 AVE Average Variance Error 2.18 1.97 Sementara kriteria yang digunakan dalam uji validasi kinerja adalah RMSPE Root Mean Square Percentage Error, AME Average Mean Error dan AVE Average Variance Error. Variabel yang diuji adalah produksi GKP dan konsumsi GKP selama tahun 2010-2012. Hasil pengujian menunjukkan bahwa nilai RMSPE, AME dan AVE untuk produksi GKP masing masing sebesar 1.57 persen, 1.12 persen dan 2.18 persen. Sementara nilai RMSPE, AME dan AVE 51 untuk konsumsi GKP adalah sebesar 1.15 persen, 2.28 persen dan 1.97 persen. Nilai tersebut lebih rendah dari batas maksimum yang dipersyaratkan sebesar 5 persen, sehingga model dinamika swasembada GKP nasional dinyatakan valid.

6.1.2 Perilaku Submodel Penyediaan Bahan Baku

Perilaku submodel penyediaan bahan baku diindikasikan oleh jumlah produksi tebu. Komponen yang paling menentukan dalam produksi tebu adalah luas areal yang mewakili aspek kuantitas dan produktivitas tebu yang mewakili aspek kualitas. Luas areal dan produktivitas tebu yang dianalisis terbagi 2 berdasarkan status pengusahaan yaitu luas areal tebu yang dikuasai oleh perkebunan negara dan perkebunan swasta serta produktivitas tebu yang dihasilkan perkebunan negara dan perkebunan swasta. Luas areal tersebut sudah mencakup luas areal perkebunan rakyat yang menggilingkan tebunya ke pabrik gula dan produktivitas tersebut sudah mencakup produktivitas tebu perkebunan rakyat yang berada lingkungan kerja pabrik gula. Pembagian status pengusahaan tersebut terkait perbedaan tren pertumbuhan luas areal dan produktivitas. Hasil simulasi perkembangan luas areal tebu menurut status pengusahaan disajikan pada Gambar 26. Sementara hasil simulasi produktivitas tebu berdasarkan status pengusahaan disajikan pada Gambar 27. 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020 2021 2022 2023 2024 200,000 300,000 400,000 500,000 600,000 ha Luas_lhn_PBN Luas_lhn_PBS Luas_lhn_total Tahun L u a s a re a l te b u Gambar 26 Luas areal perkebunan tebu kondisi aktual 2010-2025 Gambar 26 menunjukkan terjadinya peningkatan luas areal tebu selama periode simulasi dengan pola exponential growth, namun diperkirakan akan mengalami pola goal seeking pada tahun tahun berikutnya. Peningkatan luas areal tersebut sebagian besar disumbang oleh perkebunan swasta dengan pertumbuhan rata rata per tahun sebesar 5.16 persen. Sementara perkebunan negara mengalami pertumbuhan rata-rata per tahun yang lebih rendah yaitu sebesar 1.44 persen. Pertumbuhan luas areal perkebunan swasta dibatasi oleh target rencana aksi on farm swasta dimana ditargetkan luas areal perkebunan swasta mencapai 379 062.5 Ha. Pertumbuhan luas areal perkebunan negara dibatasi oleh target rencana aksi on farm BUMN dimana ditargetkan luas areal perkebunan negara mencapai 312 100,6 Ha. Kedua target luas areal tersebut menjadi goal lahan dalam submodel penyediaan bahan baku. Hal ini dikarenakan pertumbuhan lahan tebu tidak dapat 52 terus terjadi karena adanya kendala kesesuaian lahan dan persaingan dengan tanaman lain. Adanya goal lahan tersebut menyebabkan pertumbuhan luas areal akan tetap pada periode tertentu. Hasil simulasi menunjukkan bahwa luas areal tebu perkebunan negara tidak lagi mengalami pertumbuhan pada 2020 hingga akhir periode simulasi. Pertumbuhan lahan setelah tahun 2020 hanya disumbang oleh perkebunan swasta. Hal ini dikarenakan pertumbuhan lahan perkebunan swasta belum mencapai goal yang ditetapkan hingga akhir periode simulasi. Pada tahun 2025, jumlah luas areal perkebunan tebu di Indonesia mencapai 640 840,91 ha, dengan komposisi 48.70 persen dikuasai oleh perkebunan negara dan 51.29 persen dikuasai oleh perkebunan swasta. 201020112012201320142015201620172018201920202021202220232024 80 90 100 ton ha Produk tivitas_PBN Prdk tvts_PBS Tahun P ro d u k ti v it a s t e b u Gambar 27 Produktivitas tebu kondisi aktual tahun 2010-2025 Gambar 27 menunjukkan terjadinya peningkatan produktivitas tebu perkebunan swasta yaitu sebesar 1.56 persen per tahun dengan pola exponential growth, sedangkan produktivitas tebu perkebunan negara justru mengalami penurunan sebesar 0.36 persen per tahun. Namun meskipun terjadi penurunan produktivitas tebu perkebunan negara, Gambar 28 menunjukkan terjadinya peningkatan total produksi tebu di Indonesia. Peningkatan produksi tebu perkebunan swasta yang memiliki pola exponential growth mampu mengimbangi pola produksi tebu perkebunan negara yang mengalami overshoot pada tahun 2010-2019 dan collapse selama periode 2020 hingga akhir periode simulasi. Secara umum peningkatan produksi tebu di Indonesia memiliki pola exponential growth selama periode simulasi. 53 20,000,000 30,000,000 40,000,000 50,000,000 ton Produk si_tebu_PBN Produk si_tebu_PBS 201020112012201320142015201620172018201920202021202220232024 Produk si_tebu Tahun P ro d u k s i te b u Gambar 28 Produksi tebu kondisi aktual tahun 2010-2025 Pada tahun 2025, produksi tebu di Indonesia diperkirakan mencapai 58.94 juta ton, dimana 23.75 juta ton dihasilkan oleh perkebunan negara dan 35.19 juta ton dihasilkan oleh perkebunan swasta. Sementara pada tahun 2014, produksi tebu di Indonesia diperkirakan mencapai 40.38 juta ton, dimana 23.32 juta ton dihasilkan oleh perkebunan negara dan 17.06 juta ton dihasilkan oleh perkebunan swasta. Jumlah ini masih lebih rendah dari sasaran produksi tebu kementrian pertanian yang mentargetkan total produksi tebu pada tahun 2014 sebesar 42,51 juta ton.

6.1.3 Perilaku Submodel Pengolahan

Perilaku sumbodel pengolahan diindikasikan oleh jumlah GKP yang diproduksi oleh pabrik gula. Komponen yang paling menentukan dalam produksi GKP adalah rendemen, kapasitas terpasang dan kapasitas terpakai. Dua komponen yang terakhir terkait langsung dengan kebutuhan bahan baku berupa tebu dan lama giling. Hasil simulasi produksi GKP disajikan pada Gambar 29. 2010 20112012 2013 2014 2015 2016 2017 20182019 2020 2021 2022 2023 2024 2,300,000 2,400,000 2,500,000 2,600,000 2,700,000 2,800,000 2,900,000 ton Tahun P ro d u k s i_ G K P Gambar 29 Produksi GKP kondisi aktual, tahun 2010-2025