1
I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Perekonomian Indonesia mengalami pertumbuhan Produk Domestik Bruto PDB sebesar 6,5 persen pada tahun 2011 dibandingkan dengan tahun 2010. PDB
merupakan salah satu hal yang dapat dijadikan sebagai indikator untuk mengetahui kondisi perekonomian suatu negara pada periode waktu tertentu.
Sektor perikanan merupakan salah satu sektor yang memiliki kontribusi dalam perekonomian nasional. Hal tersebut disampaikan melalui laporan dari Badan
Pusat Statistika. Berdasarkan laporan dari Kementerian Kelautan dan Perikanan disebutkan
bahwa laju pertumbuhan produksi perikanan nasional sejak tahun 2006 – 2010 mencapai 9,68 persen per tahun dengan kontribusi terhadap PDB nasional sebesar
3,14 persen atau sekitar Rp 148,16 triliun. Pada subsektor perikanan budidaya terjadi pertumbuhan sebesar 19,56 persen sementara pada perikanan tangkap
hanya sebesar 2,78 persen. Hal tersebut menunjukkan adanya potensi untuk mengembangkan sektor perikanan khususnya pada subsektor perikanan budidaya.
Perikanan budidaya merupakan salah satu sektor primadona di hulu dalam penyediaan bahan baku. Saat ini subsektor perikanan budidaya telah menetapkan
empat komoditas utama dalam mendukung kebijakan industrialisasi perikanan, yaitu udang, rumput laut, bandeng dan patin. Indonesia memiliki potensi
perikanan budidaya dengan luas lahan mencapai lebih dari 15,59 juta ha. Potensi perikanan budidaya ini terbagi menjadi potensi perikanan budidaya air tawar
seluas 2,23 juta ha, budidaya air payau seluas 1,22 juta ha dan potensi terbesar pada budidaya laut yang mencapai 12,14 juta ha. Sampai dengan tahun 2010,
pemanfaatan lahan budidaya laut baru mencapai 117.649 ha atau hanya sekitar 0,01 persen dari potensi yang ada.
Berdasarkan data produksi perikanan budidaya laut pada Tabel 1, menujukkan dalam waktu lima tahun terakhir produksi rumput laut tetap menjadi
komoditi unggulan pada subsektor perikanan budidaya laut. Komoditi rumput laut merupakan komoditi dengan total produksi terbesar diantara komoditi perikanan
budidaya laut utama yang ada di perairan Indonesia.
2
Tabel 1. Produksi Perikanan Budidaya Laut Indonesia Tahun 2006 – 2010 Ton
Komoditi Tahun
2006 2007 2008 2009 2010 Kerapu 3.132
6.370 4.768
7.648 7.657
Kakap 630 523
707 2.399
2.311 Udang Barong
558 -
292 339
311 Kerang 18.1895
15.623 19.662
15.857 58.079
Teripang 736 94
278,8 629
475,7
Rumput Laut 1.341.141
1.485.654 1.937.591
2.791.688 3.299.436
Bandeng - -
469 99
311
Sumber : Statistik Perikanan Budidaya Indonesia 2010 Kementerian Kelautan dan Perikanan, 2011
Rumput laut adalah salah satu komoditi strategis kelautan dalam negeri. Berdasarkan data Kementerian Kelautan dan Perikanan tahun 2011, volume
produksi rumput laut Indonesia mengalami peningkatan dari produksi pada tahun 2009 sebesar 2.791.688 meningkat menjadi 3.299.436 pada tahun 2010.
Nilai ekspor komoditas rumput laut pada tahun 2010 naik 54,87 persen menjadi US
135 juta dibanding tahun 2009 yang hanya mencapai US 87,77 juta. Volume ekspor rumput laut juga naik dari 94.003 ton pada tahun 2009 menjadi 123.074
ton pada tahun 2010. Hal tersebut dapat dilihat dari perkembangan ekspor rumput laut Indonesia yang tersaji pada Tabel 2. Potensi pengembangan rumput laut di
Indonesia sangat besar mengingat komoditas ini merupakan komoditas perdagangan internasional yang telah diekspor ke berbagai negara seperti
Philipina, Chili, Korea Selatan dan China.
