Hasil Penelitian Terdahulu tentang Tataniaga Kajian mengenai Konsep dan Penentuan Efisiensi Tataniaga

14 Tabel 7. Standar Nasional Rumput Laut Indonesia Eucheuma spp Gracilaria spp Gelidium spp Sensori 7 7 7 Kimia -Kadar Air - Clean Anhydrous Weed Fraksi Massa Fraksi Massa 30 – 35 Minimal 30 15 – 18 Minimal 30 15 – 20 Minimal 30 Fisik -Benda Asing Fraksi Massa Maksimal 5 Maksimal 5 Maksimal 5 Sumber : Direktorat Standarisasi dan Akreditasi DKP, 2008 Dalam Buku Profil Rumput Laut Indonesia, 2009

2.2. Hasil Penelitian Terdahulu tentang Tataniaga

Ketersediaan hasil penelitian terkait sistem tataniaga rumput laut masih sangat terbatas, oleh karena itu terdapat beberapa penelitian terdahulu terkait tataniaga beberapa komoditi yang dijadikan sebagai acuan dalam penelitian ini. Penelitian mengenai aktivitas tataniaga berbagai komoditi agribisnis umumnya melakukan pengukuran terhadap efisiensi dari pelaksanaan sistem tataniaga suatu komoditi tertentu. Berbagai pendekatan yang digunakan dalam mengukur efisiensi adalah melalui marjin tataniaga, farmer’s share dan rasio keuntungan terhadap biaya pemasaran yang dikeluarkan. Beberapa penelitian yang terkait dengan aktivitas tataniagapemasaran diantaranya Zulham 2007 menganalisis tentang risiko dan marjin pemasaran pada rumput laut di Gorontalo, Firdaus dan Wagiono 2009 melakukan penelitian mengenai dayasaing dan sistem pemasaran manggis Indonesia serta Puspitasari 2010 yang menganalisis mengenai efisiensi tataniaga pada komoditi ikan lele di Kecamatan Ciawi.

