Indeks Keberlajutan Pengembangan DPL

5.4 Telaah Konsep Keberlanjutan Daerah Perlindungan Laut

Seperti telah disebutkan sebelumnya, bahwa terdapat empat aspek yang mempengaruhi keberlanjutan pengembangan DPL, yaitu aspek ekologi dan lingkungan, aspek sosial ekonomi dan budaya, aspek kebijakan, dan aspek kelembagaan. Analisis leverage menyajikan beberapa atribut yang sensitif terhadap keberlanjutan pengembangan daerah perlindungan laut. Atribut sensitif untuk aspek ekologi dan lingkungan adalah perbaikan ekosistem terumbu karang, penurunan tekanan pemanfaatan terumbu karang, peningkatan keragaman ikan karang, dan program perlindungan sumberdaya. Atribut sensitif aspek sosial ekonomi dan budaya adalah kontribusi terhadap peningkatan pendapatan masyarakat, penyerapan tenaga kerja, efek ganda, dan upaya pengembangan mata pencaharian alternatif. Untuk aspek kebijakan setempat, atribut yang sensitif adalah legalitas DPL, dukungan Peraturan Daerah PERDA, dukungan program pemerintah daerah, dan internalisasi program DPL kedalam program pembangunan daerah. Adapun aspek sensitif untuk aspek kelembagaan adalah aturan pengelolaan DPL, program pendampingan, program pelatihan, hubungan dengan lembaga donor, dan monitoring dan evaluasi. Berdasarkan konsep keberlanjutan di atas, terdapat 3 skenario keberlanjutan pengembangan DPL di 3 lokasi penelitian. Penetapan model skenario ini didasarkan pada skenario pengelolaan yang dilakukan dan yang dapat diupayakan guna mengetahui keberlanjutan pengelolaan DPLAPL. Skenario tersebut adalah sebagai berikut: 1 Skenario berdasarkan kondisi aktual saat ini 2 Skenario berdasarkan perbaikan atribut sensitif 3 Skenario berdasarkan kondisi ideal

5.4.1 Skenario Berdasarkan Kondisi Aktual

Nilai skor untuk setiap atribut yang sensitif pada tiga lokasi studi disajikan pada Tabel 19. Pada Tabel 19 terlihat bahwa terdapat perbedaan nilai skor untuk setiap DPL pada kondisi aktual, dimana perbaikan kualitas terumbu karang di DPL Blongko dan APL Harapan belum menunjukkan hasil yang positif. Hal ini tentunya akan mempengaruhi keberlanjutan pengembangan DPL di kedua DPL tersebut. Pada aspek sosial ekonomi, atribut penyerapan tenaga kerja dan upaya pengembangan mata pencaharian alternatif juga belum memberikan hasil yang positif dan akan mempengaruhi keberlanjutan pengembangan DPL di tiga lokasi penelitian. Tabel 19. Skor atribut sensitif yang mempengaruhi keberlanjutan DPL pada kondisi aktual Atribut DPL Blongko DPL Sebesi APL Harapan Nilai Skor Ekologi dan Lingkungan Perbaikan terumbu karang 2 Penurunan tekanan penggunaan sianida 3 3 2 Peningkatan keragaman ikan karang 1 2 1 Penurunan tekanan terhadap eksploitasi ikan karang 3 3 2 Program perlindungan sumberdaya 3 3 1 Sosial Ekonomi dan Budaya Kontribusi terhadap peningkatan pendapatan masyarakat 2 2 1 Penyerapan tenaga kerja Multifliyer efek 1 1 Upaya pengembangan mata pencaharian alternatif Kebijakan Legalitas 2 2 Dukungan Perda 1 Dukungan pemerintah daerah 1 2 1 Internalisasi Program DPL 1 1 Kelembagaan Aturan Pengelolaan DPL 2 2 2 Monitoring dan Evaluasi 1 1 1 Ada program Pendampingan 1 1 Program Pelatihan 1 1 1 Hubungan dengan swasta Aspek kebijakan setempat, menunjukkan bahwa banyak atribut di APL Harapan yang belum memberikan hasil positif bagi pengembangan DPL. Hal ini terlihat pada atribut legalitas program APL, dukungan peraturan daerah, dan internalisasi program APL ke dalam program pembangunan daerah. Sementara itu, untuk aspek kelembagaan, atribut hubungan dengan pihak non pemerintah sperti swasta dan lembaga swadaya masyarakat di tiga lokasi penelitian belum memberikan hasil yang positif, sehingga atribut ini akan mempengaruhi keberlanjutan pengembangan program DPL Gambar 21. Gambar 21. Grafik keberlanjutan ketiga DPL pada kondisi aktual Dengan kondisi aktual atribut sensitif di atas, akan mempengaruhi secara keseluruhan prospek keberlanjutan DPL di tiga lokasi. Implikasi nilai atribut pada Tabel 19 di atas terhadap keberlanjutan pengembangan DPL, dapat diuraikan sebagai berikut:

