Kerangka Pemikiran Operasional Tataniaga rumput laut di Desa Kutuh dan Kelurahan Benoa, Kecamatan Kuta Selatan, Kabupaten Badung, Provinsi Bali

37 Keluaran per jam kerja merupakan salah satu rasio produktivitas yang biasanya digunakan sebagai tolak ukur efisiensi operasional Downey dan Erickson 1992, Kohls dan Uhl 2002. 2 Efisiensi harga menekankan kemampuan sistem tataniaga dalam mengalokasikan sumberdaya dan mengkoordinasikan seluruh proses dalam sistem tataniaga sehingga efisien sesuai dengan keinginan konsumen. Efisiensi harga bertujuan untuk mencapai efisiensi alokasi sumberdaya antara apa yang diproduksi dan apa yang diinginkan konsumen serta memaksimumkan output ekonomi.

3.2. Kerangka Pemikiran Operasional

Kecamatan Kuta Selatan merupakan sentra pembudidayaan rumput laut di wilayah Kabupaten Badung. Pada penelitian ini dilakukan pengamatan tentang aktivitas tataniaga pada dua lokasi yang berada di wilayah Kecamatan Kuta Selatan yaitu Desa Kutuh dan Kelurahan Benoa. Rumput laut merupakan komoditi dengan tujuan pasar ekspor. Perbedaan penetapan harga di tingkat ekspor dengan harga di tingkat usahatani menunjukkan adanya marjin dalam tataniaga rumput laut. Hal tersebut menimbulkan permasalahan yaitu rendahnya harga yang diterima oleh petani khususnya para petani yang melakukan penjualan rumput laut secara individu. Hal ini diakibatkan pada fluktuasi hasil produksi yang dihasilkan yang diakibatkan oleh faktor alam serta rendahnya kesadaran petani untuk memenuhi ketetapan standar kualitas rumput laut ekspor misalnya pada syarat kadar air pada rumput laut kering yang dipasarkan. Posisi petani yang sebagian besar sebagai price taker menunjukkan lemahnya posisi tawar petani dalam hal penentuan harga. Keberadaan lembaga – lembaga tataniaga tentunya dapat membantu petani khususnya dalam meningkatkan aktivitas tataniagapemasaran rumput laut. Apabila para petani berada dalam suatu wadah yang mampu menaungi kepentingan dari para petani tentunya permasalahan – permasalahan seperti penentuan harga yang tidak sesuai di kalangan petani dapat teratasi. Para petani rumput laut di wilayah Desa Kutuh telah tergabung dalam wadah kelompok tani. Keberadaan wadah kelompok tani diharapkan dapat memperkuat posisi petani rumput laut khususnya dalam penerimaan harga. 38 Rumput laut sebagai komoditi dengan tujuan pasar ekspor tentunya memiliki standar kualitas tertentu yang harus dipenuhi. Kelompok tani dalam hal ini berperan sebagai pengatur standarisasi dari rumput laut yang dihasilkan. Pengelolaan kegiatan usaha rumput laut di wilayah Desa Kutuh juga dikelola secara perorangan oleh beberapa petani setempat. Hal serupa juga diterapkan oleh para petani rumput laut di wilayah Kelurahan Benoa. Pemberlakuan standarisasi pada wadah kelompok tani membuat beberapa petani memilih untuk melakukan aktivitas usaha budidaya rumput laut secara mandiri. Perbedaan sistem pengelolaan usaha diantara petani tentunya akan mempengaruhi tingkat harga yang akan diterima oleh petani. Perbedaan tingkat harga ini juga akan berpengaruh pada fungsi tataniaga pemasaran yang diterapkan. Perbedaan fungsi yang dijalankan tentunya akan berpengaruh pada saluran dan lembaga tataniaga yang terlibat serta tingkat efisiensi tataniaga rumput laut yang berlaku di masing – masing pihak petani yang berkelompok maupun tidak tergabung dalam kelompok tani. Lembaga tataniaga sebagai pelaksana dari fungsi tataniaga perlu menjalankan perannya dalam upaya pemenuhan kepuasan konsumen. Berbagai kegiatan produktif yang dilakukan dalam rangka pemberian nilai tambah terhadap komoditi rumput laut seperti upaya penyediaan rumput laut dengan kualitas mutu yang baik. Hal tersebut merupakan pelaksanaan dari fungsi – fungsi tataniaga dalam pemasaran komoditi rumput laut. Kegiatan tataniaga dari pembudidaya, lembaga tataniaga dan konsumen akan membentuk tingkat harga tertentu dari suatu produk. Marjin tataniaga menunjukkan perbedaan tingkat harga yang dibayarkan oleh konsumen dengan harga yang diterima di tingkat petani. Farmer’s share digunakan untuk membandingkan harga di tingkat petani dengan harga di tingkat konsumen yang dinyatakan dalam bentuk persentase. Sementara itu, rasio keuntungan dan biaya tataniaga digunakan untuk mengetahui penyebaran rasio keuntungan dan biaya pada masing – masing lembaga tataniaga. Marjin tataniaga, farmer’s share dan rasio keuntungan dan biaya tataniaga dapat menjadi indikator dalam mengukur efisiensi dari suatu sistem tataniaga. Sistem tataniaga yang efisien tentunya akan memberikan alternatif mengenai saluran tataniaga yang efisien yang mampu meningkatkan pendapatan petani tanpa mengabaikan 39 pemenuhan kepuasan konsumen salah satunya dengan upaya melakukan standarisasi kualitas rumput laut kering khususnya di tingkat petani sehingga petani dapat memperoleh harga jual yang tinggi. Kerangka pemikiran operaional dalam penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 4. Gambar 4. Kerangka Pemikiran Operasional • Perbedaan harga antara rumput laut segar dengan rumput laut yang siap untuk ekspor yang menunjukkan terdapat marjin tataniaga • Perbedaan sistem pengelolaan di tingkat petani secara kelompok dan individu • Standarisasi kualitas rumput laut mempengaruhi harga jual Analisis Lembaga dan Saluran Tataniaga • PetaniKelompok Tani • Pedagang Pengumpul • Agen Perantara • Eksportir Analisis Struktur Pasar • Jumlah penjual dan pembeli • Sifat Produk • Kondisi Keluar Masuk Pasar • Sumber Informasi Harga Analisis Perilaku Pasar • Sistem Penentuan Harga • Sistem Pembayaran • Kerjasama antar Lembaga Tataniaga Analisis Fungsi Tataniaga • Fungsi Pertukaran • Fungsi Fisik • Fungsi Fasilitas Analisis Efisiensi Tataniaga • Marjin Tataniaga • Farmer’s Share • Rasio Keuntungan dan Biaya Efisiensi Saluran Tataniaga Rumput Laut di Desa Kutuh dan Kelurahan Benoa, Kecamatan Kuta Selatan Rekomendasi Alternatif Saluran Tataniaga yang dapat dipilih oleh Petani Rumput Laut di Desa Kutuh dan Kelurahan Benoa, Kecamatan Kuta Selatan melalui upaya peningkatan kualitas rumput laut Petani Rumput Laut 40 IV METODE PENELITIAN

4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian