DPL Blongko Estimasi Nilai Ekonomi Sumberdaya Pesisir

tidak diitegrasikan dengan program APL Pulau Harapan. Demikian juga tekanan terhadap ekosistem terumbu karang masih terus terjadi, meskipun ada kecenderungan mengalami penurunan. Aktivitas penambangan karang, masih dilakukan oleh masyarakat, sehingga akan memperburuk kualitas lingkungan pada masa yang akan datang. Hasil wawancara dengan masyarakat, diketahui bahwa belum ada pelarangan terkait dengan pengambilan karang. Menurut masyarakat, Badan Pengelola APL hanya melarang mereka mengambil karang pada kawasan yang ditetapkan sebagai kawasan APL saja. Tabel 12. Perbandingan persentase penutupan karang hidup tahun 2006, 2007 dan 2009 di APL Pulau Harapan No. Parameter 2006 2007 2009 1. Terumbu karang Karang Hidup 55.00 51.00 30.69 Karang Mati 9.70 12.00 28.17 Algae 9.30 10.00 12.02 Fauna Lainnya 0.00 0.00 0.00 Abiotik 26.00 27.00 29.12 2 Kegiatan Destrukif Ada Ada Ada 3 Peningkatan pendapatan Tidak ada tidak ada tidak ada 4 Kegiatan alternatif Tidak ada tidak ada tidak ada 5 Perubahan perilaku Tidak ada tidak ada tidak ada 2 Dampak terhadap perbaikan kondisi sosial ekonomi Dampak pengembangan APL Pulau Harapan terhadap perbaikan kondisi sosial ekonomi masyarakat dilihat dari kontribusi APL terhadap peningkatan pendapatan masyarakat dan peluang pengembangan mata pencaharian alternatif. Hasil wawancara yang dilakukan dengan masyarakat Pulau Harapan dan anggota badan pengelola, diketahui bahwa program APL ini belum memberikan dampak terhadap peningkatan pendapatan masyarakat. Demikian juga, peluang pengembangan mata pencaharian alternatif sampai saat ini belum ada. Akibatnya, masyarakat kurang berpartisipasi dalam pengelolaan APL Pulau Harapan. 3 Dampak terhadap perubahan sikap masyarakat Dampak pengembangan APL terhadap perubahan sikap masyarakat, relatif kecil. Aktivitas pemanfaatan ekosistem terumbu karang dengan cara-cara yang merusak mulai berkurang. Aktivitas penambangan karang meskipun masih dilakukan masyarakat, tetapi hanya diperbolehkan dilakukan di lokasi-lokasi tertentu. Kawasan yang sudah ditetapkan sebagai kawasan APL tidak diperkenankan untuk ditambang atau digali. Keterlibatan masyarakat dalam program ini juga rendah, karena masyarakat tidak mendapatkan manfaat dari program ini.

