Faktor-faktor yang Mempengaruhi Produksi dan Konsumsi Gula

10 luar Pulau Jawa dan membangun pabrik gula baru tanpa diikuti oleh peningkatan efisiensi produksi di Pulau Jawa, maka hanya mengalihkan rente ekonomi gula dari yang semula diterima importir ke produsen gula namun tetap membebani konsumen. Sawit 2010 juga menilai bahwa kebijakan gula yang dibuat oleh pemerintah belum terintegrasi dengan baik dan belum mengarah ke tujuan yang sama. Pada umumnya, masing masing kementerian atau lembaga lebih berorientasi pada kepentingan jangka pendek daripada jangka panjang, dan dirancang secara ad hoc dan parsial. Disamping itu, kebijakan distribusiperdagangan yang dirancang pemerintah belum mampu mengoreksi konsentrasi perdagangan gula, akibatnya pasar gula semakin menjauhi struktur pasar yang adil dan yang muncul adalah pasar oligopolioligopsoni. Priyono 2008 menyebutkan bahwa untuk mencapai program swasembada diperlukan pembukaan lahan tebu dan pendirian pabrik gula baru di sejumlah wilayah oleh investor baik dari dalam dan luar negeri. Untuk mewujudkan swasembada gula 2014 pemerintah juga perlu menitikberatkan sektor off farm, diantaranya peremajaan mesin pabrik gula serta perbaikan kelembagaan pemasaran Asmarantaka et al. 2012. Sementara menurut Ditjen Industri Agro dan Kimia 2009, diperlukan pengembangan industri gula pengolahan tebu yang terpadu mulai dari perkebunan, pengolahan, pemasaran dan distribusi yang didukung oleh pemangku kepentingan termasuk lembaga pendukung seperti litbang, SDM, keuanganperbankan dan transportasi. Selain itu juga diperlukan upaya upaya merevitalisasi koperasi tebu rakyat Hanani et al. 2012. Peningkatan produktivitas secara global juga dapat tercapai bila pemangku penentu kebijakan mengambil keputusan kebijakan Pengembangan Produk Alternatif, lalu diikuti keputusan Dukungan Kebijakan Moneter, dan terakhir kebijakan Penentuan Tarif Bea Masuk. Dengan mengikuti pola pemeringkatan kebijakan tersebut, maka diharapkan pada tahun 2014 dapat dicapai swasembada gula Dibyoseputro 2012. Sejalan dengan pendapat tersebut, Susila 2005 menunjukkan bahwa berbagai kombinasi kebijakan harga provenue, tarif impor, Tariff Rate Quota TRQ, dan subsidi input merupakan instrument kebijakan yang efektif untuk mengembangkan industri gula nasional dan mengurangi impor. Namun dalam mewujudkan swasembada gula, terdapat berbagai kondisi yang kontra produktif terhadap upaya pencapaian swasembada antara lain aktivitas lobi dan tekanan politik produsen. Zaini 2011 melalui analisis regresi menunjukkan adanya hubungan positif antara tingginya aktivitas lobitekanan politik produsen dengan besarnya biaya sosial perburuan rente dan berhubungan negatif dengan pencapaian swasembada. Aktivitas lobi dan tekanan politik ditujukan untuk mempengaruhi proses pembuatan kebijakan sehingga produsen gula mendapatkan rente ekonomi melalui hambatan impor.

2.4 Pendekatan Neraca Ketersediaan Untuk

Menganalisis Dinamika Swasembada Penelitian mengenai neraca ketersediaan telah banyak dilakukan baik itu terkait dengan komoditas gula maupun komoditas lain. Irawan 2005 melakukan penelitian ketersediaan beras nasional dengan menggunakan data sekunder. Dalam penelitian ini dilakukan penyederhanaan yaitu tidak mencakup sub sistem 11 distribusi dan tata niaga, mengabaikan pengaruh faktor lingkungan dan pengaruh faktor harga gabah beras terhadap tingkat penawaran. Sementara Nurmalina 2007 melakukan penelitian ketersediaan beras nasional secara komprehensif dengan memanfaatkan data primer dan data sekunder. Analisis dimulai dengan menilai indeks dan status keberlanjutan ketersediaan beras nasional dengan metode multi dimensional scalling MDS, menganalisis peubah yang dominan mempengaruhi ketersediaan beras dengan analisis prospektif, kemudian membuat model neraca ketersediaan beras yang berkelanjutan dengan pendekatan sistem dinamik. Pendekatan yang sama juga digunakan oleh Utami 2006 dan Soemantri dan Machfud 2008 untuk membangun model ketersediaan ubi kayu. Model ketersediaan ubi kayu terdiri dari tiga submodel yaitu sub model persediaan, sub model kebutuhan konsumsi dan submodel kebutuhan industri. Terdapat lima skenario menurut tujuan model yaitu skenario tanpa kebijakan usaha pemeliharaan, skenario dengan pemberdayaan sumberdaya lahan, skenario dengan kebijakan peningkatan produktivitas, skenario kebijakan pemberdayaan lahan dan peningkatan produktivitas serta skenario dengan kebijakan peningkatan konsumsi dan peningkatan kebutuhan industri. Supriyati 2011 melakukan penelitian terkait dengan neraca gula. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa konsep FAO yang diacu oleh BKP lebih tepat untuk dijadikan format neraca gula baik oleh DGI dan BKP. Sementara Widhaningsih 2007 melakukan penelitian mengenai pengaruh kebijakan tataniaga gula terhadap ketersediaan dan harga domestik gula pasir di Indonesia. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa indeks ketersediaan dapat diproyeksikan dengan trend polynomial kuadratik. Berdasarkan trend ini maka ketersediaan akan meningkat tapi pada titikperiode terentu akan mencapai puncak dan kembali mengalami penurunan. Secara umum hasil hasil penelitian terdahulu tersebut menggambarkan bahwa pendekatan neraca ketersediaan merupakan pendekatan yang tepat untuk mengetahui ketersediaan suatu komoditas. Selanjutnya neraca ketersediaan tersebut dapat digunakan sebagai dasar simulasi kebijakan untuk menganalisis dinamika swasembada.

2.5 Pendekatan Sistem Dinamik untuk Merumuskan Strategi dan

Kebijakan Pengembangan Industri Gula Beberapa penelitian dengan pendekatan sistem dinamik terkait dengan komoditas gula telah dilakukan. Rancang bangun modal yang telah dibuat memiliki tujuan yang bervariasi, mulai dari peningkatan produksi gula Sriwana 2006, optimasi produksi gula Prabawa 1998, produktivitas sistem kerja Haskari 2008, peningkatan pendapatan petani tebu Novitasari dan Wirjodirdjo 2010, efektifitas kelembagaan rantai pasok pergulaan nasional Khumairoh 2010 serta sebagai alat pemeta dan simulasi Dibyoseputro 2012. Dari aspek on farm, analisis pemodelan dan sistem dinamik dapat digunakan untuk mendapatkan model sistem pengadaan alat dan mesin budidaya tebu di lahan kering, sebagai bagian dari manajemen industri gula. Model pengadaan pada penelitian ini meliputi pemilihan jenis, penentuan jumlah dan analisis biaya