c Dampak terhadap perbaikan lingkungan
Dampak pengembangan DPL terhadap perbaikan lingkungan dilihat dari ada tidaknya program lain yang dilakukan untuk mengatasi permasalahan
lingkungan, dan eksploitasi terumbu karang yang merusak. Selain program DPL Blongko, program lain yang dikembangkan adalah program penanaman mangrove
luasnya 3 ha sekitar 6 000 bibit. Program ini dilakukan sebagai salah satu upaya untuk melindungi pantai dari abrasi. Program ini dilakukan pada tahun 2002,
yang dikembangkan sejalan dengan program DPL. Kegiatan eksploitasi terumbu karang seperti penambangan karang untuk bahan bangunan sudah tidak dilakukan
lagi. Masyarakat telah menyadari bahwa eksploitasi terumbu karang seperti ini akan menimbulkan dampak negatif bagi mereka. Dengan demikian,
pengembangan DPL telah memberikan dampak positif bagi program perbaikan lingkungan dan mencegah eksploitasi karang yang merusak lingkungan.
2. Sosial Ekonomi dan Budaya
a Kesesuaian dengan aspek sosial masyarakat
Analisis kesesuaian pengembangan DPL dengan aspek sosial masyarakat dilihat dari variabel kesesuainnya dengan kondisi sosial ekonomi, dan kaitannya
dengan mata pencaharian. Jika dilihat dari kondisi sosial ekonomi, masyarakat Desa Blongko adalah masyarakat pesisir, yang sebagian masyarakat memiliki
ketergantungan terhadap wilayah pesisir yang sangat tinggi. Kerusakan ekosistem pesisir akan berdampak terhadap kehidupan mereka sehari-hari. Sementara itu,
jika dilihat dari kaitannya dengan mata pencaharian masyarakat, sebagian besar masyarakat Desa Blongko merupakan nelayan yang menangkap ikan di sekitar
kawasan terumbu karang. Dengan demikian, baik kesesuaian dengan kondisi sosial ekonomi maupun kaitannya dengan mata pencaharian memiki kaitan yang
sangat erat. Oleh karena pengembangan DPL Blongko harusnya mendapatkan respon yang baik dari masyarakat.
b Dampak terhadap peningkatan pendapatan masyarakat
Dampak pengembangan DPL terhadap peningkatan ekonomi masyarakat dilihat dari tiga atribut, yaitu kontribusi terhadap peningkatan pendapatan,
penyerapan tenaga kerja, dan efek ganda dari pengembangan DPL. Hasil wawancara yang dilakukan kepada masyarakat, diketahui bahwa tidak ada
dampak secara langsung meningkatkan pendapatan masyarakat. Masyarakat hanya mengetahui bahwa setelah program DPL berjalan beberapa tahun, hasil
tangkapan nelayan meningkat. Hal ini berarti pengembangan DPL memberikan dampak positif bagi peningkatan pendapatan masyarakat secara tidak langsung.
Penyerapan tenaga kerja, tidak terlihat sebagai dampak dari pengembangan DPL. Meskipun terdapat banyak orang yang terlibat dalam pengelolaan DPL namun hal
ini tidak dipandang sebagai lapangan kerja. Belum adanya aktivitas sekunder dari adanya DPL ini, menyebabkan aspek penyerapan tenaga kerja belum berdampak.
Demikian juga dengan efek ganda pengembangan DPL belum terlihat berkembang di Blongko. Pada konsep awal, pengembangan DPL diharapkan
dapat meningkatkan kunjungan wisatawan ke lokasi ini, sehingga dapat menimbulkan efek ganda bagi peluang usaha lainnya. Namun sampai 10 tahun
program ini berjalan, kunjungan wisata ke DPL Blongko sangat kecil. Oleh karena itu, dari tiga variabel yang terkait dengan dampak pengembangan DPL
terhadap peningkatan kesejahteran masyarakat hanya satu yang terlihat dampak positif meskipun tidak terlalu signifikan.