5.2 Penilaian Efektivitas Pengelolaan DPL

Hasil analisis diskriminan pada kelompok variabel efektifitas DPLAPL di DPL Blongko, DPL P. Sebesi dan APL P. Harapan memperlihatkan bahwa keseluruhan informasi variabel yang mendiskiriminasi ketiga DPLAPL dapat dijelaskan pada sumbu komponen utama pertama 87,43 dan sumbu komponen utama kedua 12,57 Tabel 13. Tabel 13. Nilai akar ciri dan persentasi ragam ketiga DPLAPL pada sumbu komponen utama pertama F1 dan sumbu komponen utama kedua F2. Uraian F1 F2 Akar Ciri 2.15 0.309 Presentasi Ragam 87.43 12.57 Nilai Komulatif 87.43 100.00 Korelasi antara variabel efektifitas DPLAPL mengidentifikasikan bahwa DPL P Sebesi berkontribusi pada sumbu komponen utama pertama, sedangkan APL P. Harapan berkontribusi pada sumbu komponen utama kedua Tabel 14 dan Tabel 15. Dari kedua tabel tersebut terlihat bahwa efektifitas DPL Sebesi berbeda dengan APL P. Harapan, demikian pula dengan DPL Blongko. Namun demikian, efektifitas DPL Blongko masih lebih baik dari APL P. Harapan Gambar 8. Tabel 14. Korelasi variabel-variabel efektifitas pada sumbu pertama F1 dan sumbu kedua F2 F1 F2 DPL Blongko 0.567 0.736 DPL P. Sebesi 0.852 0.511 APL P Harapan 0.343 0.908 Tabel 15. Uji nilai rata-rata kelompok variabel pada ketiga DPLAPL Variable Lambda F DF1 DF2 Probabilitas DPL Blongko 0.653 1.596 2 6 0.0001 DPL P. Sebesi 0.443 3.769 2 6 0.0001 APL P Harapan 0.725 1.138 2 6 0.0001 Gambar 8. Kontribusi masing-masing DPLAPL Pada sumbu komponen utama pertama F1 dan sumbu komponen utama kedua F2. Variabel-variabel efektifitas yang sangat membedakan DPL P. Sebesi dengan DPL Blongko dan APL P. Harapan adalah sumber pendanaan dalam pengelolaan, monitoring dan evaluasi selama proses implementasi, dan dampak dari DPL terhadap perbaikan sumberdaya alam dan lingkungan, dan dampak terhadap perubahan kondisi sosial-ekonomi masyarakat Tabel 16. Demikian pula variabel-variabel monitoring dan evaluasi serta dampak terhadap perbaikan sumberdaya alam dan perubahan kondisi sosial ekonomi yang sangat membedakan DPL Blongko dan APL P. Harapan. Melihat variabel-variabel monitoring dan evaluasi berkorelasi erat dengan variabel dampak terhadap DPL Blongko DPL P. Sebesi APL P Harapan -1 -0.75 -0.5 -0.25 0.25 0.5 0.75 1 -1 -0.75 -0.5 -0.25 0.25 0.5 0.75 1 F 2

12. 57

F1 87.43 Variables axes F1 and F2: 100.00 perbaikan sumberdaya alam dan perbaikan kondisi sosial-ekonomi masyarakat yang membedakan ketiga DPLAPL, maka variabel-variabel ini harus menjadi dasar dalam penilaian efektifitas DPLAPL bagi keberlanjutan pengelolaan DPLAPL. Tabel 16. Nilai skor variabel efektifitas pengelolaan DPL Blongko, DPL P. Sebesi, dan APL P. Harapan. Atribut Lokasi DPL Blongko DPL P. Sebesi APL P Harapan PenyusunanRencanaPengelolaan Ketersedian data awal 3 3 3 Ketersedian kerangka kerja 3 3 2 Sumber Pendanaan 1 Proses Implementasi PembagianTugas DPL 3 3 1 Dukungan Peraturan 2 1 Monitoring dan Evaluasi 1 2 PencapaianHasil Dampak Terhadap Perbaikan Sumberdaya dan Lingkungan 1 2 Dampak Terhadap Sosial Ekonomi 1 Dampak Terhadap Perubahan Sikap Masyarakat 1 2 Uraian di atas dapat dipaparkan lebih lanjut seperti pada Gambar 9, yang menyajikan gabungan antara atribut dan Daerah Perlindungan Laut. Seperti terlihat pada Gambar tersebut, DPL Blongko dan DPL Sebesi, berada pada satu kuadran, yang mana menunjukkan bahwa perbedaan antara DPL Blongko dan DPL Sebesi sangat kecil sebagaimana telah diuraikan sebelumnya. Berbeda dengan APL Pulau Harapan berada kuadran berbeda yang menunjukkan bahwa APL Pulau Harapan memiliki perbedaan yang cukup besar dengan DPL P. Sebesi dan DPL Blongko. Dilihat dari distribusi atributnya, terlihat bahwa terdapat tiga kelompok yang membedakan karakteristik dari 9 atribut efektifitas pengelolaan DPL. Atribut dampak terhadap komponen sosial ekonomi dan sumber pendanaan memiliki persamaan, dan hal ini juga terlihat pada Tabel 16, dimana nilai kedua artribut tersebut sangat rendah. Demikian juga dengan atribut ketersediaan data awal, ketersediaan kerangka kerja dan pembagian tugas dalam pengelolaan DPL juga memiliki karakteristik pembeda dengan atribut lainnya, sebagaimana juga ditunjukkan oleh nilai-nilai skor pada Tabel 16. Kelompok ketiga terdiri dari dampak terhadap perbaikan kualitas lingkungan dan SDA, ketersediaan dukungan pemerintah, dampak terhadap perubahan sikap masyarakat dan kegiatan monitoring dan evaluasi juga memiliki karakteristik pembeda terhadap atribut lainnya. Atribut-atribut yang berada pada kelompok 2 dan 3 merupakan atribut pembeda antara DPL Sebesi dan DPL Blongko dengan APl Pulau Harapan. Gambar 9. Distribusi atribut efektifitas pengelolaan DPL Blongko, Sebesi dan APL Pulau Harapan Data Awal Kerangka Kerja Pendanaan Pembagian Tugas Dukungan Aturan Monev Perbaikan SDA Dampak Sosek Dampak Perubahan Sikap DPL Blongko DPL P Sibesi APL P Harapan -4 -3 -2 -1 1 2 3 4 5 -5 -4 -3 -2 -1 1 2 3 4 5 6 7 F 2