Tabel 2. Perkembangan Ekspor Rumput Laut di Indonesia Tahun 2006 - 2010
Tahun Volume kg
Nilai US Harga Rpkg
2006 95.588.055 49.586.226
4.681,71 2007 94.073.398
57.522.350 5.625,45
2008 99.947.976 110.153.291
10.470,01 2009 94.003.326
87.773.297 8.870,39
2010 123.074.961 135.939.458
10.034,61
Sumber : Statistik Ekspor Hasil Perikanan 2010 KKP 2011, data diolah
3 Berdasarkan data perkembangan ekspor rumput laut pada tahun 2006
hingga 2010 menunjukkan bahwa ekspor rumput laut cenderung mengalami peningkatan, walaupun sempat terjadi penurunan volume ekspor dan nilai ekspor
pada tahun 2009 kemudian mengalami peningkatan kembali pada tahun 2010. Peningkatan volume ekspor tersebut dapat mengindikasikan bahwa terjadi
peningkatan permintaan rumput laut dunia untuk setiap tahunnya. Hal ini tentunya menjadi peluang bagi Indonesia, untuk meningkatkan produksi serta pemasaran
rumput laut untuk pemenuhan kebutuhan di pasar internasional. Data harga ekspor pada Tabel 2 diperoleh dengan melakukan pendekatan sebagai hasil dari nilai
ekspor rumput laut dibagi dengan volume ekspor rumput laut. Bali merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang terkenal dengan
daya tarik keindahan pesona wisata laut. Pesona perairan di wilayah Bali tidak hanya pada sektor pariwisata saja namun juga dari kekayaan komoditi budidaya
laut yang telah lama dikembangkan, termasuk pengembangan budidaya rumput laut. Wilayah perairan laut di provinsi Bali mencapai angka ± 95.000 km
2
dengan luas lahan yang memiliki potensi untuk dikembangkan dalam budidaya laut
adalah sekitar 1.551,75 ha dan berdasarkan data dari Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Bali pada tahun 2008 luas lahan potensial tersebut baru
dimanfaatkan untuk usaha budidaya laut seluas 418,5 ha dengan komoditi utama yang telah dikembangkan adalah rumput laut jenis Euchema cotonii sp dan
Eucheuma spinosum sp. Rumput laut untuk jenis Eucheuma sp memiliki potensi
untuk dikembangkan karena adanya peluang terkait tingginya permintaan pasar jika dibandingkan dengan jenis rumput laut lainnya seperti Gracilaria sp seperti
yang ditunjukkan pada Tabel 3.
Tabel 3. Peluang Pasar Perdagangan Rumput Laut
Jenis Produk 2006
2007 2008
2009 2010
Eucheuma sp
Permintaan Dunia ton 202.300
218.100 235.300
253.900 274.100
Produksi Indonesia ton 56.000
60.000 66.000
73.000 80.000
Gracilaria sp
Permintaan Dunia ton 79.200
87.040 95.840
105.440 116.000
Produksi Indonesia ton 29.000
36.000 41.500
48.000 57,50
Sumber : BPPT ISS 2006 Dalam Buku Profil Rumput Laut Indonesia, 2009
4 Komoditi rumput laut khususnya untuk jenis Eucheuma sp, mulai
dibudidayakan secara massal di Indonesia pada tahun 1984 di wilayah perairan Bali meliputi wilayah Nusa Dua, Nusa Penida, Nusa Lembongan dan Nusa
Ceningan. Pada produksi rumput laut nasional, Bali memberikan kontribusi sebagai salah satu dari sepuluh provinsi penghasil rumput laut terbesar pada skala
nasional. Hal ini didasarkan pada data Kementerian Kelautan dan Perikanan mengenai produksi rumput laut di beberapa provinsi utama di Indonesia yang
tersaji pada Tabel 4. Pada tabel tersebut menunjukkan bahwa antara tahun 2004 – 2008 terjadi fluktuasi hasil produksi rumput laut di Provinsi Bali. Produksi rumput
laut mengalami penurunan pada tahun 2007 kemudian meningkat kembali pada tahun 2008. Tingkat produksi rumput laut di Provinsi Bali menempati urutan
ketiga diantara sepuluh provinsi utama penghasil rumput laut di Indonesia.
Tabel 4. Produksi Rumput Laut menurut Provinsi Utama Tahun 2004 - 2008
No. Provinsi Tahun dalam ton basah
2004 2005 2006 2007 2008 1.
Sulawesi Selatan
24.784 204.397
409.422 418.063 690.385
2. NTT 66.423
271.846 478.114
504.699 566.495 3. Bali
156.104 161.053
164.804 152.317 170.860
4. Sulawesi
Tenggara 84.725
12.041 24.660
82.092 89.510
5. NTB 39.091
36.747 60.410
76.552 84.750 6. Maluku
2.480 722
3.104 17.013 37.590
7. Kalimantan
Timur 126
297 1.772
17.730 19.820
8. Jawa Timur
41 6.245
10.231 12.932 16.300
9. Jawa Barat
2.687 775
143 85 14.100
10. Lampung 1.210
449 1.074
1.850 9.190
11. Lainnya 405.472
877.319 1.345.077 1.488.463 1.951.910
Sumber : Data Statistik Ditjen. Perikanan Budidaya, DKP Dalam Buku Profil Rumput Laut Indonesia, 2009
5 Provinsi Bali memiliki beberapa sentra wilayah dalam pembudidayaan
komoditi rumput laut. Menurut data dari Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Bali, terdapat tiga kabupatenkota dengan potensi terbesar dalam pengembangan
budidaya rumput laut, yaitu Kota Denpasar, Kabupaten Badung dan Kabupaten Klungkung. Hal ini dapat dilihat pada data yang tersaji pada Tabel 5 mengenai
total produksi rumput laut yang dihasilkan oleh masing – masing kabupatenkota yang ada di Provinsi Bali. Sampai dengan akhir tahun 2011, produksi rumput laut
mencapai 141.863,4 ton basah dengan nilai produksi sebesar Rp 263.954.294.000 yang dapat dilihat pada data di Lampiran 3.
