Estimasi Nilai Ekosistem Terumbu Karang

2 Dampak terhadap perbaikan kondisi sosial ekonomi Seperti halnya dengan DPL Blongko, DPL Sebesi juga tidak memberikan dampak signifikan terhadap perbaikan kondisi sosial ekonomi terutama terkait dampak langsung terhadap peningkatan pendapatan masyarakat. Meskipun tidak dilakukan pendataan secara kontinyu terkait dengan pendapatan masyarakat yang bersumber dari pengembangan DPL, namun dari wawancara yang dilakukan, masyarakat umumnya mengatakan bahwa tidak ada dampak langsung dari DPL terhadap peningkatan pendapatan. Namun demikian, dampak tidak langsung dari program DPL berupa menurunnya aktivitas penggunaan alat tangkap gardan dan sianida telah berdampak positif terhadap perikanan secara umum di Pulau Sebesi. 3 Dampak terhadap perubahan sikap masyarakat Salah satu tujuan lainnya yang diharapkan dari program pengembangan DPL adalah perubahan sikap masyarakat dalam memanfaatkan sumberdaya terumbu karang. Praktek pemanfaatan terumbu karang secara luas, tidak hanya di Pulau Sebesi, tetapi umumnya terjadi di seluruh pesisir Indonesia cenderung merusak sumberdaya ini. Praktek-praktek tersebut seperti penggunaan bom, sianida, penggunaan alat tangkap dasar gardan kasus P. Sebesi, penambangan karang dan sebagainya, telah berdampak luas terhadap kerusakan terumbu karang. Dalam pengembangan DPL Sebesi, perubahan sikap masyarakat dari kondisi yang merusak seperti ini ke arah yang lebih konservatif merupakan salah satu tujuan yang ingin dicapai. Dari hasil monitoring yang dilakukan oleh masyarakat, praktek-praktek tersebut di atas sudah tidak ditemukan lagi di Pulau Sebesi.

5.1.3 APL Pulau Harapan

1. Penyusunan Rencana Pengelolaan

1 Ketersediaan data dasar Pengembangan APL Pulau Harapan yang difasilitasi oleh Dinas Peternakan, Perikanan dan Kelautan DKI Jakarta mulai tahun 2006. Pengembangan APL ini merupakan bagian dari program pengelolaan dan pengembangan kawasan konservasi di DKI Jakarta. Sebelum menetapkan kawasan APL, terlebih lebih dahulu dilakukan survei lokasi untuk menentukan lokasi yang sesuai baik secara biofisik maupun sosial ekonomi. Data hasil survei inilah yang akan menjadi data dasar dalam pengembangan APL selanjutnya. Sementara itu, data dasar terkait dengan kondisi sosial ekonomi dan budaya masyarakat tidak disusun dalam kerangka yang baku sehingga sulit dijadikan sebagai data dasar bagi pengembangan APL. 2 Ketersediaan kerangka kerja Pengembangan APL Harapan juga didukung oleh ketersediaan kerangka kerja, melalui pembentukan kelompok pengelolaan pesisir terpadu. Kelompok ini tidak hanya mengelola DPL saja tetapi mencakup seluruh aspek yang terkait dengan pengelolaan sumberdaya pesisir dan laut di Pulau Harapan. Kelompok ini dibentuk lebih awal dari pembentukan APL Pulau Harapan. Tugas dari kelompok ini adalah mengelola kawasan pesisir dan laut Pulau Harapan. Keberadaan kelompok pengelola ini akan membuat pengembangan APL harapan akan lebih efektif dalam mencapai tujuan yang sudah ditetapkan. Seperti halnya halnya pada pengembangan DPL di Blongko dan Sebesi, pada pengembangan APL Pulau Harapan juga telah dibuat aturan pengelolaan, khususnya pada kawasan yang ditetapkan sebagai Zona Inti dan Penyanggah. Sementara itu, program-program pengelolaan yang diusulkan oleh badan pengelola belum mendapat respon dari instansi pemerintah, sehingga program pengelolaan APL ini tidak berjalan dengan baik. 3 Sumber pendanaan Program APL Pulau Harapan diinisiasi oleh Dinas Peternakan, Perikanan dan Kelautan DKI Jakarta. Oleh karena itu, pendanaan awal sejak program ini diinisiasi berasal dari Pemda DKI Jakarta. Namun demikian, tidak terdapat dana khusus bagi pengembangan APL Harapan. Selama dua tahun berjalan, program APL Pulau Harapan hanya mendapatkan dana bantuan dalam bentuk dana yang terintegrasi dalam program pengembangan DPL yang diberikan kepada pihak ketiga konsultan sebagai pelaksana program. Meskipun demikian, Pemda DKI memiliki komitmen mengembangkan kawasan konservasi laut di DKI Jakarta akan memberikan bantuan pengembangan APL ini. Program-program yang dikembangkan dalam rangka mendukung pengembangan APL diinternalisasikan ke dalam program Dinas Peternakan, Perikanan dan Kelautan DKI Jakarta, ataupun program pada Suku Dinas di Kabupaten Administratif Kepulauan Seribu.

