57
6.2 Model Swasembada GKP Kondisi Aktual
Pemodelan swasembada GKP nasional ditujukan untuk menganalisis swasembada GKP dengan melihat perilaku penyediaan, kebutuhan dan
ketersediaan. Diharapkan ketersediaan GKP selalu positif yang menunjukkan bahwa kebutuhan GKP selalu dapat dipenuhi baik melalui produksi dalam negri
maupun impor dengan persentase impor yang tidak lebih dari 10 persen sesuai dengan konsep swasembada GKP yang dirumuskan oleh Kementan 2010. Hasil
simulasi analisis swasembada GKP kondisi aktual dapat dilihat pada Gambar 34.
2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020 2021 2022 2023 2024 - 1,000,000
1,000,000 2,000,000
3,000,000 4,000,000
ton
Kebutuhan GKP_Nas Penyediaan_GKP
KETERSEDI AAN_GKP
Tahun
Gambar 34 Ketersediaan GKP nasional kondisi aktual tahun 2010-2025
Gambar 34 menunjukkan bahwa grafik penyediaan GKP memiliki kecenderungan yang terus meningkat dengan pola exponential growth.
Pertumbuhan penyediaan GKP ini disumbang oleh pertumbuhan luas areal, produktivitas tebu swasta dan kapasitas terpasang. Sementara itu konsumsi GKP
juga mengalami pertumbuhan dengan pola exponential growth sebagai akibat adanya pertumbuhan penduduk dan pertumbuhan konsumsi per kapita GKP untuk
kebutuhan khusus. Secara umum terlihat bahwa grafik kebutuhan GKP berada di atas grafik penyediaan GKP mulai tahun 2010 hingga akhir periode simulasi. Hal
ini berarti tanpa kebijakan RIGN, swasembada GKP tidak akan terwujud hingga akhir periode simulasi. Pada tahun 2010, ketersediaan GKP nasional defisit
sebesar 0.12 juta ton. Apabila tidak dilakukan kebijakan, defisit ketersediaan GKP ini akan meningkat hingga akhir periode simulasi. Defisit ketersediaan GKP
nasional pada tahun 2025 adalah sebesar 1.23 juta ton. Sementara pada tahun 2014, defisit ketersediaan GKP nasional adalah sebesar 0.30 juta ton. Hal ini
berarti swasembada GKP yang ditargetkan oleh pemerintah pada tahun 2014 tidak akan tercapai tanpa kebijakan RIGN. Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil
penelitian Widyastutik 2005, Cahyani 2008, Sawit 2010, Zaini 2011, Asmarantaka 2012 dan Trisnawati et al. 2012 menunjukkan bahwa
swasembada gula yang berkelanjutan akan sulit dicapai artinya produksi gula dalam negeri belum mampu mencukupi kebutuhan dalam negeri.
58
6.3 Dampak Kebijakan Revitalisasi Industri Gula Nasional Terhadap
Pencapaian Swasembada GKP
Hasil kinerja sistem kondisi aktual memperlihatkan bahwa swasembada GKP nasional tidak akan tercapai selama periode simulasi. Dengan demikian
target swasembada GKP pemerintah pada tahun 2014 diprediksikan tidak akan tercapai jika dijalankan secara business as usual. Oleh karena itu diperlukan
kebijakan pendukung yang dapat menurunkan defisit ketersediaan GKP nasional hingga mencapai swasembada. Berikut ini adalah dampak kebijakan RIGN
terhadap pencapaian swasembada GKP dalam berbagai skenario.
6.3.1 Skenario 1: Peningkatan Luas Areal
Skenario 1 adalah skenario kebijakan pemerintah untuk mendayagunakan sumberdaya lahan dengan memperluas lahan melalui pencetakan lahan secara
bertahap dan menekan laju konversi lahan tebu. Pertumbuhan luas areal tebu lebih banyak diupayakan di luar Jawa. Hal ini karena tingginya persaingan penggunaan
lahan di Jawa dengan komoditas lain maupun untuk penggunaan non pertanian. Beberapa telaah lahan potensial untuk tebu pernah dilakukan, diantaranya oleh
Pusat Penelitian Tanah Bogor PPTA pada tahun 1992-2002 dan oleh P3GI pada 1994-2006. Dari hasil telaah ini diperkirakan areal potensial sesuai untuk tebu
mencapai 751 125 ribu ha tersebar di 7 propinsi. Areal yang terluas yaitu di Kabupaten Merauke, Papua dengan potensi lahan mencapai sekitar 727 925 ribu
ha. Namun demikian, areal potensial ini diduga akan semakin menyusut luasannya dikarenakan tingkat keragaman bentuk wilayah, faktor penghambat kemampuan
tanah dan penggunaan lahan. Luas lahan yang direkomendasikan dan siap dapat dikembangkan untuk perkebunan tebu sekitar 141 279 ha, terdiri dari 28 079 ha
hasil interpretasi tinjau mendalam dan 113 200 ha hasil interpretasi semi detil Mulyadi et al. 2009.
