32 diterima petani dari nilai uang yang dibayarkan oleh konsumen, nilai farmer’s
share biasa dinyatakan dalam persentase. Nilai farmer’s share berbanding terbalik
dengan nilai marjin tataniaga. Semakin tinggi nilai marjin tataniaga menunjukkan semakin kecil bagian yang diterima petani dalam melaksanakan suatu aktivitas
tataniaga. Alternatif perhitungan nilai farmer’s share diperoleh dari rasio antara harga di tingkat usahatani terhadap harga di tingkat pengecer dari suatu komoditi.
Secara matematis, farmer’s share dapat dirumuskan sebagai berikut Asmarantaka 2009 :
Keterangan : Fs : Persentase yang diterima petani dari harga konsumen akhir
Pf : Harga di tingkat petani Pr : Harga di tingkat konsumen akhir
3.1.7. Marjin Tataniaga
Tomek dan Robinson 1990 memberikan alternatif definisi marjin tataniaga pemasaran yaitu perbedaan antara harga yang dibayarkan konsumen
dengan harga yang didapatkan oleh produsen petani, selain itu marjin pemasaran juga dapat didefinisikan sebagai harga dari kumpulan jasa – jasa pemasaran
sebagai akibat adanya permintaan dan penawaran terhadap jasa – jasa tersebut. Marjin tataniaga merupakan perbedaan harga di tingkat petani produsen petani
Pf dengan harga ditingkat retailer atau konsumen akhir Pr dengan demikian marjin tataniaga dapat dirumuskan dengan M
T
= Pr – Pf Hammond dan Dahl 1977. Limbong dan Sitorus 1985 menyampaikan bahwa besarnya marjin
tataniaga M
T
pada suatu saluran tataniaga merupakan penjumlahan dari marjin yang diperoleh setiap lembaga pemasaran M
i
. Marjin juga didefinisikan sebagai penjumlahan dari keuntungan dan biaya tataniaga yang dikeluarkan dalam
pelaksanaan sistem tataniaga. Sementara itu Asmarantaka 2009 menyatakan pengertian marjin yang lebih luas yaitu sebagai cerminan dari aktivitas-aktivitas
bisnis atau fungsi-fungsi tataniaga yang dilakukan dalam suatu sistem tataniaga. Artinya marjin merupakan kumpulan balas jasa karena adanya kegiatan produktif
33 berupa penambahan dan penciptaan nilai guna dalam mengalirkan produk-prduk
agribisnis dari tingkat petani sampai ke tangan retailer ataupun konsumen akhir.
Keterangan : P
r
: Harga di tingkat pabrik pengolah atau pedagang eceran P
f
: Harga di tingkat petani PD
1
: Primary Demand 1 PD
2
: Primary Demand 2 DD
1
: Derived Demand 1 DD
2
: Derived Demand 2 PS
1
: Primary Supply 1 PS
2
: Primary Supply 2 DS
1
: Derived Supply 1 DS
2
: Derived Supply 2 Q
1
: Jumlah produk yang dimintaditawarkan pada kondisi awal Q
2
: Jumlah produk yang dimintaditawarkan setelah ada perubahan : Kondisi awal
: Kondisi setelah ada perubahan
Gambar 3. Kurva Pembentukan Marjin Tataniaga
Berdasarkan Gambar 3 terlihat bahwa marjin merupakan selisih harga di tingkat pengecer retail dengan harga yang diterima di tingkat petani farm.