7. 80

F1 86.14 Biplot axes F1 and F2: 93.93

5.3 Evaluasi Keberlanjutan Pengelolaan Daerah Perlindungan Laut

Seperti diuraikan dalam Bab 3 Metodologi Penelitian terdapat 12 parameter yang mempengaruhi keberlanjutan pengembangan daerah perlindungan laut. Parameter tersebut adalah: 1 dampak terhadap peningkatan kualitas terumbu karang; 2 dampak terhadap peningkatan sumberdaya ikan; 3 dampak terhadap perbaikan lingkungan; 4 kesesuaian dengan aspek sosial ekonomi masyarakat setempat; 5 dampak terhadap perbaikan ekonomi masyarakat; 6 dampak terhadap pengembangan usaha lain; 7 kesesuaian dengan kebijakan setempat; 8 komitmen pemerintah setempat dan institusi lainnya; 9 partisipasi dari stakeholder utama; 10 peningkatan kapasitas institusi setempat; 11 penguatan kapasitas sumberdaya manusia; dan 12 hubungan dengan sumber pendanaan lainnya Modifikasi dari Bengen et al. 2002. Keduabelas parameter tersebut lebih lanjut dijabarkan menjadi 32 atribut seperti disajikan pada Tabel 17. Nilai skor dari setiap atribut berkisar antara 0 sampai 3. Nilai 0 menunjukkan bahwa dampak dari program DPL terhadap atribut tersebut sangat rendah atau bahkan memberikan dampak yang negatif. Sebaliknya, nilai 3 menunjukkan bahwa dampak dari program DPL terhadap atribut tersebut cukup besar. Dari 32 atribut tersebut, tidak semua atribut memiliki nilai skoring dari 0 sampai 3, tetapi ada beberapa atribut yang hanya memiliki dua atau tiga nilai skor saja, yaitu 0 dan 1, atau 0, 1 dan 2. Penentuan nilai skoring tersebut didasarkan pada banyaknya faktor-faktor yang berkaitan dengan setiap atribut. Semakin banyak faktor-faktor yang terkait dengan suatu atribut, maka pemberian nilai skoring semakin beragam 0-3, demikian sebaliknya Lampiran 3. Dalam pengolahan data-data skoring dengan menggunakan Rapsmile, maka ditentukan nilai baik dan nilai buruk dari setiap atribut. Pada Tabel 17, terlihat bahwa nilai setiap atribut untuk masing-masing DPLAPL lokasi berbeda-beda. Hal ini menunjukkan bahwa dampak pengembangan DPL di setiap lokasi memiliki pengaruh yang berbeda.