1 Ekologi dan Lingkungan

Skenario pertama ini yang didasarkan pada kondisi aktual pengelolaan DPL saat ini di iga lokasi memiliki dampak positif bagi pengembangan DPL secara keseluruhaan, kecuali belum optimalnya dampak terhadap perbaikan kualitas terumbu karang khususnya di DPL Blongko dan APL Harapan.

2 Sosial Ekonomi dan Budaya

Dampak pengembangan DPL terhadap sosial ekonomi pada kondisi akual ini jauh dari optimal, karena adanya beberapa aribut yang belum memberikan dampak, seperti penyerapan tenaga kerja dan pengembangan mata pencaharian alternatif bagi masyarakat sekitarnya. Demikian juga 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 10 20 30 40 50 60

70 80

90 100 Tahun K e b e rl a n ju ta n D P L D a la m P e rs e n Kurva Keberlanjutan DPL pada Kondisi Aktual DPL Blongko DPL Sibesi APL Harapan harapan akan adanya efek ganda dari pengembangan DPL belum terlihat secara jelas. 3 Kebijakan Setempat Dampak pengembagan DPL untuk skenario pertama telah memberikan dampak positif bagi aspek kebijakan khususnya di DPL Blongko, sedangkan DPL Sebesi dan APL Harapan belum optimal.

4 Kelembagaan

Skenario pertama ini akan berdampak positif bagi pengembangan DPL, atribut hubungan dengan pihak swasta akan memberikan dampak negatif karena belum optimalnya peran dari pihak non pemerintah.

5.4.2 Skenario Berdasarkan Perbaikan Atribut Sensitif

Skenario 2 ini adalah skenario dimana dilakukan upaya perbaikan khususnya terkait dengan atribut yang belum memberikan kontribusi positif bagi pengembangan DPL. Upaya perbaikan yang dilakukan adalah meningkatkan perbaikan kualitas terumbu karang melalui penekanan kegiatan yang merusak terumbu karang, khususnya di DPL Blongko dan APL Harapan. Perbaikan lainnya yang dilakukan adalah meningkatkan peran DPL dalam hal penyerapan tenaga kerja dengan menciptakan kegiatan-kegiatan yang terkait dengan program DPL yang dapat memberikan lapangan kerja bagi masyarakat. Demikian juga dengan mengusahakan mata pencaharian alternatif seperti budidaya laut. Pada Tabel 20 disajikan nilai setiap atribut untuk skenario kedua. Dalam aspek kebijakan, upaya yang dapat dilakukan adalah perlunya dukungan aturan pada tingkat kabupaten untuk mendukung pengembangan DPL ini. Upaya perbaikan yang perlu dilakukan adalah menjalin kerjasama dengan pihak non pemerintah swasta atau lembaga swadaya masyarakat untuk memberikan bantuan dalam pengembangan DPL. Pada Gambar 22, disajikan grafik keberlanjutan ketiga DPL pada kondisi perbaikan. Tabel 20. Skor atribut sensitif yang mempengaruhi keberlanjutan DPL pada skenario kedua perbaikan Atribut DPL Blongko DPL Sebesi APL Harapan Nilai Skor Ekologi dan Lingkungan Perbaikan terumbu karang 1 2 1 Penurunan tekanan penggunaan sianida 3 3 2 Peningkatan keragaman ikan karang 1 2 1 Penurunan tekanan terhadap eksploitasi ikan karang 3 3 2 Program perlindungan sumberdaya 3 3 1 Sosial Ekonomi dan Budaya Kontribusi terhadap peningkatan pendapatan masyarakat 2 2 1 Penyerapan tenaga kerja 1 1 1 Multifliyer efek 1 1 1 Upaya pengembangan mata pencaharian alternatif 1 1 1 Kebijakan Legalitas 2 2 1 Dukungan Perda 1 1 1 Dukungan pemerintah daerah 1 2 1 Internalisasi Program DPL 1 1 1 Kelembagaan Aturan Pengelolaan DPL 2 2 2 Monitoring dan Evaluasi 1 1 1 Ada program Pendampingan 1 1 1 Program Pelatihan 1 1 1 Hubungan dengan swasta 1 1 1 Gambar 22. Grafik keberlanjutan ketiga DPL pada kondisi perbaikan 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 10 20 30 40 50 60

