35 penduduk maka hal ini akan mengakibatkan peningkatan jumlah yang diminta
oleh konsumen. Peningkatan jumlah tersebut dapat diilustrasikan pada Gambar 3 sebagai perubahan jumlah yang diminta yaitu dari Q
1
akan berubah menjadi Q
2.
Perubahan jumlah ini tentunya akan mempengaruhi kurva permintaan dan kurva penawaran di pasar. Apabila terjadi pergeseran dari DD
1
menjadi DD
2
yang dipengaruhi oleh perubahan lebih awal pada primary demand yang bergeser dari
PD
1
ke kurva PD
2
. Hal ini dikarenakan derived demand merupakan turunan dari
primary demand. Peningkatan pada primary demand yaitu permintaan di tingkat
konsumen tentunya akan mengakibatkan respon dari derived supply yaitu pihak pedagang pengecer akan berupaya meningkatkan penawaran produk sehingga
mampu memenuhi kuantitas yang diinginkan oleh konsumen. Kurva derived supply
akan bergeser dari DS
1
ke DS
2
. Adanya peningkatan penawaran di tingkat
pengecer menimbulkan peluang bagi petani sebagai pemasok produk primer kepada pengecer. Hal ini mengakibatkan terjadinya pergeseran pada kurva
primary supply yang bergeser dari PS
1
ke PS
2
. Perubahan yang terjadi pada
kuantitas produk dari Q
1
ke Q
2
ternyata tidak mempengaruhi besarnya marjin yang berlaku. Kondisi ini sesuai dengan Hammond dan Dahl 1977 yang menyatakan
bahwa marjin tataniaga tidak dipengaruhi oleh volume produk yang dipasarkan.
3.1.8. Rasio Keuntungan dan Biaya Tataniaga
Tingkat efisiensi dari suatu aktivitas tataniaga dapat pula diukur melalui besarnya rasio keuntungan dan biaya yang dikeluarkan dalam aktivitas tataniaga.
Rasio keuntungan dan biaya tataniaga menunjukkan besarnya keuntungan yang diterima atas biaya yang dikeluarkan dalam pelaksanaan aktivitas tataniaga.
Menurut Limbong dan Sitorus 1987 dalam Puspitasari 2010 menyatakan bahwa semakin merata penyebaran rasio keuntungan dan biaya tataniaga, maka
dari segi teknis operasional sistem tataniaga tersebut akan semakin efisien. Asmarantaka 2009 menyatakan bahwa dalam pengukuran efisiensi operasional
salah satu indikator yang dapat digunakan adalah menggunakan rasio antara keuntungan terhadap biaya tataniaga. Hal ini dikarenakan keuntungan merupakan
opportunity cost dari biaya.
36
3.1.9. Efisiensi Tataniaga
Efisiensi suatu sistem tataniaga diukur dari kepuasan konsumen, produsen maupun lembaga-lembaga yang terlibat dalam mengalirkan suatu produk dari
produsen primer petani hingga sampai ke tangan konsumen. Terdapat perbedaan pengertian efisiensi tataniaga di mata konsumen dan produsen. Produsen
mengganggap suatu sistem tataniaga yang efisien adalah jika penjualan produknya mampu mendatangkan keuntungan yang tinggi bagi produsen, sementara di mata
konsumen suatu sistem tataniaga dinilai efisien jika konsumen bisa mendapatkan suatu produk dengan harga yang rendah. Dalam menentukan tingkat kepuasan
dari para lembagapelaku tataniaga sangatlah sulit dan sifatnya relatif. Efisiensi merupakan rasio dari nilai output dengan input.
Kohls and Uhl 2002 menyatakan efisiensi dapat diukur sebagai rasio output terhadap input. Indikator dalam mengukur efisiensi tataniaga produk
agribisnis dapat dikelompokkan ke dalam dua jenis yaitu : 1
Efisiensi operasional atau teknis berhubungan dengan pelaksanaan aktivitas tataniaga yang dapat meningkatkan atau memaksimumkan rasio output-input
tataniaga. Efisiensi operasional adalah ukuran frekuensi dari produktivitas penggunaan input-input tataniaga. Peningkatan efisiensi merupakan upaya
peningkatan rasio output terhadap input, menurut Downey dan Erickson 1992, peningkatan efisiensi dapat dilakukan melalui salah satu dari empat
cara berikut ini : a
Menurunkan masukaninput tanpa merubah total output yang dihasilkan. b
Meningkatkan total output tanpa merubah total masukaninput yang digunakan
c Meningkatkan output disertai dengan peningkatan total masukaninput
yang digunakan dengan tambahan total output lebih besar dari tambahan input.
d Menurunkan penggunaan masukaninput yang disertai dengan penurunan
total output yang dihasilkan namun penurunan output lebih kecil dari penurunan input.
37 Keluaran per jam kerja merupakan salah satu rasio produktivitas yang
biasanya digunakan sebagai tolak ukur efisiensi operasional Downey dan Erickson 1992, Kohls dan Uhl 2002.
2 Efisiensi harga menekankan kemampuan sistem tataniaga dalam
mengalokasikan sumberdaya dan mengkoordinasikan seluruh proses dalam sistem tataniaga sehingga efisien sesuai dengan keinginan konsumen.
Efisiensi harga bertujuan untuk mencapai efisiensi alokasi sumberdaya antara apa yang diproduksi dan apa yang diinginkan konsumen serta
memaksimumkan output ekonomi.
3.2. Kerangka Pemikiran Operasional