Tabel 5. Total Produksi Rumput Laut di KabupatenKota di Provinsi Bali Tahun
2008 – 2010 Ton No. KabupatenKota
Tahun 2008 2009 2010
1. Denpasar 2.795,8
2.931,5 1.348,5
2. Badung 23.469,0
28.393,5 29.026,4 3. Buleleng
1.614,3 1.251,4
751,3 4. Klungkung
101.210,2 103.234,5 101.514,6
Sumber : Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Bali data diolah, 2012
Data pada Tabel 5 menunjukkan bahwa terdapat empat kabupatenkota di wilayah Provinsi Bali yang berperan sebagai penghasil komoditi rumput laut.
Kabupaten Badung merupakan penghasil rumput laut kedua terbesar di wilayah Provinsi Bali. Produksi rumput laut di Kabupaten Badung pada sepanjang tahun
2008 hingga 2010 menunjukkan adanya kecenderungan peningkatan setiap tahun. Pada tahun 2009 terjadi peningkatan produksi sebesar 20,98 persen dibandingkan
produksi pada tahun 2008. Selanjutnya pada tahun 2010, produksi juga mengalami peningkatan namun tidak sebesar peningkatan pada tahun 2009, pada
tahun 2010 peningkatan hanya sebesar 2,23 persen dari total produksi di tahun 2009 sebesar 28.393,5 ton menjadi 29.026,4 ton pada tahun 2010.
Wilayah Bali Selatan yang termasuk dalam regional wilayah Kabupaten Badung memiliki areal potensi rumput laut seluas 95 ha yang tersebar dari Pantai
Sawangan, Pantai Kutuh, dan Pantai Geger yang berada di dalam wilayah Kecamatan Kuta Selatan. Hasil produksi rumput laut di wilayah Kabupaten
6 Badung tahun 2010 mencapai 29.026 ton basah. Perkembangan produksi rumput
laut di wilayah Kabupaten Badung mengalami fluktuasi yang selanjutnya berpengaruh terhadap nilai dari rumput laut, hal ini dapat dilihat melalui data
pada Tabel 6. Namun tingkat harga rumput laut di Kabupaten Badung cenderung mengalami peningkatan pada tahun 2006 hingga 2010, walaupun sempat terjadi
penurunan harga sebesar 33,10 persen pada tahun 2009. Tingkat harga rumput laut diperoleh melalui perbandingan nilai produksi terhadap produksi rumput laut
di Kabupaten Badung. Data pada Tabel 2 dan Tabel 6 dapat diperlihatkan bahwa terdapat marjin dalam membandingkan harga rumput laut yang masih dalam
kondisi segar yang ditunjukkan pada Tabel 6 dengan rumput laut yang siap untuk ekspor yang diwakili oleh data yang ditunjukkan pada Tabel 2.
Tabel 6. Perkembangan Total dan Nilai Produksi Rumput Laut di Kabupaten
Badung Tahun 2006 – 2010 Tahun
Produksi Ton
∆
Nilai Produksi Rp .000
Harga Rpkg 2006 46.166,5
- 30.009.525
650,02 2007
34.821,7 - 24,57
22.635.395 650,03
2008 22.005,1
- 36,81 36.332.685
1.651,10 2009 28.393,5 29,03
31.364.149 1.104,62
2010 29.026,4 2,23 32.302.258
1.112,85
Sumber : Buku Saku Statistik Dinas Peternakan, Perikanan dan Kelautan Kabupaten Badung 2007 – 2011 data diolah, 2012
Hasil produksi rumput laut di wilayah Kecamatan Kuta Selatan memberikan kontribusi hampir 100 persen penuh terhadap produksi rumput laut di
Kabupaten Badung. Hal ini dapat dilihat pada data produksi rumput laut di Kecamatan Kuta Selatan pada Lampiran 4. Berdasarkan data pada Tabel 6
menunjukkan harga rumput laut setiap tahun juga cenderung mengalami peningkatan. Namun tidak demikian dengan harga yang diperoleh petani rumput
laut setiap periode panen. Fluktuasi harga jual rumput laut tetap dirasakan oleh para petani rumput laut. Fluktuasi harga yang terjadi tentunya mempengaruhi
tingkat pendapatan yang diperoleh petani. Dalam mengoptimalkan kegiatan budidaya rumput laut tentunya perlu didukung dengan aktivitas pemasaran yang
mampu meningkatkan nilai tambah dari rumput laut yang dihasilkan serta
7 menentukan kesejahteraan di tingkat petani. Selain itu adanya marjin dalam
penetapan harga rumput laut yang ditujukan untuk pasar ekspor menunjukkan adanya berbagai perilaku dalam upaya pemberian nilai tambah dalam kegiatan
ekspor rumput laut. Oleh karena itu diperlukan adanya penelusuran mengenai penerapan fungsi – fungsi pemasaran rumput laut di Indonesia melalui pendekatan
sistem tataniaga yang dijalankan khususnya pada komoditi rumput laut yang dihasilkan di wilayah Kecamatan Kuta Selatan, Kabupaten Badung, Bali.
1.2. Perumusan Masalah