56
6.1.5 Perilaku Submodel Perdagangan
Perilaku sumbodel perdagangan diindikasikan oleh jumlah impor GKP yang ditentukan oleh produksi GKP, konsumsi GKP, harga impor dan harga domestik.
Apabila harga GKP domestik lebih murah dari harga GKP impor, maka jumlah impor adalah sebesar 9.82 persen dari kebutuhan GKP. Nilai tersebut merupakan
rata-rata persentase impor terhadap kebutuhan GKP selama 2005-2010. Namun jika harga GKP domestik lebih mahal dari GKP impor maka jumlah impor adalah
sebesar 10 persen dari kebutuhan GKP. Nilai tersebut merupakan persentase impor terhadap kebutuhan GKP maksimal yang diperbolehkan untuk mencapai
swasembada. Hasil simulasi impor GKP disajikan pada Gambar 32.
2010 2011
2012 2013
2014 2015
2016 2017
2018 2019
2020 2021
2022 2023
2024 300,000
350,000 400,000
450,000 ton
Tahun I
m p
o r
Gambar 32 Impor GKP kondisi aktual tahun 2010-2025 Gambar 32 menunjukkan bahwa jumlah impor GKP mengalami
peningkatan dengan pola exponential growth selama periode simulasi. Hal ini disebabkan karena adanya peningkatan kebutuhan GKP nasional, serta didukung
oleh keragaan harga GKP domestik yang senantiasa berada di atas harga GKP impor selama periode simulasi Gambar 33, sehingga menciptakan insentif untuk
melakukan impor. Pada tahun 2025, impor GKP di Indonesia diperkirakan mencapai 0.46 juta ton. Sementara pada tahun 2014, impor GKP di Indonesia
diperkirakan mencapai 0.30 juta ton. Jumlah ini masih lebih jauh dari rencana Kementrian Pertanian yang mentargetkan adanya surplus GKP sebesar 584 013
pada tahun 2014.
Gambar 33 Harga domestik dan harga impor GKP kondisi aktual
2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020 2021 2022 2023 2024 20,000
40,000 60,000
80,000 Rp
Harga_domestik Harga_impor
Tahun H
a rg
a
57
6.2 Model Swasembada GKP Kondisi Aktual
Pemodelan swasembada GKP nasional ditujukan untuk menganalisis swasembada GKP dengan melihat perilaku penyediaan, kebutuhan dan
ketersediaan. Diharapkan ketersediaan GKP selalu positif yang menunjukkan bahwa kebutuhan GKP selalu dapat dipenuhi baik melalui produksi dalam negri
maupun impor dengan persentase impor yang tidak lebih dari 10 persen sesuai dengan konsep swasembada GKP yang dirumuskan oleh Kementan 2010. Hasil
simulasi analisis swasembada GKP kondisi aktual dapat dilihat pada Gambar 34.
2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020 2021 2022 2023 2024 - 1,000,000
1,000,000 2,000,000
3,000,000 4,000,000
ton
Kebutuhan GKP_Nas Penyediaan_GKP
KETERSEDI AAN_GKP
Tahun
Gambar 34 Ketersediaan GKP nasional kondisi aktual tahun 2010-2025
Gambar 34 menunjukkan bahwa grafik penyediaan GKP memiliki kecenderungan yang terus meningkat dengan pola exponential growth.
Pertumbuhan penyediaan GKP ini disumbang oleh pertumbuhan luas areal, produktivitas tebu swasta dan kapasitas terpasang. Sementara itu konsumsi GKP
juga mengalami pertumbuhan dengan pola exponential growth sebagai akibat adanya pertumbuhan penduduk dan pertumbuhan konsumsi per kapita GKP untuk
kebutuhan khusus. Secara umum terlihat bahwa grafik kebutuhan GKP berada di atas grafik penyediaan GKP mulai tahun 2010 hingga akhir periode simulasi. Hal
ini berarti tanpa kebijakan RIGN, swasembada GKP tidak akan terwujud hingga akhir periode simulasi. Pada tahun 2010, ketersediaan GKP nasional defisit
sebesar 0.12 juta ton. Apabila tidak dilakukan kebijakan, defisit ketersediaan GKP ini akan meningkat hingga akhir periode simulasi. Defisit ketersediaan GKP
nasional pada tahun 2025 adalah sebesar 1.23 juta ton. Sementara pada tahun 2014, defisit ketersediaan GKP nasional adalah sebesar 0.30 juta ton. Hal ini
berarti swasembada GKP yang ditargetkan oleh pemerintah pada tahun 2014 tidak akan tercapai tanpa kebijakan RIGN. Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil
penelitian Widyastutik 2005, Cahyani 2008, Sawit 2010, Zaini 2011, Asmarantaka 2012 dan Trisnawati et al. 2012 menunjukkan bahwa
swasembada gula yang berkelanjutan akan sulit dicapai artinya produksi gula dalam negeri belum mampu mencukupi kebutuhan dalam negeri.