2. Proses Implementasi

1 Pembagian tugas pengelolaan Meskipun sudah ada Badan Pengelola, yang memiliki beberapa pengurus, namun karena aktivitas pendukung program APL ini tidak ada, maka program APL ini tidak berjalan sebagaimana yang diharapkan. Pengurus yang masih aktif adalah Ketua Badan Pengelola, sementara pengurus lainnya sangat jarang terlibat dalam pengelolaan DPL. 2 Dukungan peraturan Berbeda dengan DPL Blongko dan Sebesi yang sudah didukung oleh Peraturan Desa, APL Pulau Harapan belum mendapatkan legalitas dalam bentuk peraturan. Badan Pengelola yang terbentuk juga belum ditetapkan secara kelembagaan oleh instansi terkait. Pengakuan yang ada terhadap Badan Pengelola hanya pada tataran masyarakat Pulau Harapan. Hal ini tidak memberikan kekuatan hukum bagi Badan Pengelola untuk mengembangkan APL lebih lanjut, misalnya mengajukan proposal pengembangan DPL. 3 Monitoring dan evaluasi Program monitoring dan evaluasi tidak dirancang secara reguler, dan hanya dilakukan secara insidetial, yaitu pada saat ada kegiatan yang dilakukan di kawasan APL. Pada dasarnya Badan Pengelola sudah memiliki kemampuan untuk melakukan monitoring, namun karena tidak ada sarana fasilitas penyelaman, maka terdapat kesulitan untuk melakukan monitoring.

3. Pencapaian Hasil

1 Dampak terhadap perbaikan sumberdaya dan lingkungan Dampak program APL Pulau Harapan terhadap perbaikan sumberdaya dan lingkungan belum menunjukkan hasil yang baik. Berdasarkan data persen penutupan karang hidup pada saat survey penentuan lokasi DPL, kualitas tutupan karang hidup di lokasi yang terpilih sebagai kawasan APL berkisar antara 55-60 Dinas PPK-DKI Jakarta, 2006. Dengan membandingkan data terbaru tahun 2007, kualitas tutupan karang hidup di daerah APL Pulau Harapan yang hanya mencapai 51,22 Safri, 2007, terlihat bahwa kualitas terumbu karang mengalami penurunan. Dampak progarm APL Pulau Harapan terhadap perbaikan lingkungan masih rendah. Meskipun ada program-program perbaikan lingkungan yang dilakukan di Pulau Harapan seperti penanaman mangrove, namun program ini tidak diitegrasikan dengan program APL Pulau Harapan. Demikian juga tekanan terhadap ekosistem terumbu karang masih terus terjadi, meskipun ada kecenderungan mengalami penurunan. Aktivitas penambangan karang, masih dilakukan oleh masyarakat, sehingga akan memperburuk kualitas lingkungan pada masa yang akan datang. Hasil wawancara dengan masyarakat, diketahui bahwa belum ada pelarangan terkait dengan pengambilan karang. Menurut masyarakat, Badan Pengelola APL hanya melarang mereka mengambil karang pada kawasan yang ditetapkan sebagai kawasan APL saja. Tabel 12. Perbandingan persentase penutupan karang hidup tahun 2006, 2007 dan 2009 di APL Pulau Harapan No. Parameter 2006 2007 2009 1. Terumbu karang Karang Hidup 55.00 51.00 30.69 Karang Mati 9.70 12.00 28.17 Algae 9.30 10.00 12.02 Fauna Lainnya 0.00 0.00 0.00 Abiotik 26.00 27.00 29.12 2 Kegiatan Destrukif Ada Ada Ada 3 Peningkatan pendapatan Tidak ada tidak ada tidak ada 4 Kegiatan alternatif Tidak ada tidak ada tidak ada 5 Perubahan perilaku Tidak ada tidak ada tidak ada 2 Dampak terhadap perbaikan kondisi sosial ekonomi Dampak pengembangan APL Pulau Harapan terhadap perbaikan kondisi sosial ekonomi masyarakat dilihat dari kontribusi APL terhadap peningkatan pendapatan masyarakat dan peluang pengembangan mata pencaharian alternatif. Hasil wawancara yang dilakukan dengan masyarakat Pulau Harapan dan anggota badan pengelola, diketahui bahwa program APL ini belum memberikan dampak terhadap peningkatan pendapatan masyarakat. Demikian juga, peluang pengembangan mata pencaharian alternatif sampai saat ini belum ada. Akibatnya, masyarakat kurang berpartisipasi dalam pengelolaan APL Pulau Harapan. 3 Dampak terhadap perubahan sikap masyarakat Dampak pengembangan APL terhadap perubahan sikap masyarakat, relatif kecil. Aktivitas pemanfaatan ekosistem terumbu karang dengan cara-cara yang merusak mulai berkurang. Aktivitas penambangan karang meskipun masih