70 80

90 100 Tahun K e b e rl a n ju ta n D P L D a la m P e rs e n Kurva Keberlanjutan DPL pada Kondisi Perbaikan DPL Blongko DPL Sibesi DPL Harapan Dengan kondisi atribut sensitif pada skenario kedua di atas, maka akan terjadi peningkatan prospek keberlanjutan pengembangan DPL dibandingkan dengan skenario aktual. Implikasi skenario kedua terhadap keberlanjutan pengembangan DPL, dapat diuraikan sebagai berikut:

1 Ekologi dan Lingkungan

Skenario kedua memberikan dampak yang lebih baik dari kondisi aktual, karena telah dilakukan berbagai upaya perbaikan, seperti penekanan dampak pengrusakan terumbu karang, seperti penggunaan alat tangkap dasar, penggunaan sianida. Upaya ini akan memberikan dampak positif bagi peningkatan kualitas terumbu karang di kawasan DPL.

2 Sosial Ekonomi dan Budaya

Dampak pengembangan DPL terhadap sosial ekonomi pada skenario kedua ini juga akan berdampak positif karena dilakukan upaya-upaya perbaikan seperti penciptaan kegiatan-kegiatan alternatif untuk membuka lapangan usaha terkait dengan pengembangan DPL. Selain itu pengembangan mata pencaharian alternatif seperti budidaya laut akan berdampak positif bagi pengembangan DPL di tiga lokasi. 3 Kebijakan Setempat Dengan melakukan perbaikan pada beberapa atribut yang belum optimal pada kondisi aktual, maka skenario kedua ini akan berdampak positif bagi pengembangan DPL. Perbaikan yang dilakukan seperti penguatan kebijakan pengelolaan DPL dengan dukungan peraturan daerah dan internasilisasi program DPL ke dalam program pembangunan daerah. Internalisasi program DPL ke dalam program pembangunan daerah, akan menguatkan upaya pengembangan DPL karena akan mendapatkan perhatian secara kontinyu dari pemerintah daerah.

4 Kelembagaan

Skenario kedua ini juga akan berdampak positif bagi pengembangan DPL, dengan menjalin kerjasama dengan lembaga non pemrintah baik swasta maupun Lembaga Swadaya Masyarakat, untuk memberikan bantuan bagi pengembangan DPL.

5.4.3 Skenario Berdasarkan Kondisi Ideal

Skenario 3 adalah skenario ideal, tercapai manakala seluruh atribut memiliki nilai optimal dari nilai skor yang dibuat. Jika kondisi ini tercapai, maka pengembangan DPL akan mencapai tujuan yang diharapkan, baik dari aspek perlindungan sumberdaya alam dan lingkungan maupun peningkatan kehidupan masyarakat pesisir di sekitarnya. Pada skenario ini, atribut keberlanjutan yang belum optimal pada skenario kedua perbaikan diperbaiki lagi sehingga mencapai kondisi ideal yang diinginkan. Tabel 21 berikut menyajikan nilai atribut pada kondisi ideal. Tabel 21. Skor atribut sensitif yang mempengaruhi keberlanjutan DPL pada kondisi ideal Atribut DPL Blongko DPL Sebesi APL Harapan Nilai Skor Ekologi dan Lingkungan Perbaikan terumbu karang 3 3 3 Penurunan tekanan penggunaan sianida 3 3 3 Peningkatan keragaman ikan karang 3 3 3 Penurunan tekanan terhadap eksploitasi ikan karang 3 3 3 Program perlindungan sumberdaya 3 3 3 Sosial Ekonomi dan Budaya Kontribusi terhadap peningkatan pendapatan masyarakat 2 2 2 Penyerapan tenaga kerja 1 1 1 Multifliyer efek 1 1 1 Upaya pengembangan mata pencaharian alternatif 2 2 2 Kebijakan Legalitas 2 2 2 Dukungan Perda 1 1 1 Dukungan pemerintah daerah 2 2 2 Internalisasi Program DPL 2 2 2 Kelembagaan Aturan Pengelolaan DPL 2 2 2 Monitoring dan Evaluasi 2 2 2 Ada program Pendampingan 1 1 1 Program Pelatihan 1 1 1 Hubungan dengan swasta 1 1 1 Dengan kondisi nilai atribut maksimal seperti kondisi ideal yang diharapkan, maka pengembangan DPL ini akan mencapai tujuan yang inginkan, yaitu pengelolaan daerah perlindungan laut berbasis masyarakat yang bertujuan untuk menjaga dan melestarikan sumberdaya serta meningkatkan kondisi sosial ekonomi dan budaya masyarakat pesisir. Secara ringkas perbandingan setiap skenario dari ketiga DPLAPL disajikan pada Gambar 23-25. Gambar 23. Perbandingan skenario keberlanjutan DPL Blongko Gambar 24. Perbandingan skenario keberlanjutan DPL P. Sebesi 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 10 20 30 40 50 60

