11 2
Bagaimana peranan kelompok tani dalam mempengaruhi sistem tataniaga rumput laut di Kecamatan Kuta Selatan?
3 Apakah sistem tataniaga yang diterapkan oleh para petani di Kecamatan Kuta
Selatan sudah efisien?
1.3. Tujuan Penelitian
Berdasarkan pemikiran yang telah diuraikan maka adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut.
1 Mengetahui serta menganalisis pelaksanaan sistem tataniaga rumput laut di
Kecamatan Kuta Selatan.
2 Mengkaji peranan kelompok tani dalam tataniaga rumput laut di Kecamatan
Kuta Selatan.
3 Menganalisis efisiensi sistem tataniaga rumput laut dari Kecamatan Kuta
Selatan. 1.4. Ruang Lingkup Penelitian
Kecamatan Kuta Selatan merupakan sentra rumput laut yang berada di wilayah Kabupaten Badung, Provinsi Bali. Hasil produksi rumput laut yang cukup
besar di wilayah Kecamatan Kuta Selatan mengindikasikan adanya peluang pengembangan perekonomian desa. Pengembangan usaha komoditi rumput laut
merupakan salah satu upaya yang dapat meningkatkan perekonomian masyarakat Kecamatan Kuta Selatan.
Berdasarkan informasi yang diperoleh melalui wawancara dan literatur terkait, pemasaran rumput laut dari wilayah Kecamatan Kuta Selatan telah
menjangkau permintaan pasar ekspor di wilayah Provinsi Bali dan luar Provinsi Bali seperti melalui eksportir yang berasal dari Surabaya Jawa Timur.
Rendahnya akses petani untuk dapat menjual langsung hasil panen rumput laut kepada pihak eksportir menjadi salah satu kendala bagi petani untuk memperoleh
posisi tawar yang baik dalam menentukan harga. Berdasarkan informasi tersebut maka dalam penelitian ini hanya mengkaji aktivitas tataniaga rumput laut yang
berasal dari wilayah Kecamatan Kuta Selatan hingga para pedagang pengumpul, eksportir, serta berbagai lembaga tataniaga yang terkait dengan tataniaga rumput
laut di Kecamatan Kuta Selatan, Kabupaten Badung, Bali.
12
II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Rumput Laut
Algae ganggang laut atau lebih dikenal dengan sebutan rumput laut
adalah salah satu biota laut yang berpotensi di wilayah perairan Indonesia. Rumput laut yang dalam bahasa Inggris dikenal dengan istilah seaweed
merupakan salah satu komoditas perikanan yang sudah populer dalam dunia perdagangan dan menjadi salah satu komoditas utama perikanan Indonesia yang
diekspor ke berbagai negara di belahan dunia. Menurut Anggadiredja dkk 2010, rumput laut dapat diklasifikasikan ke dalam empat kelas yaitu :
1 Rhodophyceae ganggang merah
2 Phaeophyceae ganggang cokelat
3 Chlorophyceae ganggang hijau
4 Cyanophyceae ganggang biru – hijau
Beberapa jenis rumput laut Indonesia yang bernilai ekonomis dan sejak dulu sudah diperdagangkan yaitu Eucheuma sp, Hypnea sp, dan Gelidium sp dari
kelas Rhodophyceae serta Sargassum sp dari kelas Phaeophyceae. Namun sebaran rumput laut komersial yang dibudidayakan hanya terbatas untuk jenis Euchema
dan Gracilaria. Pembudidayaan kedua jenis rumput laut tersebut disesuaikan
dengan permintaan pasar yang cukup besar terhadap kedua jenis rumput laut. Di wilayah Kabupaten Badung, Provinsi Bali, pengembangan budidaya rumput laut
lebih didominasi oleh rumput laut jenis Eucheuma sp, hal ini berdasarkan data dari Dinas Peternakan, Perikanan dan Kelautan Kabupaten Badung mengenai
produksi perikanan, menunjukkan bahwa untuk budidaya laut khususnya pada komoditi rumput laut, wilayah Kabupaten Badung hanya mengusahakan dua jenis
rumput laut yaitu jenis Eucheuma cottonii dan Eucheuma spinosum. Jenis Euchema dibudidayakan di laut yang agak jauh dari sumber air
tawar, seperti sungai atau air buangan dari pemukiman. Rumput laut jenis Euchema sp.
