Simpulan analisis ANALISIS DAN EVALUSI KINERJA FKUB PROVINSI SUMATERA
                                                                                197
kerukunan dan
menjaga citra
organisasi. Pemberdayaan
masyarakat Kurang
baik Belum
maksimalnya dilaksanakan
pemberdayan masyarakat,  hal  ini
dikarenakan
dana yang minim.
Melanjutkan penerbitan
media kerukunan  yang  telah
berhenti, dan
mempercepat proses
pembangunan  proyek yayasan
pusat kerukunan  yang  telah
dibentuk dan
diporogramkan,  agar segera  dapat  membari
manfaat  yang  besar bagi
pemberdayaan masyarakat  agar  pilot
Project kerukunan
nyata dampaknya
kepada    masyarakat Sumatera Utara
2  Lingkup Sekunder
Konsultatif FKUB
daerah KabupatenKota
baik Secara  komunikasi,
konsultasi  berjalan dengan
baik, dimana
FKUB Sumut
adalah tumpuan  informasi
dari  daerah,  namun terdapat
“kerancuan” mengenai
teknis fungsi
konsultatif tersebut.
FKUB Sumatera
Utara dan
FKUB kabupatenKota  agar
lebih  intensif  dalam melakukan
komunikasi,  ada  atau tidak  ada  masalah  di
daerah,
sebaiknya komunikasi
harus tetap
berjalan, kemudian
diperlukannnya  sikap diskresif
dari pengurus
FKUB ditengah
adanya indikasi  “kerancuan”
pada fungsi
konsultatif FKUB. Konsultatif
Majelis-majelis agama
Baik Kegiatan
Dengar pendapat,
usul, saran,
sering dilakukan
FKUB Sumut
bersama dengan
majelis agama,
selain kemunikasi
organisasi, FKUB
Sumatera Utara
lebih sering
berkomunikasi baik
secara organisasi
maupun pribadi
dengan majelis-
majelis agama
di Sumatera  Utara,  lalu
sebaiknya sering
198
hubungan pribadi
dengan majelis
agama tingkat
provinsi juga
harmonis. melakukan  kunjungan
kerja ke kantor majelis tinggi  agama,  lakukan
dialog,  sosialisasi  dan dengar pendapat.
Kerjasama Dewan Penasehat
Kurang Baik
Dewan penasehat
sebagai  Fasilitator, hub.
Komunikasi dan    Kerjasama,
penyedia  anggaran, hubungan kerja dan
komunikasi  terjalin dengan  baik  dan
intens.  Hanya  saja, dewan
penasehat seolah
pelit menurunkan
anggaran dana
untuk penguatan
kinerja FKUB
Sumut. Tetapi
mereka masih
sibuk melakukan
kegiatan bersama
dewan penasehat
dan  FKUB  Sumut di  tingkat  provinsi
yang sasaran
kerjanya bukan
kepada korban
intoleransi. Komunikasi
secara organisasi
tentunya sudah  berjalan  dengan
erat, namun
yang perlu
ditingkatkan adalah  pogram  kerja
FKUB bersama dewan penasehat harus sering
turun  ke  daerah  yang bengalami
konflik yang  belum  selesai  di
Sumatera  Utara.  Dan kegiatan
organisasi bersama
dengan dewan penasehat lebih
diarahkan  ke  tugas pokok FKUB.
Kerjasama dan
konsultatif Pemerintah
daerah Kurang
Baik Laporan  kerja  dan
hubungan kerja
FKUB Sumut
dengan gubernur
berjalan  erat,  dan intens
melakukan komunikasi, namun
yang  masih  kurang adalah
FKUB kurang me warning
pemerintah  daerah untuk  penyelesaian
kasus
yang dianggap mendesak
FKUB Sumut
mendata beberapa
kasus  keagamaan  atau rumah  ibadah  yang
belum selesai
permasalahannya  lalu mewarning
pemerintah daerah
jika pemerintah
daerah dianggap
seolah membiarkan
atau mendiamkan
aspirasi  yang  telah disampaikan
FKUB selama
ini. Agar
permasalahan di
daerah  tersebut  tidak
199
berlarut-larut  dan  bisa diselesaikan.
3 .
