3. Aspek kebijakan setempat
a. Kesesuaian dengan kebijakan setempat
Salah satu faktor yang dapat mendukung keberlanjutan program APL Pulau Harapan adalah kesesuaian program ini dengan kebijakan setempat. Ada
dua hal yang dapat mendukung pengembangan APL ini, yaitu apakah program APL ini sesuai atau tidak bertentangan dengan aturan setempat, dan apakah ada
aturan khusus yang dibuat untuk mendukung program APL ini. Hasil wawancara dengan masyarakat, diketahui bahwa tidak ada aturan masyarakat yang
bertentangan dengan program APL atau program konservasi secara umum. Artinya program APL ini sejalan dengan tujuan pengelolaan sumberdaya di lokasi
penelitian. Pengembangan APL Pulau Harapan sebenarnya sudah dirancang dengan
menyusun aturan-aturan khusus untuk mendukung program ini. Sayangnya, sampai saat ini aturan ini tidak disahkan oleh pemerintah daerah. Kepengurusan
Badan Pengelola APL sampai saat ini belum dilegalisasi oleh pemerintah setempat, akibatnya badan pengelola tidak memiliki kekuatan hukum untuk
menjalankan tugas-tigasnya dalam mengelola APL. Demikian juga, aturan-aturan yang dipersiapkan untuk mendukung program konservasi dan pengelolaan pesisir
secara terpadu di Kepulauan Seribu, termasuk didalamnya APL Pulau Harapan belum ditetapkan. Akibatnya pengembangan APL Pulau Harapan sampai saat ini
tidak didukung oleh adanya aturan khusus.
b. Komitmen institusi lokal
Meskipun program APL Pulau Harapan ini diinisiasi oleh Dinas Peternakan, Kelautan dan Perikanan DKI Jakarta, namun dukungan dari
pemerintah belum ada. Mengingat program ini baru diinisiasi dua tahun lalu, maka masyarakat mengharapkan kiranya pemerintah seharusnya memberikan
dukungan untuk pengembangan program ini. Namun, sampai saat ini dukungan tersebut tidak ada, baik dalam bentuk dukungan aturan atau legalitas program
APL maupun bantuan pendanaan. Dukungan dari institusi selain pemerintah juga tidak ada. Meskipun di Kepulauan Seribu terdapat lembaga-lembaga non
pemerintah, namun mereka tidak memberikan dukungan atau bantuan kepada
program APL Pulau Harapan. Oleh karena itu, pengembangan APL Pulau Harapan ini relatif kurang mendapat dukungan dari institusi setempat.
c. Partisipasi masyarakat
Pada awalnya, masyarakat yang berpartisipasi dalam program ini cukup banyak, namun karena manfaat yang didapatkan dari program ini dianggap kurang
memenuhi harapan seperti yang diutarakan pada saat sosialiasi program, menyebabkan partisipasi masyarakat menjadi rendah. Saat ini, hanya sebagian
anggota badan pengelola yang masih memiliki kepedulian terhadap program APL Pulau Harapan.
4. Kelembagaan
a. Kapasitas institusi setempat
Kapasitas institusi setempat dilihat dari kemampuan institusi pengelola APL Pulau Harapan. APL Pulau Harapan saat ini telah memiliki perangkat
pengelola yang juga disebut Badan Pengelola APL. Sayangnya perangkat pengelola ini belum bekerja secara optimal. Kemampuan ini dilihat dari
kemampuan mempromosikan program APL kepada pihak luar dan kemampuan badan pengelola menyusun proposal untuk mendapatkan bantuan dari pihak luar
untuk membiayai program APL ini. Hasil wawancara dengan ketua badan pengelola, diketahui bahwa anggota badan pengelola belum memiliki kapasitas
yang memadai untuk menyusun proposal mendapatkan bantuan dari institusi lain. Katersediaan aturan pengelolaan APL Pulau Harapan juga menjadi indikator
dalam menilai kapasitas institusi APL Pulau Harapan. Aturan-aturan pengelolaan APL ini sudah dibuat, namun karena belum ada legalitas program ini, maka aturan
ini belum diimplementasikan dengan baik.
b. Penguatan SDM
Program penguatan SDM juga menjadi faktor penentu keberlanjutan program APL Pulau Harapan. Sejauh mana persiapan yang dilakukan selama
pengembangan APL Pulau Harapan ini akan menentukan prospek keberlanjutan program ini. Program pendampingan yang dilakukan selama pengembangan
program ini, hanya dilakukan pada saat pendirian APL, setelah program ini berdiri sudah tidak dilakukan pendampingan. Penguatan SDM melalui pelatihan juga