Estimasi Nilai Ekonomi Ekosistem Mangrove

guna membangunan Pulau Sebesi secara keseluruhan, termasuk di dalamnya pengelolaan DPL Sebesi. 3 Sumber pendanaan Tiga indikator yang menjadi penilaian terhadap sumber pendanaan adalah komitmen lembaga pemerintah untuk menyediakan pendanaan DPL, internalisasi program DPL ke dalam program pembangunan daerah, dan sumber-sumber pendanaan lainnya. Dari hasil analisis yang dilakukan, diketahui bahwa sejak Proyek Pesisir mengakhiri program fasilitasi di Pulau Sebesi, tidak ada lembaga lainnya yang memiliki komitmen untuk pendanaan program DPL ini. Meskipun beberapa tahun berjalan ada bantuan dan fasilitasi dari Yayasan Telapak, namun bantuan yang diberikan hanya berlangsung selama 1 tahun. Internalisasi program DPL ke dalam program pembangunan daerah dilakukan khususnya terkait dengan program konservasi dan rehabilitasi ekosistem terumbu karang. Program transplantasi karang secara kontinyu diprogramkan oleh Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Lampung Selatan guna meningkatkan kualitas terumbu karang di DPL Sebesi. Sementara itu, sumber-sumber pendanaan selain yang disebutkan di atas, sumber pendanaan lain untuk pengelolaan DPL Sebesi tidak ada, sehingga dana pengelolaan DPL hanya berasal dari bantuan pemerintah dalam bentuk program.

2. Proses Implementasi

1 Pembagian tugas pengelolaan Pembagian tugas dalam kaitannya dengan proses implementasi program DPL Sebesi, dilihat dari adanya kelompok pengelola, pembagian tugas, sistem pelaporan dan mekanisme pengambilan keputusan. Kelompok pengelola DPL Sebesi diwakili oleh Badan Pengelola yang anggotanya dipilih oleh masyarakat pada tahap pembentukan program DPL. Pemilihan anggota Badan Pengelola pada tahap selanjutnya dilakukan dalam mekanisme rapat pengurus. Dalam pembagian tugas pengelolaan DPL Sebesi ini tidak dilengkapi dengan sistem pelaporan yang baku, sehingga data dan informasi pengelolaan DPL tidak terdokumentasi dengan baik, sedangkan mekanisme pengambilan keputusan dilakukan melalui rapat pengurus Badan Pengelola. 2 Dukungan peraturan Indikator ini mencakup 4 parameter, yaitu 1 aturan pengelolaan pada tingkat desa, 2 aturan pengelolaan pada tingkat kabupaten, 3 sosialisasi program DPL, dan 4 penerimaan masyarakat di luar Pulau Sebesi. Dari empat parameter ini, aturan pada tingkat kabupaten tidak dibuat guna mendukung pengelolaan DPL. Aturan pada tingkat desa, dituangkan dalam dalam Surat Keputusan Kepala Desa Tejang Pulau Sebesi Nomor : 14002KD- TPS16.01I2002 tentang Aturan Daerah Perlindungan Laut. Sosialisasi program DPL dilakukan pada nelayan yang berasal dari desa di luar Pulau Sebesi dan sering melakukan penangkapan di sekitar DPL. Melalui sosialisasi ini, lambat laun nelayan di luar Pulau Sebesi menerima aturan yang telah dibuat oleh masyarakat Pulau Sebesi dalam rangka mendukung program DPL. 3 Monitoring dan evaluasi Kerangka monitoring yang disusun untuk program monitoring DPL Sebesi adalah penetapan titik-titik pengamatan pada setiap DPL. Kegiatan pengamatan tidak dilakukan secara kontinyu tetapi hanya dilakukan berdasarkan secara spontan dengan metode mantatow. Seperti telah disubutkan sebelumnya, bahwa terdapat data awal baik data terumbu karang, ikan karang maupun sosial ekonomi. Data awal ini menjadi data pembanding jika ada kegiatan monitoring. Karena tidak ada kegiatan monitoring secara berkala terhadap DPL Sebesi, maka tidak ada tindak lanjut terhadap hasil monitoring. Kegiatan monitoring secara rutin hanya dilakukan pada daerah dimana dilakukan kegiatan transplantasi karang. Badan pengelola melakukan monitoring secara berkala untuk mengetahui perkembangan dari hasil transplantasi karang.

3. Pencapaian Hasil

1 Dampak terhadap perbaikan sumberdaya dan lingkungan Sesuai dengan tujuan dari pengembangan daerah perlindungan laut, perbaikan kualitas terumbu karang merupakan salah satu tujuan dari program ini. Dari data yang dikumpulkan pada tahun 2002, 2005, 2007 dan 2009 terlihat perubahan kualitas terumbu karang di DPL Sebesi. Seperti yang tersaji pada Lampiran 4, data terakhir 2009 memperlihatkan sebagian besar DPL mengalami perbaikan kualitas penutupan karang hidup, yaitu khususnya pada DPL 1, 2, dan 3. Adapun DPL 4 mengalami penurunan kualitas dari tahun 2002 sampai tahun 2009. 2 Dampak terhadap perbaikan kondisi sosial ekonomi Seperti halnya dengan DPL Blongko, DPL Sebesi juga tidak memberikan dampak signifikan terhadap perbaikan kondisi sosial ekonomi terutama terkait dampak langsung terhadap peningkatan pendapatan masyarakat. Meskipun tidak dilakukan pendataan secara kontinyu terkait dengan pendapatan masyarakat yang bersumber dari pengembangan DPL, namun dari wawancara yang dilakukan, masyarakat umumnya mengatakan bahwa tidak ada dampak langsung dari DPL terhadap peningkatan pendapatan. Namun demikian, dampak tidak langsung dari program DPL berupa menurunnya aktivitas penggunaan alat tangkap gardan dan sianida telah berdampak positif terhadap perikanan secara umum di Pulau Sebesi. 3 Dampak terhadap perubahan sikap masyarakat Salah satu tujuan lainnya yang diharapkan dari program pengembangan DPL adalah perubahan sikap masyarakat dalam memanfaatkan sumberdaya terumbu karang. Praktek pemanfaatan terumbu karang secara luas, tidak hanya di Pulau Sebesi, tetapi umumnya terjadi di seluruh pesisir Indonesia cenderung merusak sumberdaya ini. Praktek-praktek tersebut seperti penggunaan bom, sianida, penggunaan alat tangkap dasar gardan kasus P. Sebesi, penambangan karang dan sebagainya, telah berdampak luas terhadap kerusakan terumbu karang. Dalam pengembangan DPL Sebesi, perubahan sikap masyarakat dari kondisi yang merusak seperti ini ke arah yang lebih konservatif merupakan salah satu tujuan yang ingin dicapai. Dari hasil monitoring yang dilakukan oleh masyarakat, praktek-praktek tersebut di atas sudah tidak ditemukan lagi di Pulau Sebesi.

5.1.3 APL Pulau Harapan

1. Penyusunan Rencana Pengelolaan

1 Ketersediaan data dasar Pengembangan APL Pulau Harapan yang difasilitasi oleh Dinas Peternakan, Perikanan dan Kelautan DKI Jakarta mulai tahun 2006. Pengembangan APL ini merupakan bagian dari program pengelolaan dan pengembangan kawasan konservasi di DKI Jakarta. Sebelum menetapkan kawasan APL, terlebih lebih dahulu dilakukan survei lokasi untuk menentukan lokasi yang sesuai baik secara biofisik maupun sosial ekonomi. Data hasil survei inilah yang akan menjadi data dasar dalam pengembangan APL selanjutnya.