Sasaran Tugas Pokok
Tokoh Agama,
Tokoh Masyarakat
dan Akademisi
Baik Jika  di  cover  ke
arah tokoh
Masyarakat  tingkat provinsi,
sasaran tugas pokok FKUB
secara  keseluruhan berjalan
dengan baik,
kemudian didukung  juga  oleh
keberadaan  tokoh masyarakat
di tingkat
provinsi yang    telah  dewasa
dalam menyikapi
masalah-masalah yang  menyangkut
agama dan
cendrung  mencari solusi  lewat  jalur
kekeluargaan. Tetap
menjaga sinergitas  dengan  para
tokoh agama
dan tokoh  masyarakat  di
Sumatera  Utara,  dan diharapkan
FKUB Sumut
mampu menjadi  pionir  bagi
forum-forum  strategis yang  ada  di  Sumatera
Utara,
baik forum
berbasis agama,
maupun forum
masyarakat, bangun
kerja sama,
agar deteksi  dini  potensi
terjadinya  konflik  di masyarakat
dapat efektif dilakukan.
NGO, LSM,
swasta dan
universitas Kurang
baik Berdasarkan
data yang
didapat peneliti,
FKUB sumut
kurang begitu
aktif membangun
komunikasi  dengan NGO,  dan  LSM,  ,
tetapi  sasaran  kerja ke  pihak  swasta
dan
universitas yang  tersebar  di
Sumut intensitasnya  lebih
baik  daripada  LSM dan
NGO, meskipun
masih jarang.
FKUB  Sumut  agar semakin
membuka diri  terhadap  instansi
non pemerintah,
karena sesunguhnya
road  map  kerukunan harus
menjangkau seluruh
lapisan masyarakat,  sehingga
bisa membangun
sinergitas dan
kerjasama  yang  erat agar
pilot project
kerukunan bisa
tersebar  ke  berbagai lapisan masyarakat.
Media Massa
pers Amat
baik Sasaran
tugas pokok
FKUB bukan
membina para
pers atau
instansi media
massa,  melainkan perpanjangan
tangan untuk
Untuk memperoleh
pengakuan dan
dukungan dari
masyarakat dan
instansi Pemerintah
Daerah, FKUB
perlu lebih
meningkatkan
200
menyampaikan informasi
atau kegiatan
kerja FKUB
kepada Hubungan  FKUB
Sumut dengan
berbagai media
atau pers
di Sumatera
Utara amat  baik,  bahkan
tidak pernah
peneliti menemukan
pers mengangkat  berita
negatif mengenai
kinerja FKUB
Sumut, citranya
dengan menjalin  komunikasi
dan memanfaatkan
secara maksimal
kehadiran media
massa. Dan
Pengurus FKUB
Sumut    perlu  sering menyosialisasikan
gagasan dan informasi
bidang kerukunan  beragama
melalui tulisan
di media
massa, termasuk
sosialisasi dalam
bentuk pembuatan
iklan atau pariwara
berkenaan dengan
kerukunan hidup beragama di
media  cetak,  televisi dan radio.
Tingkatan masyarakat
bawah akar
Rumput Kurang
baik minim
dialog, sosialisasi,
dan pemberdayaan
masyarakat dilakukan
ke masyarakat  bawah,
dialog pun
dilakukan kebanyakan
di hotel-hotel,  gedung
pemerintahan  dan kantor
organisasi keagamaan, kondisi
demikian  membuat efektivitas
tugas pokok
FKUB Sumut  seolah  tidak
memberi manfaat
langsung ke
masyarakat bawah FKUB
Sumut diharapkan
intens Membina
FKUB daerah
tingkat II.
mereka  dibina  untuk membina  para  tokoh
agama dan
tokoh masyarakat  di  tingkat
kabupaten.  Kemudian melakukan  pembinaan
langsung
ke para
petani,  nelayan,  buruh atau
sejelisnya. Karena
Konsep pendekatan
“dibina untuk  membina  yang
lain”,  rasanya  efektif dilakukan  mulai  dari
lapisan  atas  hingga lapisan
masyarakat bawah
201
Paparan  analisis  diatas  adalah  hasil  evaluasi  FKUB  Sumut  berdasarkan kinerja mereka yang tampak, tetapi kajian mendalam mengenai keberadaan FKUB
Sumut perlu dikemukakan bahwa secara umum dapat di tarik pemahaman bahwa keberadaan  FKUB  Sumut  yang  hanya  memiliki  kewenangan  sebagai  koordinatif
terbukti belum bisa mengurai semua masalah keagamaan. Setelah  melakukan  evaluasi  kinerja  Kinerja  FKUB  Sumut  berdasarkan
tugas  pokoknya  secara  umum  sebenarnya  telah  dikerjakan  dengan  penuh tanggung  jawab,  tetapi  apalah  arti  pekerjaan  yang  penuh  tanggung  jawab  itu,
tetapi tidak menghasilkan sesuatu yang efektif  pula, justru malah pekerjaan yang baik itu yang telah dilakukan terbukti tidak mampu menangani atau menuntaskan
masalah konflik agama yang ada di Sumatera Utara.
