Tujuan Daerah Perlindungan Laut Metode Pengelolaan DPL-BM

28 2 Jastifikasi berdasarkan karakteristik lokasi pendirian DPL. Selain perbedaan inisiatior, ketiga DPLAPL di atas juga memiliki perbedaan dalam hal kataktiristik wilayah. Ada yang merupakan daerah daratan pulau besar, ada yang merupakan pulau kecil, dan ada pulau yang merupakan pulau sangat kecil. a DPL Desa Blongko adalah DPL yang mewakili kawasan pesisir dari daratan, yaitu pesisir daratan Kabupaten Minahasa Selatan, Provinsi Sulawesi Utara. b DPL Pulau Sebesi adalah DPL yang mewakili pulau kecil dengan keragaan sumberdaya yang cukup besar. c APL Pulau Harapan adalah DPL yang mewakili pulau sangat kecil dengan keragaan sumberdaya yang sangat rendah. Dari alasan pemilihan lokasi penelitian di atas, beberapa hal yang mendorong penelitian ini adalah perbandingan sebagai berikut: 1 Melalui pendekatan yang sama pengembangan daerah perlindungan laut yang diinisiasi oleh lembaga yang sama dapat dilakukan analisis pengelolaan sumberdaya berbasis daratan pesisir dan pengelolaan sumberdaya berbasis pulau-pulau kecil kasus DPL Desa Blongko dan DPL Desa Tejang Pulau Sebesi; 2 Melalui pendekatan berbeda inisiator seperti pada kasus DPL Desa Tejang Pulau Sebesi dan APL Pulau Harapan, dapat dianalisis perbedaan pendekatan pengelolaan terhadap sumberdaya yang relatif sama diwakili oleh sumberdaya pulau-pulau kecil; dan 3 Kasus DPL Blongko dan APL Pulau Harapan, dapat dianalisis perbedaan pendekatan pengelolaan dan perbedaan karakteristik sumberdaya sumberdaya pesisir dan pulau-pulau kecil. Gambar 3. Peta Lokasi Penelitian DPL Desa Blongko, Kabupaten Minahasa Selatan-Provinsi Sulawesi Utara, DPL Pulau Sebesi, Kabupaten Lampung Selatan – Provinsi Lampung, dan APL Pulau Harapan, Kabupaten Administratif Kepulauan Seribu- Provinsi DKI Jakarta 29 30

3.2 Kerangka Pendekatan Penelitian

Secara konseptual, pendekatan yang digunakan dalam penelitian Efektifitas dan Keberlanjutan Daerah Perlindungan Laut Berbasis Masyarakat: Kasus DPL-BM Blongko, Minahasa Selatan, DPL-BM Pulau Sebesi, Lampung Selatan, dan APL Pulau Harapan Kepulauan Seribu ini disajikan pada Gambar 4. Kajian diawali dari kondisi terkini pengelolaan dari 3 DPL, yaitu DPL Blongko, DPL Pulau Sebesi dan APL Pulau Harapan. Tahap pertama dilakukan pengumpulan data ekologibiofisik, sosial ekonomi, sosial budaya, kebijakan dan kelembagaan. Data ekologibiofisik antara lain mencakup kondisi ekosistem terumbu karang dan sumberdaya ikan, serta ekosistem pesisir lainnya. Data sosial ekonomi mencakup mata pencaharian, pendapatan dan usaha ekonomi alternatif. Data sosial budaya meliputi data persepsi masyarakat dan partipasi masyarakat dalam pengelolaan sumberdaya pulau. Adapun kebijakan dan kelembagaan seperti aturan-aturan masyarakat dalam pengelolaan sumberdaya pesisir, kelembagaan masyarakat, kemampuan institusi setempat, dukungan pemerintah, LSM dan Perguruan Tinggi. Data tersebut di atas selanjutnya dianalisis dengan menggunakan teknik analisis kualitatif dan kuantitaif. Analisis kuantitatif digunakan untuk menganalisis aspek ekologibiofisik dan data sosial ekonomi. Analisis kualitatif digunakan untuk menganalisis aspek sosial budaya dan kebijakan-kelembagaan. Tahap selanjutnya, dilakukan penyusunan parameter dan indikator penilaian efektifitas dan keberlanjutan pengelolaan daerah perlindungan laut. Parameter yang dijadikan indikator penilaian prospek keberlanjutan pengelolaan DPL terdiri atas 12 parameter, yaitu 1 dampak terhadap kualitas terumbu karang; 2 dampak terhadap sumberdaya ikan; 3 dampak terhadap perbaikan lingkungan; 4 kesesuaian dengan aspek sosial ekonomi masyarakat setempat; 5 dampak terhadap perbaikan ekonomi masyarakat; 6 dampak terhadap pengembangan usaha lain; 7 kesesuaian dengan kebijakan setempat; 8 komitmen pemerintah setempat dan institusi lainnya; 9 partisipasi dari stakeholder utama; 10 peningkatan kapasitas institusi setempat; 11 penguatan kapasitas sumberdaya manusia; dan 12 hubungan dengan sumber pendanaan lainnya Modifikasi dari Bengen et al. 2002.