Harga di tingkat petani terbentuk sebagai pertemuan antara kurva primary supply dengan kurva derived demand. Primary supply menggambarkan penawaran yang
ada di tingkat petani dari komoditi yang diusahakan dalam kegiatan usahatani. Bentuk dari primary supply dalam sistem agribisnis dapat digambarkan sebagai
penawaran yang dilakukan petani terhadap komoditi yang dihasilkan dan biasanya digunakan sebagai bahan baku oleh industri pengolahan. Misalkan penawaran
Margin
P
r
P
f
DS
1
PS
1
PD
1
DD
1
Price
Quantity Q
1
DD
2
PD
2
DS
2
PS
2
Q
2
34 petani cabai terhadap produk cabai yang dihasilkan kepada pabrik pengolahan
sambal botolan. Sementara itu, derived demand menggambarkan permintaan di tingkat pedagang perantara atau pabrik pengolah terhadap produk yang dihasilkan
oleh petani. Derived demand merupakan turunan dari primary demand. Derived demand
dalam aktivitas agribisnis dapat dicontohkan melalui permintaan cabai oleh pabrik pengolahan sambal botolan kepada petani yang membudidayakan
komoditi cabai. Oleh karena itu, karena adanya penawaran dari pihak petani PS
1
dan terdapat juga permintaan dari pihak pabrik pengolah ataupun pedagang eceran DD
1
maka akan terbentuk harga keseimbangan di tingkat petani P
f
. Harga di tingkat pengecer terbentuk sebagai pertemuan antara kurva
primary demand dengan kurva derived supply. Primary demand menggambarkan
permintaan yang ada di tingkat konsumen kepada pedagang pengecer atau pabrik pengolahan. Misalnya permintaan konsumen terhadap produk sambal botolan
yang dihasilkan oleh pabrik pengolah sambal botolan. Sedangkan derived supply merupakan turunan dari primary supply yang menggambarkan penawaran yang
dilakukan pada tingkat pedagang perantara ataupun pabrik pengolah. Bentuk dari derived supply
dapat dicontohkan sebagai penawaran yang dilakukan oleh pabrik pengolahan sambal botolan kepada konsumen yang biasa mengkonsumsi sambal.
Oleh karena itu, karena adanya penawaran dari pihak pabrik pengolah ataupun pedagang eceran DS
1
dan terdapat juga permintaan dari pihak konsumen PD
1
maka akan terbentuk harga keseimbangan di tingkat pedagang eceran ataupun pabrik pengolah P
r
. Penetapan harga di tingkat petani cabai dan harga sambal botolan di
tingkat pabrik pengolahan tentunya akan menghasilkan penetapan harga yang berbeda. Perbedaan penetapan harga di tingkat petani cabai farm dengan harga
sambal di tingkat pabrik pengolahan retail menunjukkan adanya marjin dalam tataniaga komoditi cabai, sehingga terbukti bahwa marjin tataniaga terbentuk dari
selisih harga di tingkat petani farm dengan harga di tingkat pengecerpabrik pengolah retail seperti yang ditunjukkan pada Gambar 3.
Perubahan kondisi pasar dapat mempengaruhi jumlah produk yang dimintaditawarkan, seperti adanya perubahan jumlah penduduk ataupun
perubahan selera di tingkat konsumen. Misalnya saja adanya peningkatan jumlah
35 penduduk maka hal ini akan mengakibatkan peningkatan jumlah yang diminta
oleh konsumen. Peningkatan jumlah tersebut dapat diilustrasikan pada Gambar 3 sebagai perubahan jumlah yang diminta yaitu dari Q
1
akan berubah menjadi Q
2.
Perubahan jumlah ini tentunya akan mempengaruhi kurva permintaan dan kurva penawaran di pasar. Apabila terjadi pergeseran dari DD
1
menjadi DD
2
yang dipengaruhi oleh perubahan lebih awal pada primary demand yang bergeser dari
PD
1
ke kurva PD
2
. Hal ini dikarenakan derived demand merupakan turunan dari
primary demand. Peningkatan pada primary demand yaitu permintaan di tingkat
konsumen tentunya akan mengakibatkan respon dari derived supply yaitu pihak pedagang pengecer akan berupaya meningkatkan penawaran produk sehingga
mampu memenuhi kuantitas yang diinginkan oleh konsumen. Kurva derived supply
akan bergeser dari DS
1
ke DS
2
. Adanya peningkatan penawaran di tingkat
pengecer menimbulkan peluang bagi petani sebagai pemasok produk primer kepada pengecer. Hal ini mengakibatkan terjadinya pergeseran pada kurva
primary supply yang bergeser dari PS
1
ke PS
2
. Perubahan yang terjadi pada
kuantitas produk dari Q
1
ke Q
2
ternyata tidak mempengaruhi besarnya marjin yang berlaku. Kondisi ini sesuai dengan Hammond dan Dahl 1977 yang menyatakan
bahwa marjin tataniaga tidak dipengaruhi oleh volume produk yang dipasarkan.
3.1.8. Rasio Keuntungan dan Biaya Tataniaga