87
6.4.4. Informasi Pasar
Ketersediaan informasi pasar dalam sistem tataniaga memiliki peranan yang penting dalam menunjang keberlangsungan aktivitas tataniaga. Informasi
pasar yang diperlukan oleh lembaga – lembaga tataniaga diantaranya mencakup kondisi pasar, jenis dan mutu produk yang diinginkan, serta yang paling utama
adalah mengenai informasi harga pasar yang berlaku. Hal ini sesuai dengan pernyataan yang diungkapkan oleh Hammond dan Dahl 1977 bahwa informasi
pasar dapat digunakan oleh para pelaku pasar dalam mengarahkan keputusan yang akan diambil dalam mengendalikan lingkungan pasar yang dihadapi.
Informasi pasar di tingkat petani dibedakan berdasarkan pengelolaan tataniaga yang dilakukan oleh petani, yaitu melalui individu atau kelompok. Para
petani yang mengelola aktivitas tataniaga dengan tergabung di dalam kelompok tani dapat memperoleh informasi pasar dengan baik, salah satunya adalah dengan
memanfaatkan teknologi internet dalam pencarian informasi pasar. Pengurus kelompok tani secara rutin terus memperbaharui informasi terkait kegiatan usaha
rumput laut di seluruh Indonesia. Informasi diperoleh dengan mengakses media internet khususnya informasi mengenai perkembangan harga rumput laut di
Indonesia yang selanjutnya disebarkan kepada para petani anggota. Ketersediaan informasi ini mengakibatkan petani memiliki bargaining position yang lebih baik
khususnya dalam penetapan harga. Sementara itu, petani yang mengelola tataniaga secara individu biasanya memperoleh informasi pasar dari pedagang
pengumpul. Informasi terkait perkembangan harga yang diperoleh diantara pedagang pengumpul biasanya bersumber dari pihak eksportir.
Berdasarkan uraian yang telah disampaikan, dapat terlihat bahwa struktur pasar yang dihadapi oleh petani rumput laut baik petani yang menerapkan sistem
tataniaga melalui kelompok tani cenderung menghadapi struktur pasar bersaing. Jumlah petani yang banyak menjadikan tidak adanya kekuatan yang mendominasi
dalam memberikan pasokan rumput laut kering. Produk yang dihasilkan cenderung homogen yaitu berupa rumput laut kering yang terstandarisasi
walaupun fakta yang terlihat di lapangan menunjukkan terdapat perbedaan kualitas antara rumput laut kering yang dihasilkan oleh petani yang mengelola
aktivitas penjualan secara berkelompok dengan petani yang mengelola aktivitas
88 penjualan secara individu. Khusus bagi petani yang tergabung dalam aktivitas
kelompok cenderung memperoleh informasi pasar yang lebih baik karena adanya kemampuan untuk mengakses informasi mengenai harga rumput laut di seluruh
Indonesia melalui media internet. Berdasarkan hasil wawancara, suplai rumput laut kering yang didapat oleh
pihak agen perantara ataupun eksportir tentunya tidak hanya berasal dari para petani yang berada di wilayah Kecamatan Kuta Selatan saja. Untuk wilayah
Provinsi Bali sendiri terdapat petani dari wilayah lain seperti Nusa Penida yang juga memasok hasil budidaya rumput laut. Pada proses penetapan harga dilakukan
dengan tawar menawar dan disesuaikan dengan harga yang berlaku di pasaran rumput laut nasional. Kedua pihak memiliki kekuatan yang sama dalam
menentukan harga, tidak ada salah satu pihak yang memiliki bargaining position lebih kuat. Selain itu adanya pengaruh dari penetapan harga rumput laut yang
berlaku di sentra pembudidayaan rumput laut di Indonesia terhadap tingkat harga yang ditetapkan oleh petani khususnya yang tergabung dalam kelompok. Hal ini
sesuai dengan pernyataan Sudarsono 1995 yang menyatakan bahwa pada struktur pasar khususnya pasar persaingan sempurna pihak produsenpedagang
dapat saja melakukan penetapan harga yang lebih tinggi dibandingkan produsen lain namun harus berani menanggung risiko produk yang ditawarkan tersebut
tidak laku terjual. Pedagang pengumpul dan agen perantara melakukan dua fungsi pertukaran
yaitu fungsi penjualan dan fungsi pembelian. Struktur pasar yang dihadapi oleh pedagang pengumpul rumput laut dan agen perantara sebagai penjual cenderung
menghadapi struktur pasar tidak bersaing. Pedagang pengumpul di Kecamatan Kuta Selatan tidak berjumlah banyak, dalam penelitian ini terdapat dua responden
pedagang pengumpul yang menjadi tujuan pemasaran rumput laut dari petani yang menjadi responden. Responden pedagang pengumpul tersebut hanya
menjual kepada satu pihak eksportir yang sudah menjadi pembeli langganan untuk setiap periode penjualan. Pedagang pengumpul memperoleh pasokan rumput laut
kering dari responden petani yang menjalankan aktivitas penjualan secara individu. Penentuan harga dilakukan oleh pedagang pengumpul berdasarkan
informasi dari pihak eksportir.