2.3. Kajian mengenai Konsep dan Penentuan Efisiensi Tataniaga

Zulham 2007, Firdaus dan Wagiono 2009 dan Puspitasari 2010 menggunakan data primer dan sekunder pada masing - masing penelitian. Data primer diperoleh menggunakan metode wawancara dan pengamatan langsung di lokasi penelitian. Lokasi penelitian yang dipilih dalam penelitian Zulham 2007 serta Firdaus dan Wagiono 2009 adalah melakukan penelitian lebih dari satu 15 lokasi yang menjadi sentra pengembangan dari masing – masing komoditi yang dijadikan objek penelitian. Penentuan petani responden dilakukan dengan purposive sampling dan selanjutnya digunakan metode snowball sampling dalam melakukan penelusuran terhadap lembaga tataniaga yang terlibat dalam saluran tataniaga dari setiap komoditi yang diteliti. Penelitian Firdaus dan Wagiono 2009 dan Puspitasari 2010 mempertimbangkan beberapa hal yang menjadi penilaian kualitatif dalam aktivitas pemasarantataniaga yang dikaji meliputi analisis struktur, analisis saluran dan perilaku lembaga pemasarantataniaga yang terlibat. Sementara itu dalam penilaian kuantitatif Firdaus dan Wagiono 2009 dan Puspitasari 2010 menggunakan analisis terhadap nilai marjin tataniaga, farmer’s share dan rasio keuntungan terhadap biaya. Sementara itu pada penelitian Zulham 2007 digunakan penilaian terhadap share harga dan marjin pemasaran dalam melakukan kajian terhadap aktivitas pemasaran serta menghitung nilai expected keuntungan untuk mengetahui peluang dan risiko yang dihadapi oleh petani rumput laut di wilayah Gorontalo. Penilaian kualitatif terhadap sistem tataniaga salah satunya dilakukan melalui analisis perilaku pasar. Puspitasari 2010 melakukan analisis terhadap perilaku pasar melalui beberapa pendekatan seperti praktik pembelian dan penjualan, pada pendekatan tersebut menunjukkan bahwa hubungan antara petani pembudidaya dengan pedagang pengumpul atau lembaga tataniaga telah tercipta hubungan kepercayaan yang baik sehingga pedagang pengumpul telah menjadi pembeli langganan dari petani, begitu juga halnya antara pedagang pengumpul dengan lembaga tataniaga selanjutnya, namun para pelaku tataniaga bebas menentukan pembeli yang menjadi tujuan penjualan dan tidak ada kontrak atau perjanjian yang mengikat antar pelaku tataniaga. Selain itu, Firdaus dan Wagiono 2009 dan Puspitasari 2010 juga melakukan pendekatan dari sistem penentuan harga untuk menganalisis perilaku pasar dalam sistem tataniaga. Pendekatan tersebut menunjukkan bahwa posisi tawar dari petanipembudidaya cenderung lemah karena keterbatasan modal, lemahnya akses pasar dan keterbatasan informasi yang dimiliki oleh petani sehingga harga cenderung ditentukan oleh lembaga tataniaga yang lebih tinggi tingkatannya. Berbeda dengan lembaga 16 tataniaga yang berada lebih tinggi tingkatannya daripada petani. Para pelaku ini menetapkan harga dengan sistem tawar - menawar karena adanya pengetahuan terhadap informasi pasar dari para pelaku yang setingkat. Hal ini menunjukkan bahwa semakin banyak informasi pasar yang diterima oleh pelaku tataniaga maka posisi dalam penentuan harga akan semakin kuat. Zulham 2007 mengidentifikasi bahwa informasi harga rumput laut dari wilayah Gorontalo dari lini akhir hingga lini awal berjalan dengan baik sehingga tidak terdapat distorsi harga yang merugikan setiap pelaku bisnis rumput laut. Pendekatan marjin pemasaran pada umumnya menjadi salah satu indikator dalam penentuan efisiensi suatu aktivitas pemasarantataniaga. Begitu pula halnya dengan ketiga penelitian yang dijadikan sebagai acuan dalam penelitian ini. Zulham 2007 dan Puspitasari 2010 menganalisis marjin pada setiap saluran yang terbentuk maupun marjin di masing – masing lembaga yang terlibat dalam aktivitas tataniaga. Sementara itu Firdaus dan Wagiono 2009 melihat marjin yang terbentuk secara keseluruhan di setiap pola saluran tataniaga. Puspitasari 2010 mengidentifikasi empat saluran tataniaga yang diterapkan dalam tataniaga komoditi ikan lele. Penilaian efisiensi melalui pendekatan nilai marjin tataniaga yang dilakukan oleh Puspitasari 2010 menunjukkan bahwa tidak selalu saluran dengan marjin tataniaga yang bernilai tinggi menunjukkan bahwa saluran tersebut tidak efisien. Penelitian Puspitasari 2010 menunjukkan bahwa salah satu penyebab tingginya marjin adalah akibat adanya pelaksanaan aktivitas pengolahan yang meningkatkan biaya tataniaga sebagai upaya penambahan kegunaan bentuk yang akan diperoleh konsumen hal ini menunjukkan bahwa terjadi pemenuhan kepuasan yang diterima oleh konsumen yang merupakan tujuan dari pelaksanaan sistem tataniaga. Namun Puspitasari 2010 tetap menjadikan indikator bahwa saluran dengan marjin terkecil dinilai relatif lebih efisien karena melibatkan sedikit lembaga tataniaga sehingga produk dinilai akan lebih cepat sampai ke tangan konsumen. Sementara itu pada penelitian Zulham 2007 dilakukan perhitungan terhadap share harga di masing – masing lembaga yang terlibat dalam tataniaga rumput laut di Gorontalo. Zulham 2007 menganalisis nilai marjin yang diperoleh yang dihubungkan dengan expected keuntungan di setiap lembaga 17 yang selanjutnya dapat menggambarkan peluang dan risiko yang akan dihadapi masing – masing lembaga dalam aktivitas pemasarantataniaga rumput laut. Penelitian Zulham 2007 juga menunjukkan bahwa salah satu penyebab tingginya marjin tataniaga adalah faktor jarak dalam pendistribusian produk yang selanjutnya akan mempengaruhi biaya pemasaran yang dikeluarkan. Zulham 2007 juga memberikan gambaran bahwa semakin kecil marjin menunjukkan semakin kecil pula expected keuntungan dari sistem tataniaga yang dijalankan sehingga risiko yang mungkin dihadapi juga akan lebih kecil. Penentuan efisiensi pada suatu aktivitas tataniaga tidak hanya dilakukan melalui pendekatan dari besarnya marjin yang terbentuk. Firdaus dan Wagiono 2009 dan Puspitasari 2010 dilakukan pula pendekatan melalui nilai farmer’s share dan nilai rasio keuntungan biaya. Puspitasari 2010 menentukan efisiensi pada saluran tataniaga juga didasarkan pada nilai marjin tataniaga yang kecil serta tingkat farmer’s share yang tinggi, selain itu Firdaus dan Wagiono 2009 juga menyatakan bahwa kriteria tersebut juga menjadi indikator untuk penentuan saluran pemasaran yang paling menguntungkan. Sementara itu, nilai rasio keuntungan terhadap biaya menunjukkan nilai keuntungan yang diterima oleh produsen setiap satu rupiah biaya tataniaga yang dikeluarkan.

2.4. Hasil Penelitian Terdahulu tentang Rumput Laut