c Dampak terhadap pengembangan usaha lainnya
Dampak pengembangan DPL terhadap pengembangan usaha lain di Desa Blongko dilihat dari ada tidaknya kegiatan yang berkembang setelah adanya
program DPL dan apakah ada pengembangan mata pencaharian alternatif. Pengembangan usaha lainnya yang dimaksud adalah pengembangan usaha
pariwisata yang didalamnya didukung oleh jasa-jasa kepariwisataan. Dari wawancara yang dilakukan kepada masyarakat diketahui bahwa usaha lain tidak
berkembang. Demikian juga pengembangan mata pencaharian alternatif tidak dilakukan. Dengan demikian, pengembangan DPL Blongko tidak memberikan
dampak terhadap pengembangan usaha lain.
d Introduksi teknologi
Introduksi teknologi ramah lingkungan juga merupakan parameter yang mempengaruhi keberlanjutan dari pengembangan DPL di Desa Blongko. Seperti
telah dijelaskan sebelumnya, bahwa pengelolaan DPL menggunakan pendekatan adaptive management
yang juga membutuhkan kemampuan manajerial. Selain itu, dalam proses pengembangan dan pengelolaannya membutuhkan keterampilan
teknis yang mana harus didukung dengan teknologi ramah lingkungan. Dalam pengembangannya, DPL Desa Blongko ini tidak atau belum didukung oleh
introduksi teknologi ramah lingkungan oleh inisiator program.
3. Kebijakan DaerahSetempat
a Kesesuaian dengan kebijakan setempat
Salah satu faktor yang mempengaruhi keberlanjutan pengembangan DPL Blongko adalah kesesuaiannya dengan aturan setempat dan ketersediaan aturan
khususnya yang dibuat untuk mendukung pengembangan DPL. Secara umum, tidak ada aturan setempat yang bertentangan atau menentang program
pengembangan daerah perlindungan laut. Sejak program ini diinisiasi, tidak pernah ada masyarakat yang melakukan perlawanan terhadap program ini. Hal ini
menunjukkan bahwa program DPL tidak bertentangan dengan aturan setempat atau aturan yang ada di dalam masyarakat. Untuk mendukung program DPL
Blongko terdapat dua aturan yang khsusus dibuat, yaitu pada level desa dan kabupaten. Aspek legalitas DPL Desa Blongko dituangkan dalam bentuk aturan
desa yang disepakati oleh perwakilan masyarakat dan pemerintah setempat. Kesepakatan ini juga didukung oleh pemerintahan pada level yang lebih tinggi,
misalnya pada tingkat kecamatan dan Kabupaten. Pada level desa, aturan yang dibuat untuk mendukung pengembangan DPL
Blongko adalah Keputusan Pemerintah Desa Blongko Nomor 042004AKD- DBXI99 tentang pelaksanaan Rencana Pengelolaan Daerah Perlindungan Laut
dan Pembangunan Sumberdaya Pesisir Wilayah Desa Blongko. Pada level kabupaten, aturan yang dibuat guna mendukung pengembangan DPL Blongko
adalah Peraturan Daerah Kabupaten Minahasa No. 2 Tahun 2002 tentang Pengelolaan Sumberdaya Wilayah Pesisir Terpadu Berbasis Masyarakat di
Kabupaten Minahasa.
b Komitmen institusi lokal
Komitmen institusi lokal terhadap pengembangan DPL Blongko dilihat dari dukungan Pemerintah Daerah dan dukungan lembaga lainnya misalnya
LSM. Dukungan Pemerintah Daerah terhadap pengembangan DPL dapat berupa internalisasi program DPL kedalam program pembangunan daerah, atau
pemberian bantuan dana bagi operasional badan pengelola. Meskipun pada
tataran kabupaten sudah ada Peraturan Daerah terkait dengan pengelolaan pesisir terpadu, namun program DPL Blongko belum mendapatkan baantuan dari
Pemerintah Daerah. Demikian internalisasi program DPL ke dalam program pembangunan daerah belum dilakukan. Dukungan lembaga lainnya juga belum
ada, meskipun terdapat bantuan yang sifatnya sesaat, terkait dengan program- program mereka di Desa Blongko.
c Partisipasi masyarakat setempat
Partisipasi masyarakat dalam pengelolaan pesisir di Desa Blongko juga merupakan faktor yang mempengaruhi keberlanjutan program DPL Blongko.