89 Namun jika dilihat dari sisi pedagang pengumpul ataupun agen perantara
sebagai pembeli juga menunjukkan struktur pasar yang dihadapi cenderung pada struktur pasar tidak bersaing. Hal ini dikarenakan dalam proses pembelian masing
– masing pedagang pengumpul telah memiliki petani langganan yang memasok rumput laut. Sementara itu, pihak agen sebagai mitra dari pihak eksportir
memiliki kekuatan untuk bersedia membayar mahal untuk rumput laut berkualitas tinggi. Berdasarkan fakta yang terlihat di lapangan, terdapat perbedaan penetapan
harga jual di masing – masing pedagang pengumpul. Hal tersebut menunjukkan bahwa terdapat perbedaan kekuatan diantara pedagang pengumpul sehingga
struktur pasar yang dihadapi cenderung mengarah pada struktur pasar tidak bersaing. Pada kegiatan transaksi penjualan rumput laut antara pedagang
pengumpul dengan eksportir, pihak eksportir memiliki kekuatan yang lebih tinggi dalam penentuan harga. Namun, dalam hal ini tidak ada perjanjian yang mengikat
untuk transaksi yang dilakukan oleh pedagang pengumpul dengan eksportir. Hal serupa juga berlaku bagi agen perantara. Sistem kepercayaan yang telah
berlangsung dengan baik antara agen perantara dengan eksportir Surabaya menjadikan agen perantara hanya menjual rumput laut kepada pihak eksportir
Surabaya saja dan peranan agen perantara murni sebagai penghubung antara pihak kelompok tani dengan eksportir.
Sementara itu di tingkat eksportir juga cenderung menghadapi struktur pasar bersaing jika dilihat dari sisi eksportir sebagai penjual. Hal ini dikarenakan
adanya persaingan antar pihak eksportir misalnya dalam penelitian ini yaitu antara eksportir yang berada di wilayah Pulau Bali dengan eksportir yang berada di
wilayah Surabaya Jawa Timur. Adanya persaingan tersebut mengharuskan eksportir untuk berhati – hati dalam mengambil keputusan seperti penentuan
harga, teknik produksi dan jasa – jasa yang diberikan kepada pihak importir karena suatu keputusan yang diambil oleh eksportir akan mempengaruhi pelaku
lainnya khususnya yang bertindak sebagai pesaing. Selain itu, produk yang ditawarkan cenderung produk homogen yang telah terstandarisasi sesuai syarat
ekspor rumput laut. Berdasarkan Hammond dan Dahl 1977 menyatakan bahwa pada penjualan produk yang terstandarisasi dan telah disesuaikan dengan standar
yang ditetapkan oleh pembeli maka pasar yang dihadapi cenderung pasar
90 persaingan murni. Sementara itu, jika dilihat dari sisi eksportir sebagai pembeli,
struktur pasar yang dihadapi justru cenderung mengarah pada struktur pasar tidak bersaing karena eksportir menjadi tujuan utama dalam pemasaran rumput laut dan
eksportir juga telah memiliki jaringan yang kuat khususnya dengan pihak pedagang pengumpul.
Pengukuran terhadap konsentrasi pasar dapat diperoleh melalui pengukuran pangsa pasar rumput laut di Desa Kutuh dan Kelurahan Benoa.
Pengukuran pangsa pasar dilakukan melalui pendekatan proporsi total produksi rumput laut di Kecamatan Kuta Selatan pada Lampiran 4 terhadap total produksi
rumput laut di Provinsi Bali pada tahun 2009 dan 2010 Lampiran 3. Total produksi rumput laut di Kecamatan Kuta Selatan pada tahun 2009 sebesar
28.394,168 ton sedangkan total produksi rumput laut di Provinsi Bali pada tahun 2009 sebesar 135.810,9 ton sehingga produksi rumput laut di Kecamatan Kuta
Selatan memiliki pangsa pasar sebesar 20,9 persen pada tahun 2009. Pada tahun 2010 total produksi rumput laut di Kecamatan Kuta Selatan sebesar 29.026,358
ton sedangkan total produksi rumput laut di Provinsi Bali pada tahun 2010 adalah sebesar 132.640,8 ton sehingga produksi rumput laut di Kecamatan Kuta Selatan
memiliki pangsa pasar sebesar 21,88 persen pada tahun 2010. Berdasarkan Jaya 2001 karena nilai pangsa pasar tersebut berkisar antara 20 – 50 persen maka
struktur pasar yang dihadapi pada produksi rumput laut di Kecamatan Kuta Selatan cenderung mengarah pada struktur pasar oligopoli ketat.
6.5. Analisis Perilaku Pasar