Berdasarkan informasi dan hasil penelitian tersebut, maka peningkatan luas areal selalu menghadapi kendala keterbatasan lahan. Oleh karena itu perluasan
lahan ini ditentukan juga oleh kebijakan pemerintah. Kebijakan tersebut berupa rencana aksi on farm BUMN yang mentargetkan luas lahan mencapai 317 165.5
ha goal lahan dan rencana aksi on farm swasta yang mentargetkan luas lahan mencapai 390 082 ha goal lahan. Dalam skenario 1 pertumbuhan luas lahan
perkebunan negara ditargetkan mencapai 3.2 persen per tahun. Angka tersebut merupakan target pertumbuhan luas areal tebu dalam Revitalisasi Industri Gula
BUMN Kementerian BUMN 2011.
Gambar 35 menunjukkan bahwa grafik kebutuhan GKP terus meningkat selama periode simulasi. Sementara grafik penyediaan GKP pada awalnya
menurun selama tahun 2010 hingga 2011, kemudian mengalami peningkatan dari tahun 2012 hingga akhir periode simulasi. Ketersediaan GKP nasional terus
menurun selama periode simulasi. Pada tahun 2010, ketersediaan GKP dengan skenario 1 defisit sebesar 0.122 juta ton dan terus meningkat pada tahun
berikutnya, hingga defisit ketersediaan mencapai 1.27 juta ton pada tahun 2025. Secara umum dapat dikatakan bahwa kebijakan perluasan areal saja tidak cukup
membuat Indonesia mencapai swasembada GKP pada tahun 2014. Hal ini dikarenakan adanya kendala keterbatasan lahan yang membuat pertumbuhan
lahan perkebunan negara terhenti hanya sampai tahun 2014.
59
- 1,000,000 1,000,000
2,000,000 3,000,000
4,000,000 ton
Kebutuhan GKP_Nas Penyediaan_GKP
2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020 2021 2022 2023 2024 KETERSEDI AAN_GKP
Tahun
Gambar 35 Ketersediaan GKP nasional skenario 1 tahun 2010-2025
6.3.2 Skenario 2: Peningkatan Produktivitas Tebu
Skenario 2 adalah skenario peningkatan produktivitas tebu. Skenario ini dapat menjadi alternatif peningkatan produksi GKP pada kondisi keterbatasan
lahan. Dalam skenario 2 pertumbuhan produktivitas tebu perkebunan negara ditargetkan mencapai 1.6 persen per tahun. Angka tersebut merupakan target
pertumbuhan produktivitas tebu dalam Revitalisasi Industri Gula BUMN Kementrian BUMN 2011.
Salah satu upaya yang dapat ditempuh untuk meningkatkan produktivitas tebu adalah melalui program bongkar ratoon, yaitu pergantian tanaman keprasan
dengan tanaman baru plant cane. Rekomendasi teknis yang dianjurkan oleh Litbang, Deptan 2005 mengenai tanaman keprasan ini adalah sebanyak
maksimal tiga kali kepras. Program bongkar ratoon ini dilakukan untuk menanggulangi masalah tanaman keprasan yang sudah jauh melampaui
rekomendasi teknis tersebut. Menurut Litbang Deptan 2005, salah satu persoalan yang berkaitan dengan usahatani tebu adalah masih dominannya tanaman
keprasan ratoon yang frekuensinya sudah jauh melampaui rekomendasi teknis yang dianjurkan.
Setelah bongkar ratoon, langkah selanjutnya adalah menggantikannya dengan tanaman baru plant cane yang memiliki produktivitas tinggi sesuai
dengan rekomendasi teknis P3GI. Kegiatan ini telah dilakukan oleh P3GI secara rutin melalui program penataan varietas.
Gambar 36 menunjukkan bahwa grafik kebutuhan GKP terus meningkat selama periode simulasi. Sementara grafik penyediaan GKP pada awalnya
menurun selama tahun 2010 hingga 2011, kemudian mengalami peningkatan dari tahun 2012 hingga akhir periode simulasi. Perubahan penyediaan GKP nasional
melalui peningkatan produktivitas tebu belum mampu membuat ketersediaan GKP positif. Hasil penelitian menunjukkan ketersediaan GKP nasional terus
menurun selama periode simulasi. Pada tahun 2010, ketersediaan GKP dengan skenario 2 defisit sebesar 0.12 juta ton dan terus meningkat pada tahun berikutnya,
hingga defisit ketersediaan mencapai 0.87 juta ton pada tahun 2025. Secara umum dapat dikatakan bahwa kebijakan peningkatan produktivitas saja tidak cukup
membuat Indonesia mencapai swasembada GKP pada tahun 2014.