70 80

90 100 Tahun K e b e rl a n ju ta n D P L D a la m P e rs e n Kurva Keberlanjutan DPL Blonko Kondisi Aktual Kondisi Perbaikan Kondisi Ideal 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 10 20 30 40 50 60

70 80

90 100 Tahun K e b e rl a n ju ta n D P L D a la m P e rs e n Kurva Keberlanjutan DPL Sibesi Kondisi Aktual Kondisi Perbaikan Kondisi Ideal Gambar 25. Perbandingan skenario keberlanjutan APL P. Harapan Implikasi skenario ideal terhadap keberlanjutan pengembangan DPL, dapat diuraikan sebagai berikut:

1 Ekologi dan Lingkungan

Skenario ideal ini akan berdampak positif bagi pengembangan DPL dimana akan terjadi perbaikan kualitas terumbu karang, peningkatan sumberdaya ikan, penurunan tekanan terhadap terumbu karang serta berkembangnya program pengelolaan sumberdaya alam.

2 Sosial Ekonomi dan Budaya

Skenario ideal ini juga akan berdampak positif terhadap pengembangan DPL. DPL akan memberikan dampak positif bagi kontribusi terhadap peningkatan pendapat masyarakat, penyeapan tenaga kerja, berkembangnya mata pencaharian alternatif dan adanya dampak sekunder dari kegiatan ini. 3 Kebijakan Setempat Dalam aspek kebijakan setempat, pada skenario ideal ini DPL akan memiliki legalitas, dukungan Perda, dukungan program dan internalisasi program DPL ke dalam program daerah.

4 Kelembagaan

Aspek kelembagaan akan mendukung pengembangan DPL secara optimal pada skenario ideal dimana program-program dan aturan pengelolaan DPL dibuat dan diimplementasikan dengan baik, adanya program pendamping dan pelatihan serta bantuan dari berbagai pihak. 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 10 20 30 40 50 60

70 80

90 100 Tahun K eb er la nj ut an D P L D al am P er se n Kurva Keberlanjutan APL Harapan Kondisi Aktual Kondisi Perbaikan Kondisi Ideal