Efektivitas FKUB dalam memediasi Pihak yang berkonflik
38
Permasalahan keagamaan
di Sumatera
Utara didominasi
oleh permasalahan atau kasus rumah ibadah, mulai dari ketidakjelasan izin, penolakan,
pengrusakan,  dan  pelarangan  beribadah,  Dari  berbagai  masalah  rumah  ibadah yang  tersebar  di  Sumatera  Utara  tercatat  ada  15  rumah  ibadah  yang  bermasalah
sudah  didatangi  dan  dimediasi  oleh  FKUB  Provinsi  Sumatera  Utara  dengan berkoordinasi  dengan  FKUB  kabupatenKota,  dari  15  itu  diantaranya  mediasi
pembangunan  gereja  GKPS  di  desa  Buntu  Pane,  Asahan,  karena  sebelumya pembangunan  gereja  dini  dianggap  meresahkan  masyarakat  sekitar,  kemudian
mediasi  permasalahan  mesjid  di  daerah  Pahae  Jae,  Taput,  adanya  masalah pendirian  masjid  yang  tidak  berkomunikasi  secara  kekeluargaan  dengan
masyarakat  sekitar  yang  notabene  adalah  non  muslim,  memediasi  penolakan
38
Sumbangan pemikiran
202
pendirian  masjid  Al-munawar  di  Sarulla  kec.  Pahae  Jae,  Taput,  yang  sampai sekarang  belum  didirikan  karena  izinnya  belum  dikeluarkan  pemerintah  daerah.
dari  15  rumah  ibadah  yang  telah  dimediasi  kondisinya  ada  rumah  ibadah  yang setelah dimediasi permasalahan langsung selesai yakni seperti di Asahan, dimana
terbakarnya  dua  masjid  dalam  waktu  yang  bersamaan  di  kec.  Aek  Kuasan,  lalu masalah yang sudah selesai pendirian rumah ibadat kuil Balaji Venkateshwara di
kel.  Padang  bulan,  selayang  II  kota  Medan,  tetapi  masih  banyak  juga  yang walaupun  sudah  dimediasi  FKUB  masih  tetap  belum  selesai  masalahnya,
misalnya  permasalahan  mesjid  yang  di  Pahae  Jae,  permasalahan  gereja  HKBP yang ada di  binjai karena adanya keberatan dari  masyarakat dikarenakan  izinnya
tidak jelas. sejatinya mediasi telah dilakukan FKUB Provinsi di banyak daerah di provinsi Sumatera Utara, kehadirannya telah nyata dan mereka sudah melakukan
tugasnya dengan baik. Lalu pertanyaannya mengapa persoalannya belum selesai, mengapa masih
ada  rumah  ibadah  yang  walaupun  sudah  dimediasi  tetapi  masalah  belum  juga tuntas. Permasalahannya  muncul pertama dari  FKUB dan kedua dari pemerintah
daerah.  Dari  FKUB  provinsi  Sendiri  sejatinya  memang  telah  dilakukan  mediasi dengan  pihak  yang  berkonflik,  tetapi  tidak  melakukan  mediasi  ulang,  misalnya
saja  permasalahan  mesjid  yang  ada  di  Pahae  Jae,  sampai  saat  ini  belum  selesai, kendatipun  sudah  disampaikan  ke  pemerintah  kabupaten  untuk  diberikan  izin
pendirian  mesjid  itu,  disini  FKUB  provinsi  tidak  turun  kembali  ke  Pahae  Jae, menanyakan ulang bagaimana perkembangannya dan seperti apa solusi tambahan.
Selanjutnya  FKUB  provinsi  maupun  FKUB  kabupaten  Tapanuli  utara  mungkin saja  tidak  mendesak  pemerintah  daerah  untuk  mengingatkan  kembali  atau
203
memberi warning ke pemerintah daerah agar dikeluarkannya izin pendirian rumah ibadah, demikian juga kasusnya dengan di HKBP yang di binjai tersebut. Padahal
sejatinya  FKUB  apabila  melakukan  mediasi  ulang  akan  dipastikan  akan membawa  titik  terang  percepatan  suatu  masalah,  dan  sejatinya  pun  FKUB
memiliki hak untuk mendesak atau memberi  warning  kepada pemerintah daerah, tetapi ini pun seolah tidak dilakukan.