pertama kali dibudidayakan secara massal pada tahun 1984 di perairan Pulau Bali dan Nusa Tenggara Barat Anggadiredja dkk 2010. Perairan
yang memiliki dasar berupa pasir yang bercampur dengan pecahan karang cocok digunakan untuk budidaya rumput laut Euchema sp. Hal tersebut menunjukkan
adanya pergerakan air yang baik. Selain itu, lokasi yang tepat untuk budidaya
13 rumput laut jenis ini adalah wilayah perairan yang terlindung dari arus dan
hempasan ombak yang terlalu kuat. Waktu pemanenan rumput laut yang baik adalah ketika rumput laut telah
memiliki umur 6 – 8 minggu. Dalam penanganan pascapanen, rumput laut yang telah dipanen melalui tahapan pencucian dan pengeringan yang biasanya
menghabiskan waktu 2 – 3 hari. Pada rumput laut jenis Euchema sp. kadar air yang harus dicapai dalam pengeringan berkisar 30 – 35 persen Ditjen Perikanan
Budidaya, 2011. Pemanfaatan rumput laut sebagai bahan baku industri sangat tinggi. Hal
ini dapat dilihat pada data mengenai peluang pasar perdagangan rumput laut pada Tabel 3. Data tersebut menunjukkan adanya peluang dalam mengusahakan
komoditi rumput laut khususnya jenis Eucheuma sp. Euchema cotonii sebagai penghasil karaginan yang merupakan salah satu produk turunan dari komoditi
rumput laut yang digunakan sebagai bahan baku berbagai industri baik pangan maupun non pangan. Penggunaan karaginan dalam industri pangan diantaranya
pada produk saus dan kecap, karaginan digunakan sebagai bahan pengental dan penstabil alami. Sementara itu pada produk non pangan, karaginan juga digunakan
pada produk pewangi ruangan air-freshner gel sebagai gelling agent, pada produk pasta gigi karaginan memiliki fungsi sebagai binder dan stabilizer serta pada
produk kosmetik seperti lotion dan cream, karaginan digunakan sebagai bodying agent
Anggadiredja dkk 2010. Pemanfaatan rumput laut sebagai bahan baku dalam produk olahan
menjadikan pentingnya jaminan mutu dan keamanan pangan pada komoditi rumput laut. Persyaratan standar kadar air pada rumput laut kering menjadi hal
yang diutamakan oleh pihak eksportir dalam melakukan aktivitas ekspor. Adapun persayaratan rumput laut yang ditetapkan menurut Standar Nasional Indonesia
SNI yang dapat dilihat pada data yang tersaji pada Tabel 7. Sebagai komoditi ekspor, rumput laut memiliki kode perdagangan internasional yang digunakan
sebagai pengenal dan dikenal dengan istilah kode HS Harmonized System. Komoditi rumput laut termasuk dalam kode HS.1212.20 yang merupakan
kelompok seaweed and other alga, fresh and dried wether or not ground ganggang laut dan ganggang lainnya Rajagukguk 2009.
14
Tabel 7. Standar Nasional Rumput Laut Indonesia
Eucheuma spp
Gracilaria spp
Gelidium spp
Sensori 7
7 7
Kimia -Kadar Air
- Clean Anhydrous Weed Fraksi
Massa Fraksi
Massa 30 – 35
Minimal 30 15 – 18
Minimal 30 15 – 20
Minimal 30 Fisik
-Benda Asing Fraksi
Massa Maksimal 5
Maksimal 5 Maksimal 5
Sumber : Direktorat Standarisasi dan Akreditasi DKP, 2008 Dalam Buku Profil Rumput Laut Indonesia, 2009
2.2. Hasil Penelitian Terdahulu tentang Tataniaga