5.5 Strategi Pengelolaan Daerah Perlindungan Laut

Berdasarkan hasil analisis di atas, terlihat bahwa program DPL di tiga lokasi memiliki tingkat keberlanjutan yang berbeda-beda. Oleh karena itu, perlu upaya atau strategi pengelolaan agar ketiga DPL yang sudah dikembangkan ini dapat berlanjut dan menjadi contoh yang baik dalam pengelolaan skala kecil di tingkat masyarakat desa. Berikut beberapa strategi yang dapat dilakukan adalah: 1 Peningkatan kualitas terumbu karang dan sumberdaya ikan di kawasan DPL Perbaikan kualitas terumbu karang dan sumberdaya alam lainnya di kawasan DPL merupakan tujuan dari pengembangan DPL. Apabila program DPL tidak mampu meningkatkan kualitas terumbu karang, maka program ini akan sulit berkembang atau berlanjut. Oleh karena itu, upaya yang harus dilakukan adalah meningkatkan kualitas terumbu karang dengan menekan kegiatan yang merusak terumbu karang. 2 Pengembangan mata pencaharian alternatif guna mendukung program DPL Masyarakat akan terlibat secara aktif dalam pengembangan DPL, jika program ini memberikan manfaat bagi mereka. Salah satu manfaat yang bisa mereka dapatkan apabila ada kegiatan-kegiatan alternatif yang dikembangkan sejalan dengan program DPL. 3 Internasilisasi program DPL ke dalam program tahunan pemerintah daerah. Internasilisasi program DPL ke dalam program pembangunan daerah akan memudahkan pemerintah daerah mengembangkan program DPL. Karena dengan masuknya program DPL ke dalam program pemerintah daerah, maka DPL akan mendapatkan bantuan setiap tahunnya. 4 Pelibatan lembaga lain non pemerintah dalam pengembangan DPL Pelibatan stakeholder lainnya seperti swasta dan lembaga swadaya masyarakat akan membantu upaya-upaya pengembangan DPL. Hal ini disebabkan karena keterbatasan yang dimiliki oleh masyarakat maupun pemerintah daerah. Lembaga non pemerintah ini akan mengambil peran tertentu dalam pengembangan DPL, sehingga dapat mendukung pengembangan DPL secara keseluruhan. 6 KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Beberapa kesimpulan yang dapat ditarik dari penelitian ini adalah: 1. DPL Pulau Sebesi lebih efektif dibandingkan DPL Blongko dan APL P. Harapan, demikian juga DPL Bongko lebih efektif dibandingkan APL P. Harapan. Parameter pembeda efektifitas ketiga DPLAPL adalah monitoring dan evaluasi serta dampak terhadap perbaikan sumberdaya alam dan perubahan kondisi sosial ekonomi. 2. Parameter faktor yang dominan mempengaruhi keberlanjutan pengelolaan daerah perlindungan laut adalah:  Aspek ekologi dan lingkungan: peningkatan kualitas terumbu karang dan sumberdaya ikan karang; penurunan tekanan dan eksploitasi terumbu karang; dan pengembangan program perlindungan sumberdaya pesisir dan laut.  Aspek sosial ekonomi dan budaya: kontribusi terhadap peningkatan pendapatan masyarakat; pengembangan mata pencaharian alternatif dan penyerapan tenaga kerja; serta munculnya efek ganda dari program DPL.  Aspek kebijakan: legalitas program DPL, dukungan dalam hal peraturan daerah, dukungan dalam hal program pembangunan dan internalisasi program DPL ke dalam program pembangunan daerah.  Aspek kelembagaan: aturan pengelolaan DPL, program pendampingan dan pelatihan; pelaksanaan kegiatan monioring dan evaluasi serta keterlibatan lembaga non pemerintah swasta dan LSM. 3. Tingkat keberlanjutan yang ditunjukkan dengan indeks keberlanjutan IB- DPL program DPL Desa Blongko dan DPL Pulau Sebesi masih berada pada kategori sedang, yaitu nilai IB-DPL diantara 50,01 sampai 75,00 pada skala 0-100. Adapun APL Pulau Harapan masih rendah, yaitu kurang dari 50 36,30. 138 4. Berdasarkan analisis efektifitas dan keberlanjutan, DPL Sebesi dan Blongko memiliki efektifitas dan keberlanjutan yang sedang, sedangkan APL Pulau Harapan memiliki efektifitas dan keberlanjutan yang rendah. 5. Strategi pengelolaan yang dapat dilakukan untuk menjaga keberlanjutan pengembangan DPL adalah: - Peningkatan kualitas terumbu karang dan sumberdaya ikan di kawasan DPL melalui penekanan kegiatan yang merusak lingkungan. - Pengembangan mata pencaharian alternative guna mendukung program DPL sehingga dapat menciptakan lapangan pekerjaan bagi masyarakat. - Internasilisasi program DPL kedalam program tahunan pemerintah daerah, sehingga program ini mendapatkan perhatian secara kontinyu. - Pelibatan lembaga lain non pemerintah dalam pengembangan DPL, sehingga berbagai keterbatasan yang dimiliki oleh masyarakat dan pemerintah daerah dapat diatasi. 6. Telah ditemukan metode untuk menilai efektifitas dan keberlanjutan pengelolaan Daerah Perlindungan LautArea Perlindungan Laut.

6.2 Saran

Beberapa saran yang dapat dikemukakan dalam disertasi ini adalah: 1. Perlu dikaji aspek sosial ekonomi dan budaya lebih lanjut, mengapa aspek ini yang merupakan salah satu tujuan dari program pengembangan DPL ini umumnya masih rendah, dibandingkan dengan aspek ekologi dan lingkungan. Padahal, aspek ini sangat mempengaruhi keberlajutan program yang dikembangkan dengan pendekatan pengelolaan berbasis masyarakat. 2. Melihat tiga contoh program DPL yang diteliti, terlihat bahwa DPL Desa Blongko dan Pulau Sebesi memiliki tingkat keberlajutan yang lebih tinggi dari APL Pulau Harapan. Jika dilihat dari inisiator masing-masing program, dimana program DPL Desa Blongko dan DPL Pulau Sebesi diinisiasi oleh lembaga non pemerintah dengan pendekatan yang sangat partisipatif, sedangkan APL Pulau Harapan diinisiasi oleh pemerintah daerah dengan pendekatan proyek. Diperlukan kajian lebih lanjut untuk membuktikan bahwa program dengan pendekatan yang partisipatif akan lebih berkelanjutan dibandingkan dengan pendekatan proyek.