Jika  dikaji  dari  pemerintah  daerah,  seolah  pemerintah  daerah  melakukan pembiaran terhadap permasalahan rumah ibadah yang tersebar di beberapa daerah
di  Sumatera  Utara,  terutama  pemerintah  daerah  Binjai  dan  Tapanuli  Utara kendatipun  pendirian  rumah  ibadah  telah  direkomendasikan  oleh  FKUB
kabupatenkota  tetapi  rekomendasi  itu  seolah  tidak  digubris  oleh  pemerintah daerah,  akibatnya  banyak  di  rumah  ibadah  di  daerah  yang  sejatinya  izin
pendirinya  sudah  direkomendasikan  oleh  FKUB  tetapi  pemerintah  daerah  tidak juga mengeluarkan izin pendirian rumah ibadah. Disinilah letak masalahnya. Hal
ini  diakui  oleh  SETARA  Institude,  dalam  laporannya  pada  tahun  2014,  dalam laporan  tersebut  amat  mengejutkan  bahwa  Sumatera  Utara  yang  sering  disebut
barometer kerukunan ternyata masuk zona merah karena keengganan pemerintah daerah mengatasi kasus rumah ibadah.
39
Berdasarkan  kondisi  yang  disebutkan  diatas,  sejatinya  FKUB  Sumatera Utara  dengan  berkoordinasi  dengan  FKUB  daerah  Kabupaten  kota  telah
melakukan  tugasnya  memediasi  pihak  yang  berkonflik.  Namun  efektivitasnya setelah  ditinjau  ulang  ternyata  pekerjaannya  belum  maksimal  dilakukan,  karena
39
lih. Publikasi setara institude 2014. Hal 124-128.
204
ketika  sudah  selesai  melakukan  mediasi  mereka  lepas  tangan  dan  menyerahkan semuanya  ke  pemerintah  daerah  untuk  penyelesaiannya.  Yang  penting  telah
dikerjakan  aspirasi  saran-saran  untuk  solusi  dan  rekomendasi  telah  disampaikan oleh  FKUB  ke  pemerintah  daerah.  Tetapi  apa  yang  terjadi  setelah  sampai  di
pemerintah daerah, aspirasi tersebut seolah diabaikan,  sejatinya keengganan yang dialami di pemerintah daerah membuat pekerjaan FKUB seolah tidak ada artinya,
toh juga permasalahan rumah ibadah banyak yang tidak tuntas karena pemerintah daerah tidak serius  menindaklanjuti hasil mediasi yang dilakukan oleh FKUB.
Setidaknya keberadaan kasus ini membuktikan bahwa keberadaan FKUB, baik  provinsi  maupun  daerah  ternyata  belum  bisa  menyelesaikan  konflik  agama
sampai  ke  akar-akarnya,  karena  memang  tidak  memiliki  kewenangan  untuk menyelesaikan  berbagai  konflik  yang  ada  tetapi  hanya  membangun  dialog  dan
menampung  aspirasi  serta  menyampaikannya  kepada  yang  berwenang  untuk mengeksekusi  permasalahan.    Kemudian  keberadaan  FKUB  dalam  upayanya
melakukan  dialog  terbukti  belum  bisa  menyelesaikan  apalagi  memusnahkan masalah,  tetapi  setidaknya  hanya  melokalisir  dan  meredam,  misalnya  masalah
konflik agama di ibaratkan sebuah penyakit, FKUB tidak bisa mencegah penyakit itu  agar  tidak  timbul  lagi  di  kemudian  hari,  tetapi  hanya  mengobati,  sudah  pasti
kalau  sebuah  penyakit  hanya  diberi  obat,  penyakit  itu  memang  sembuh,  tetapi
tidak  lama  kemudian  penyakit  itu  kemungkinan  besar  bisa  muncul  lagi.  Maka bisa  ditarik  kesimpulan  keberadaan  FKUB  tidak  bisa  diandalkan  untuk
“mencegah”  ketidarukunan  di  Sumatera  Utara  sampai  ke  akar-akarnya, tetapi hanya
bisa diandalkan untuk “mengobati”.
205
                