Semakin tinggi partisipasi masyarakat, peluang atau prospek keberlanjutan DPL akan tinggi. Hasil wawancara dengan masyarakat Desa Blongko menunjukkan
bahwa partisipasi masyarakat Desa Blongko berada pada tingkat pemberi informasi dan konsultasi. Hanya ada beberapa orang saja yang memiliki
partisipasi sebagai pemilik, yaitu masyarakat yang menganggap program DPL sebagai program mereka dan untuk kepentingan mereka.
4. Kelembagaan
a Kapasitas institusi setempat
Dampak pengembangan DPL Blongko terhadap pengembangan kapasitas institusi setempat dapat dilihat dari ada tidaknya perangkat pengelola DPL,
ketersediaan aturan pengelolaan, pelaksanaan monitoring dan evaluasi, dan kemampuan institusi pengelola DPL. Sejak disahkannya DPL Desa Blongko oleh
aparat pemerintah desa, DPL Blongko sudah memiliki perangkat pengelola dan dilengkapi pula dengan aturan pengelolaan. Perangkat pengelola DPL ini juga
dilengkapi dengan pembagian dan uraian tugas masing-masing seksi. Pelaksanaan program monitoring dan evaluasi juga menunjukkan kapasitas dari
institusi DPL. Karena dengan adanya program ini, pengelola dapat melakukan pengembangan terhadap berbagai masalah yang dihadapi dalam pengelolaan DPL.
Kemampuan Badan Pengelola dapat dinilai dari kemampuan menyusun proposal dan kemampuan mencari sumber-sumber pendanaan bagi pengelolaan
DPL. Hasil penilaian terhadap anggota pengelola DPL, diketahui bahwa pengelola DPL sudah memiliki kemampuan menyusun proposal untuk selanjutnya
diusulkan kepada Pemerintah Daerah. Dengan demikian program DPL telah
memberikan dampak terhadap peningkatan kemampuan institusi setempat. Aturan pengelolaan DPL juga telah disiapkan, yang dituangkan dalam Keputusan
Pemerintah Desa Blongko Nomor 042004AKD-DBXI99 tentang pelaksanaan Rencana Pengelolaan Daerah Perlindungan Laut dan Pembangunan Sumberdaya
Pesisir Wilayah Desa Blongko. Hak-hak dan kewajiban masyarakat telah diatur di dalam Peraturan Desa tersebut. Demikian juga sanksi bagi setiap pelanggaran
sudah ditetapkan di dalam aturan pengelolaan.
b Penguatan SDM
Dampak program DPL Blongko terhadap pengembangan sumberdaya manusia dinilai dari ada tidaknya program pendampingan dan pelatihan yang
diberikan kepada masyarakat termasuk di dalamnya anggota badan pengelola. Bengen et al. 2003, menyebutkan bahwa program pendampingan extension
officer di Desa Blongko berlangsung selama 2 tahun, yang dimulai sejak
sosialisasi program pengelolaan pesisir sampai terbentuknya daerah perlindungan laut. Program pendampingan ini telah memberikan dampak bagi peningkatan
kesadaran masyarakat akan pentingnya pengelolaan pesisir bagi kelangsungan hidup mereka. Program pelatihan juga banyak dikembangkan untuk mendukung
pengembangan sumberdaya pesisir di Desa Blongko. Program-program pelatihan dilakukan mulai pelatihan teknis sampai pelatihan yang bersifat umum. Pelatihan
teknis seperti mantatow, pengukuran garis pantai, pengolahan ikan dan sebagainya. Pelatihan yang bersifat umum, seperti pelatihan pengelolaan pesisir
secara terpadu.
c Hubungan dengan donor lain
Faktor lainnya yang juga mempengaruhi prospek keberlanjutan DPL adalah hubungan dengan pihak swasta dalam mengembangkan program-program
pendukung dan hubungan dengan lembaga-lembaga donor lainnya. Keterlibatan pihak swasta diharapkan dapat memberikan manfaat bagi masyarakat setempat,
baik secara langsung maupun tidak langsung terkait dengan program DPL. Demikian juga dengan hubungan dengan lembaga donor lainnya. Pembiayaan
yang dilakukan oleh inisiator program pada saatnya akan berhenti, sehingga perlu sumber-sumber pendanaan lainnya. Dari kedua variabel di atas, baik keterkaitan
swasta maupun dengan lembaga donor lainnya dalam pengembangan DPL